webnovel

Kennath&Nadhia

Ini cerita hidupku, bukan hanya cerita tentang dia. Ini lebih dari itu melibatkan persahabatan dan perkelahian yang membuatku menyadari kalau semua pengalaman hidup itu penting. Aku selalu ingin ada sedikit tantangan di hidupku, karena hidup normal itu membosankan. Namun saat bertemu dengannya ini bukan lagi sedikit. Bagaimana jadinya jika aku anak sederhana yang tak tahu cara mengutarakan perasaanku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang mampu merubah hidup ku 180 derajat.

novafa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
13 Chs

Basket putri

Aku masih mematung di tempat, aku melihat Raya yang membantu membawa Wafi ke uks sedangkan Kennath ia hanya diam di tempat tak ada luka sedikit pun di wajahnya.

Bagaimana bisa ia tega memukul orang dan memasang wajah seolah-oleh ia tak melakukan apapun? Aku tak habis pikir dengan Kennath apakah ia pernah merasa kasihan atau merasa bersalah dengan orang lain?

Aku menoleh menatap Dinda yang masih terdiam. "Din kita ke kelas aja yu, bentar lagi bel masuk" ajakku, aku tak ingin Dinda lama-lama di tempat kejadian ini.

Aku dan Dinda berjalan menuju kelas, ketika aku melewati Kennath aku melirik Kennath sekilas wajahnya masih datar, benar-benar ingin ku tonjok rasanya.

Kennath menatapku balik seolah berbicara 'apa lo? Mau gue tonjok juga?' Aku segera menunduk dan cepat-cepat ke kelas.

Sesampainya di kelas aku melihat Irsyad yang sedang bercanda dengan Bara, mengetahui kalau teman-temen ku tahu kalau aku suka dengan Bara membuatku sedikit canggung jika berbicara dengan Bara.

"Tyo lo kan temennya Kennath ko lo enggak misahin dia sih?" Tanya Delina kesal.

"Itu urusan pribadi dia" jawab Tyo santai. Tyo memang selalu santai seperti tak ada beban di hidupnya.

"Lo juga Naura itu kan abang lo, kenapa enggak lo pisahin?" Tanya Dara ke Naura yang sedang asik bercanda dengan Keysha.

"Bukan urusan gue, males banget gue ikut campur urusan dia" jawabnya acuh.

Kenapa tak ada yang perduli dengan Kennath?

Kennath datang ke kelas dengan muka dinginnya, berbeda sekali saat ia tertawa dengan matanya yang sipit sampai matanya tak terlihat.

"Gimana bro lancar?" Tanya Tyo.

"Lancar lah udah masuk uks dia" jawab Kennath seraya duduk dibangkunya.

Dia bangga sudah bikin anak orang masuk uks?

"Sih Raya segala sok-sokan belain" seru Hilal.

Kennath tertawa sombong, entah sudah berapa kali aku melihat Kennath tertawa seperti itu.

"Pacar nya itu makanya dibelain" ujar Beni.

"Wafi sama Raya?" Aku melihat wajah Irsyad yang bingung.

"Apaan si lo pada cowok-cowok kok ngomongin orang" Keysha menatap geng Kennath tak suka.

"Emang bener kan Raya sama Wafi pacaran?" Tanya Beni.

"Kalo iya juga bukan urusan lo ben"

"Emang kenapa si lo nath bisa sampe berantem sama Wafi?" Ini adalah pertanyaan yang ingin ku pertanyakan ke Kennath sejak tadi tapi aku rasa tak penting lagian benar kata Naura ngapain juga harus ikut campur urusan Kennath apalagi aku bukan siapa-siapanya.

Kennath menatap Nayya, "masalah bola"

Aku mengerutkan dahi bingung, karena bola ia sampai memukul wajah orang?

"Kenapa?" Pertanyaan itu reflek keluar dari mulutku, aku seketika menyadari semua mata tertuju ke padaku yang sedari tadi bungkam.

"Bukan apa-apa nadh, masalah cowok" jawab Bara, ini bukan pertama kalinya Bara menjawab pertanyaanku namun kenapa kali ini berbeda? Aku seperti tersengat listrik.

"Biasa aja kali nadh mukanya ampe tegang gitu di jawab Bara" ujar Keysha menatapku dengan senyum bodohnya.

Aku menatap Keysha sinis, kenapa Keysha harus berbicara seperti itu. Itu malah semakin membuatku merasa canggung.

"Mampus lo key disinisin Nadhia" ujar Tyo, aku menoleh karena mendengar Kennath terkekeh.

"Gue salah apa kok disinisin juga?" Tanya Kennath memasang wajah sok takut.

Aku memutar mata malas. "Ntar pulang sekolah jangan kabur nadh, inget kita ada seleksi basket" ujar Dinda.

"Nadhia ikut basket?" Tanya Kennath remeh.

"Emang kenapa kalo gue ikut basket?"

"Lo kan lemah pasti gampang cape"

Aku menatap Kennath tajam, namun Kennath malah menyunggingkan bibirnya.

"Jangan sok tau! Gue kuat kok"

"Iya nadh iya lo kuat"

Delina tertawa seraya mengusap-ngusap kepalaku. "Del" aku menoleh ke Delina memperingatkan kalau aku tak suka kepalaku di pegang.

***

Bel pulang sudah berbunyi 15 menit yang lalu, sekarang sudah jam 3 sore aku dan tim seleksi basket putri sudah mengumpul di lapangan.

Wajahku sudah terasa sangat lelah, benar kata Kennath ternyata aku lemah baru berdiri 15 menit saja aku sudah merasa lelah.

"Mila, ibu minta daftar nama nya" bu Maria mengulurkan tangannya ke Mila yang tentu saja baris di depan, sedangkan aku baris di belakang. Tapi aku bersyukur karena aku jadi tak terlalu panas terkena sinar matahari.

Bu Maria hanya mengabsen nama-namanya, aku kira bu Maria ingin menyuruhku dan yang lain mamasukan bola atau mendribble bola ternyata tidak.

"Bener kan nadh bu Maria gak nge-tes kita, dia udah nyerahin semuanya ke Mila" bisik Dinda yang berdiri di sebelahku.

Aku melirik Dinda sekilas seraya bergumam malas, walaupun tak di tes tapi tetap saja kalau ada lomba-lomba aku harus ikut.

"Jangan minder mulu nadh, Nila juga enggak bisa basket bahkan dia lebih dari kamu gak bisanya" ujar Nayya.

"Kenapa kalo enggak bisa dipilih Mila?"

"Mereka kan se-geng" aku mengerti sekarang, tapi harusnya Mila memilih orang yang mempunyai skil basket yang lumayan tidak sepertiku, kenapa aku jadi tak percaya diri begini sih.

Beberapa detik berikutnya datang lah tim basket laki-laki yang diketuai Izzan, Izzan memang anak yang pandai dibidang olahraga, hampir bahkan semua olahraga ia kuasai.

Kenapa anak laki-laki pandai olahraga?

"Coba yang laki-laki anak perempuannya dibimbing dulu, ibu mau ke sekolah lain" titah bu Maria lalu pergi.

Aku hanya melihat anak perempuan sudah mengambil bola dan memainkannya asal, benar kata Nayya bahkan Nila mendribble pun tangannya salah.

"Kok lo diem aja?" Aku terperanjat saat ada yang berbicara di sebelahku.

Aku menoleh menatap Izzan, "bolanya abis" albiku, tapi memang benar semua bola sudah dipakai yang lain.

"Yaudah pake bola gue aja" Izzan menyodorkan bola basket ke aku, kenapa Izzan harus memberi bola basket-nya ke aku? Padahal aku memang tak ingin bermain basket.

Aku mengambil bola dari tangan Izzan, "coba dribble abis itu shoot gue liatin kalo salah atau lo kesusahan bilang gue aja"

"Kenapa harus bilang lo?" Tanyaku polos, detik berikutnya aku mendengar Izzan terkekeh.

"Karena bu Maria nyerahin tugas ini ke gue" benar juga sih, kenapa aku harus nanya seperti itu padahal kan aku tahu Izzan ketua basket, Nadhia jangan malu-maluin.

"Lo Nadhia kan?"

Aku mengangguk sambil mulai mendribble, "gue temen SD lo kalo lo lupa" aku ingat Izzan teman SD ku walaupun aku dan Izzan waktu SD tak dekat tapi ayahku kenal dengan ayah Izzan.

"Inget kok" aku masih fokus mendribble.

"Dribble lo udah bagus, coba shoot"

Aku mendekati ring basket bersiap men-shoot bola, percobaan pertama bola ku tak masuk.

"Dicoba lagi aja, tangan lo kaya gini" Izzan memperagakan tangannya berada di atas kepala seolah mendorong bola.

Aku mengikuti instruksi Izzan, dan benar saja bola itu masuk ke ring dengan sempurna.

Aku reflek senyum ke Izzan, detik berikutnya aku memasang wajah biasa-biasa saja. Kenapa aku punya kebiasaan senyum ke orang lain kalau aku berhasil mengikuti kata-katanya?

"Gue ke sana dulu ya, lo latihan aja trus" aku mengangguk melihat Izzan menemui Ruslan wakil ketua basket putra yang sedang latihan basket dengan Mila tapi sepertinya bukan sekedar latihan.