webnovel

BAB 07

"Noel duduklah di sini." Ujar Sila yang baru datang.

Avel dan Sona yang melihat itu di buat terdiam dengan makanan di mulutnya. Mereka di buat terkejut dengan penampilan berbeda Sila serta Sila yang membawa Noel bersamanya.

Sila yang merasakan itu mulai mengalihkan tatapannya pada dua orang di depannya. Sesaat kemudian tatapan Sila berubah datar dan malas.

"Kakak? Apa yang kakak lakukan di sini?" Tanya Sona.

"Berhenti memanggilku Kakak, aku bukan Kakak mu!" Ujar Sila.

Sona tersentak.

"Oh ya., Apa yang aku lakukan? Apa kau buta atau bodoh? Tentu saja makan! Memangnya ruangan ini di buat untuk apa?"

Lagi-lagi Sona di buat terdiam, begitu juga dengan Avel.

"Noel? Kau ingin makan sesuatu?" Tanya Sila Lembut.

Baru Noel ingin membalas, tiba-tiba saja ia di buat terdiam kala Sona menatap tajam ke arahnya. Tentu saja hal itu di sadari oleh Sila. Sila yang melihat itu di buat geram di tempatnya.

"Kakak? Kakak tidak tahu ya? Noel itu lebih menyukai sup herbal yang di buat para pelayan." Ujar Sona.

"Maksud Mu muntahan anjing itu?" Tanya Sila.

Sona tersentak. "A-apa?"

"Kau pikir kau tahu apa yang terbaik untuk Anakku? Kau mengenalnya? Kau yang melahirkannya?" Tanya Sila tajam.

"A-aku.."

"Dengar baik-baik Sona., Jika aku melihat mu menatap tajam putra ku seperti barusan. Jangan salahkan aku mencungkil bola matamu itu dengan garpu ini!" Ujar Sila dingin tanpa ekspresi.

Sona terdiam. Begitu juga dengan Avel yang terus memerhatikan pertikaian antara Sona dan Sila.

"Ada apa dengannya? Mengapa hari ini dia berbeda sekali? Bahkan dia terlihat lebih cantik." batin Sona. "Apa dia memang secantik itu?

"Noel? Apa yang ingin kau makan sayang?" Tanya Sila Lembut.

Noel masih terdiam, ia terlalu takut untuk menjawab karna tatapan tajam Sona padanya tadi.

"Sona sialan! Awas kau." -batin Sila.

"Noel?" Panggil Avel. "Makanlah., Pilih apa pun yang kau mau."

DEG.

Seketika ketiga orang di sana langsung menatap Avel, begitu juga dengan Sila. Wanita itu menatap sengit ke arah Avel.

"Haah., Setidaknya Noel akan menurut bukan?" -batin Sila.

"Noel? Noel ingin apa? Biar Ibu suapi Noel." Ujar Sila Lembut.

"Sungguh?" Tanya Noel.

"Tentu saja!" Ujar Sila.

Ekspresi dingin Sila tiba-tiba berubah saat berhadapan dengan Noel, hal itu sukses membuat Avel dan Sona tertegun. Mereka semakin di buat bingung dengan semuanya.

"Kalau begitu Noel ingin itu!" Ujar Noel sambil menunjuk steak.

Sila mengangguk, ia mulai mengulurkan tangannya mengambil Steak dan memotongnya menjadi beberapa bagian.

"Hey? Makan steak tidak baik untuk anak-anak bu-" ucap Sona terpotong.

"Kau salah, justru muntahan anjing yang selalu kau berikan pada Anakku yang terlihat berbahaya dan tidak baik." Potong Sila tanpa mengalihkan tatapannya pada Sona.

Avel yang melihat itu di buat terkekeh di tempat. Seulas senyum terbit di wajahnya tanpa ada seorang pun yang menyadari.

Sona yang di perlakukan seperti itu di buat kesal, ia pun segera bangkit dari duduknya dan hendak pergi meninggalkan ruang makan, namun tiba-tiba saja langkahnya terhenti kala luka yang di buat Sila mulai bergesekan dan menghasilkan rasa perih.

Sila yang melihat hal itu di buat terkekeh di tempat, hal itu tak luput dari penglihatan Avel.

"Bagaimana? Enak bukan?" -Batin Sila.

"Oh Sona? Ada apa dengan jalan mu?" Tanya Sila.

"A-aku.."

"Oh apakah Tuan Duke terlalu keras saat bermain?" Tanya Sila sambil menutup bibirnya menatap Sona.

"Wanita ini.." -batin Avel.

"A-Aku.., ah! Aku masih ada beberapa pekerjaan!" Ujar Sona buru-buru pergi.

Sila yang melihat cara berjalan Sona langsung di buat terkekeh tanpa henti. Bagaimana tidak? Kaki yang di buka lebar serta tangan yang di rentangkan, Sona benar-benar membuat suasana hati Sila membaik seketika.

"Bom waktu sudah tidak ada, makanlah Noel." Ujar Sila sambil menyuapi Noel, tentunya masih sambil menahan tawanya.

"Tapi, mengapa Duke sial ini biasa saja? Bukankah seharusnya dia curiga pada Sona? Siapa tahu Sona habis bermain dengan pria lain hingga jalannya seperti itu? Apa dia terlalu percaya dengan Sona?" -batin Sila.

Noel mengangguk dan memakan makanannya sambil terus menatap wajah cantik Sila tanpa kedip. Noel cukup terpukau melihat kecantikan Sila yang baru pertama kali ia lihat.

"Ibu sangat cantik!" Ujar Noel.

"Ah! Sebaiknya aku fokus pada Noel." -Batin Sila.

"Kau selalu mengatakan itu." Ujar Sila.

"Hehe, tapi Ibu memang benar-benar cantik!"

"Baiklah-baiklah, Putra Ibu yang tampan juga harus makan agar ketampanannya semakin terpancar!" Ujar Sila.

Avel masih memerhatikan interaksi antara ibu dan anak di depannya dalam diam. Sesuatu yang baru pertama kali ia lihat.

"Dia benar-benar berubah ya..." -batin Avel.

"Hey orang kaya?" Panggil Sila.

Avel tersentak.

"Apa? Orang kaya? Apa itu aku?" -batin Avel.

"Ya! Itu kau!" Ujar Sila malas.

"Ada apa?" Tanya Avel.

"Kau sudah menyiapkan apa yang aku minta bukan?" Tanya Sila.

Avel mengangguk pelan. "Ya, kau bisa pindah ke sana hari ini, akan ku suruh para pelayan membawakan barang-barang mu." Ujar Avel.

Sila tidak menjawab, ia langsung berdiri dari duduknya menghampiri Avel.

"Apa yang dia mau?" -batin Avel.

Sila mulai menunduk mendekat pada Avel, tangannya mulai terulur menyentuh dada Avel secara sensual. Avel bahkan di buat menegang karnanya.

"Apa wanita ini sudah gila? Di sini masih ada Noel!" -batin Avel.

"Ku rasa itu tidak perlu.." bisik Sila sambil terus meraba dada Avel. "Karna aku sama sekali tidak memiliki barang-barang." Lanjutnya.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Sila mendapatkan sesuatu, langsung saja ia menarik lengannya kembali.

"Dapat!" ujarnya sambil melihat plat simbol Nixton yang baru saja ia ambil dari saku Avel.

"Kau mencari itu?" Tanya Avel.

"Ya, aku akan berbelanja dengan Anakku!" Ujar Sila.

"Dan kau tidak meminta izin padaku?" Tanya Avel.

"Oh ayolah, Istri dan anak mu tidak pernah berbelanja, kau hanya memikirkan istri kedua mu itu, sial!"

"Dan kau baru saja mengumpati aku secara terang-terangan?"

Sila kembali memajukan wajahnya mendekat ke wajah Avel sambil menatapnya tajam. "Jadi kau mengizinkan kami? Atau tidak?" Tanya Sila.

Avel tidak bisa berkutik di buatnya, ia mulai menghela nafasnya rendah sambil memijat pelipisnya. "Haah., Baiklah." Ujar Avel.

"Baguslah! Walaupun kau tidak memberi izin sekali pun, aku akan tetap pergi!" Ujar Sila dengan senyum manisnya.

Avel menatap malas pada Sila. "Ke mana wanita pendiam yang selalu menunduk dan mengunci dirinya itu?" -batin Avel.

"Oh ya, Tuan Duke?"

"Apa?"

"Dayang yang bernama Ririn. Tolong jadikan dia sebagai dayang pribadi ku." Ujar Sila

BE"Ya! Itu kau!" Ujar Sila malas.

"Ada apa?" Tanya Avel.

"Kau sudah menyiapkan apa yang aku minta bukan?" Tanya Sila.

Avel mengangguk pelan. "Ya, kau bisa pindah ke sana hari ini, akan ku suruh para pelayan membawakan barang-barang mu." Ujar Avel.

Sila tidak menjawab, ia langsung berdiri dari duduknya menghampiri Avel.

"Apa yang dia mau?" -batin Avel.

Sila mulai menunduk mendekat pada Avel, tangannya mulai terulur menyentuh dada Avel secara sensual. Avel bahkan di buat menegang karnanya.

"Apa wanita ini sudah gila? Di sini masih ada Noel!" -batin Avel.

"Ku rasa itu tidak perlu.." bisik Sila sambil terus meraba dada Avel. "Karna aku sama sekali tidak memiliki barang-barang." Lanjutnya.

Beberapa detik kemudian, akhirnya Sila mendapatkan sesuatu, langsung saja ia menarik lengannya kembali.

"Dapat!" ujarnya sambil melihat plat simbol Nixton yang baru saja ia ambil dari saku Avel.

"Kau mencari itu?" Tanya Avel.

"Ya, aku akan berbelanja dengan Anakku!" Ujar Sila.

"Dan kau tidak meminta izin padaku?" Tanya Avel.

"Oh ayolah, Istri dan anak mu tidak pernah berbelanja, kau hanya memikirkan istri kedua mu itu, sial!"

"Dan kau baru saja mengumpati aku secara terang-terangan?"

Sila kembali memajukan wajahnya mendekat ke wajah Avel sambil menatapnya tajam. "Jadi kau mengizinkan kami? Atau tidak?" Tanya Sila.

Avel tidak bisa berkutik di buatnya, ia mulai menghela nafasnya rendah sambil memijat pelipisnya. "Haah., Baiklah." Ujar Avel.

"Baguslah! Walaupun kau tidak memberi izin sekali pun, aku akan tetap pergi!" Ujar Sila dengan senyum manisnya.

Avel menatap malas pada Sila. "Ke mana wanita pendiam yang selalu menunduk dan mengunci dirinya itu?" -batin Avel.

"Oh ya, Tuan Duke?"

"Apa?"

"Dayang yang bernama Ririn. Tolong jadikan dia sebagai dayang pribadi ku." Ujar Sila

Bersambung.....