webnovel

Kempes

Pulang sekolah tiba, Vika dan Elda buru-buru keluar dari kelas sebelum teman-temannya keluar, dari informasi yang Vika peroleh, motor merah yang hampir membuat Elda jantungan itu adalah motornya kelas X-A IPA.

Mereka berhasil sampai di parkiran ketika parkiran masih lenggang. "Lo lihat keadaan ya Vik, gue yang beraksi!"

Vika mengangkat jempolnya, pertanda setuju dengan ucapan Elda. Elda mulai melancarkan aksinya, dia membuka pentil motor, lalu membuat ban motor itu kempes. Elda terkekeh geli, begitupun Vika.

"Udah?" tanya Vika berbisik, takut ada yang melihat mereka.

"Udah, yuk!"

Baru saja Elda akan berdiri, ketiga cowok sekelasnya itu sudah ada di samping mereka. Torik, Johan, dan Dika melipat tangan di dada. Wajah Elda dan Vika mendadak pucat.

"Ngapain kalian?" tanya Torik. Melihat wajah Elda, dia merubahnya dengan ekspresi lembut. Bibirnya menyunggingkan senyum manis.

"Kita? Ngg ... tadi pulpen gue jatoh di bawah motor ini. Terus gue ambil deh, iya 'kan Vik?" Elda menyenggol lengan Vika, Vika lantas menganggukkan kepalanya.

"Iya ... ben ... bener kata Elda, yaudah yuk balik El!" ajak Vika, Elda buru-buru menarik sepedanya yang berada di dekat motor merah. Untung tidak ada yang memindahkan sepeda bututnya hari ini.

Vika juga mengikuti langkah Elda, dia akan dijemput supir pribadinya. Dari ketiga cowok itu, tidak ada yang menyadari kalau motor milik Johan sudah kempes karena ulah Elda.

Torik geleng-geleng kepala, matanya tidak berkedip melihat Elda hari ini, baginya ... Elda tetap Elda, dari SMP hingga sekolah menengah atas, Elda selalu bisa membuatnya tak pernah berpaling pada siapapun. Johan tak menghiraukan Torik dan Dika yang masih melihat Elda dan Vika yang semakin menjauh.

Johan menaiki motor merah besarnya, ada sesuatu yang tidak beres saat dia naik. Matanya jatuh ke bawah, bannya kempes, sangat kempes malahan. Johan memejamkan mata, mencoba meredam amarah yang siap-siap akan membuncah.

"Kalian berdua ngapain sih lihatin cewek kaya gitu!"

Dika dan Torik berbalik, mereka ikut melihat ban motor Johan yang kempes. Mereka membuka mulut, dalam detik ketiga, gelak tawa menyembur dari mulut mereka. Johan tentu saja sangat dongkol mempunyai sahabat seperti mereka berdua, hanya bisa mentertawakan dirinya, tidak mau membantu Johan yang kewalahan.

Johan turun dari motor dan menuntunnya menuju gerbang, untuk di depan sekolah ada bengkel, kalau tidak ada dia terpaksa harus menuntun motor itu sampai menemukan bengkel di jalan. Hari ini juga dia akan menemui Mamahnya lagi di kantor, entah apa yang akan dikatakan eh Mamahnya, katanya sangat penting, itulah kenapa ketiga putranya harus datang hari itu juga.

"Woi! Marah lo Jo!" teriak Dika heboh.

"Ish! Iya keknya Dik, yuk susul!" ajak Torik.

Kedua lelaki itu mengikuti Johan dari belakang, tidak berniat untuk mendorong motor Johan sekalipun, padahal Johan saja selalu mentraktir mereka saat di kantin. Hingga sampai di bengkel, Dika dan Torik mendekati Johan yang duduk di kursi, punggungnya ia sandarkan ke kursi, kepalanya sangat pening memikirkan insiden ini, siapa yang telah membuat bannya kempes. Johan akan memberikan pelajaran padanya nanti.

Johan menggeram, saat menyadari sesuatu kalau kedua sahabatnya juga ikut, dia mendelik tajam pada mereka.

"Jo, beli es kuy!" kata Dika sambil mengelus tenggorokannya yang tengah kering.

"Iya Jo! Kita haus nih, yukk beli yuk!" Kini Torik yang meminta, sudah hafal kalau mereka akan meminta traktiran lagi, Johan menghiraukan mereka berdua, biar tahu rasanya kalau lagi butuh tapi tidak ada yang membantu.

Mengetahui tidak ada respon Johan, Dika dan Torik saling pandang, mereka curiga kalau Johan sedang tidak baik-baik saja. Biasanya Johan akan memberikan mereka uang dan menyuruh mereka membeli apapun yang mereka mau.

"Woi! Lo ada masalah?" Kepekaan Torik muncul akhirnya, Johan menaikkan satu alisnya. Lalu menggeleng cepat.

"Terus, kenapa muka lo kaya gitu? Udah kaya maemak yang butuh duit merah gitu!" sahut Dika yang langsung diangguki Torik.

"Mas ... ini udah!" Si Tukang bengkel berkata, Johan mengangguk, tangannya mengambil uang di saku baju. Dia menyerahkan uang sepuluh ribu pada Tukang bengkel itu yang dibalas ucapan terimakasih oleh Tukang bengkel.

Johan langsung menaiki motor sportnya, untuk saat ini tujuannya adalah satu, ke kantor Papahnya dan mengikuti perintah Mamahnya.

Panggilan dari Dika dan Torik tak juga dihiraukan oleh Johan saat dia menyalakan mesin motor. Johan tetap menarik gas, lalu motornya melaju dengan cepat seperti biasa, yang bisa membuat orang lain mengumpat padanya, seperti kelakuannya dulu kepada Elda.

🍁🍁🍁

Rambut panjang Elda menghalanginya untuk membuat adonan roti, pulang sekolah tadi ia langsung ke Toko roti, dan membuat roti dengan selai yang diminati pembeli. Bu Haji Mia juga memberikan bonus gaji 50% pada Elda karena dia bekerja sangat keras, omset penjualan Bu Haji Mia di Toko roti juga mengalami kenaikan 30% dari yang mereka anggarkan.

Elda masih fokus mengaduk adonan, hingga Mbak Yuni menghampirinya, matanya sedikit mengintip adonan roti yang dibuat Elda. Dia mengangguk-angguk, roti buatannya dengan Elda memang berbeda, Elda membuatnya dengan fokus penuh, kalau dia sendiri membuat adonan roti dengan pikiran melayang-layang entah kemana.

"Mbak kuncir rambut kamu, ya El?"

"Ehh ... ada Mbak Yuni, bikin kaget aja!" ucap Elda seraya menormalkan detak jantungnya.

"Hehe ... Mbak penasaran aja sama roti buatan kamu itu El, kamu lihai juga buat rotinya, kamu belajar dari siapa?" tanya Mbak Yuni, menunggu jawaban Elda, dia mengambil tali rambut di saku celana dan mengikat rambut Elda hingga rapi, kalau begini Elda tidak akan terganggu membuat rotinya.

"Dulu ... Ayahnya Elda jualan roti Mbak, Elda pas SD udah belajar buat roti dari Ayah, di sekolah ... kadang Elda bawa roti buat dijual ke temen-temen, Alhamdulillah laku juga, sekarang ... adiknya Elda yang jual di SD."

Mbak Yuni mengangguk. Dia ikut membantu Elda mencetak roti menjadi bulat-bulat.

"Ayah kamu ...."

"Sudah meninggal Mbak, itulah kenapa Elda harus kerja di sini, Elda gak mau buat Ibu capek karena kerja buruh cuci." Mbak Yuni tampak melihat Elda dengan tatapan sedih. Gadis SMA dengan umur 15 tahun seperti Elda mana ada yang bisa seperti itu, harus bekerja keras demi keluarganya, melunasi hutang-hutang, lalu membiayai adik-adiknya juga.

___________

Serang, 2 Juni 2020

IG: Nuraeniyuu784