webnovel

Bu Rajendra

Sampai di lantai lima belas, Elda keluar, laki-laki yang memakai masker dengan seragam sekolah Tri Surya juga ikut keluar. Elda memelankan langkahnya. Dahi Elda mengernyit, sepertinya dia kenal dengan postur tubuh itu, tapi dia lupa siapa. Dia sekolah di Tri Surya saja baru beberapa bulan, dia lupa kalau punya teman dengan postur tubuh itu.

Hingga di depan pintu CEO, Elda ikut berhenti, laki-laki yang tadi di lift juga berhenti tepat di depan pintu itu. Tanpa mengetuk, laki-laki itu masuk.

"Eh ... eh tunggu dulu!" Elda menarik ujung baju laki-laki itu.

Langkah kakinya terhenti, dia berbalik, tatapannya melihat Elda dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dia menaikkan alisnya sebelah.

"Kenapa?"

"Eng ... gu ... saya mau antar roti ke Bu Rajendra, apa kamu tahu Bu Rajendra?"

"Sini." Laki-laki itu mengulurkan tangannya, bermaksud untuk meminta box roti yang Elda pegang.

"Tapi, uangnya belum ...."

"Berapa?" potong laki-laki itu cepat. Elda menghembuskan nafasnya kesal, bertemu dengan laki-laki ini membuatnya kesal setengah mati.

"Seratus dua puluh ...."

"Ehh, kamu udah datang Han. Cepat sini masuk, kakak kamu sudah nunggu di dalem." Seorang wanita cantik menghampiri mereka berdua. Tatapannya beralih pada Elda, melihat box roti yang Elda pegang, seketika senyumnya mengembang.

"Kamu pengantar roti Ibu ya?"

"Ha?" Elda tidak paham apa yang dikatakan wanita cantik itu.

"Iya, Bu Haji Mia?"

Elda tersenyum manis. "Iya Bu, Ibu itu ... Bu Rajendra?"

"Iya nak, berapa semuanya?"

"Seratus dua puluh ribu Bu," ucap Elda, Ibu itu mengeluarkan uang tiga ratus ribu dari dompetnya.

"Ini."

Elda menghitung, dia merogoh saku celananya, dia hanya melihat uang seratus ribu saja di saku celananya. "Ma ... maaf Bu, ibu kelebihan kasih uangnya," ucap Elda.

"Mah, iya tuh, mamah kelebihan seratus tujuh puluh ribu mah," sahut laki-laki itu, melihat transaksi antara mamahnya dan pengantar roti.

"Nggak usah nak, itu buat kamu aja, itung-itung sebagai ongkos kesini 'kan? Makasih ya nak, kapan-kapan ibu pesan roti lagi ke kamu. Ibu ketagihan sama selai barunya."

Elda tersenyum, dalam hatinya bersyukur kalau selai buatannya bisa membuat orang lain puas.

"Eng ... tapi bu, uangnya malah dua kali lipat dari harga rotinya, malahan lebih lima puluh ribu lagi bu." Elda ingin mengembalikan uang seratus ribu itu pada Bu Rajendra.

"Gak apa-apa, anggap saja itu sebagai shodaqoh saya buat kamu nak."

"Makasih ya Bu," ucap Elda kelewat senang, Bu Rajendra balas tersenyum. Elda memberikan lima box roti pada Bu Rajendra, dibantu oleh anaknya juga. Dia memutar matanya malas, di sekolah dia harus menutup identitas, di luar juga harus.

Senyuman di bibir Elda tak pernah surut, kini tinggal dua box roti lagi yang harus ia antar. Dari alamat yang ia dapatkan, ia harus mengantar roti itu ke sebuah rumah sakit.

Sepeda ontel butut miliknya terus ia kayuh, walupun peluh membasahi pipinya, itu tak bisa menyurutkan semangat sedikitpun dalam dadanya. Elda punya tekad, dia harus bisa menabung untuk kuliahnya nanti, kalau ia dapat beasiswa kuliah, uang yang dia kumpulkan bisa untuk adik-adiknya sekolah.

Rumah sakit dengan nama Dahlia, sudah jelas terlihat oleh matanya, Elda mengambil dua box yang tersisa, kakinya melangkah menuju pos satpam.

"Assalamualaikum, selamat siang pak."

"Wa'alaikumussalam, siang juga, ehh neng Elda," kata Pak satpam, sudah hafal pada Elda yang sering mengantarkan roti.

"Iya pak, Elda mau antar makanan buat dokter Aji."

"Ada kok neng, neng masuk aja ya, jangan sungkan."

Elda tersenyum, dokter Aji adalah dokter spesialis kulit, dokter Aji sudah mapan di umurnya yang masih muda, di usianya yang ke-25, dia sudah jadi dokter spesialis kulit. Tapi sayang, dokter Aji belum menemukan wanita yang pas saat ini.

Taman di rumah sakit tidak seperti taman di dekat rumah Elda yang penuh dengan sampah. Taman rumah sakit sangat bersih, banyak bunga mawar yang menghias. Elda sangat suka kalau mengantarkan roti ke rumah sakit ini.

Dari kejauhan, dokter Aji sedang mengobrol dengan perawat rumah sakit. Elda menghampiri mereka berdua. Dokter Aji melihat Elda dengan senang, entah kenapa kalau melihat Elda hatinya terasa nyaman, padahal Elda itu terpaut usia sepuluh tahun dengannya.

"Hallo dokter," sapa Elda ramah, bulatan kecil di pipi kanan dan kirinya tercetak lagi, membuat dokter Aji tersenyum.

"Dok, saya pamit duluan ya." Perawat laki-laki yang bernama Seno sudah tahu tentang keakraban Elda dan dokter Aji. Itulah mengapa dia berpamitan pada mereka.

"Ini pesanan dokter." Elda memberikan dua box roti itu pada dokter Aji.

"Makasih ya Da, kamu langsung pulang atau masih antar roti lagi?" tanya dokter Aji.

"Udah abis dok, Elda ada kerjaan lagi dok, emangnya kenapa dok?"

Dokter Aji menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bingung mau mengatakan apa pada gadis kecil seperti Elda. Elda memang masih kecil, tapi sikapnya yang dewasa membuat dokter Aji suka kalau berdekatan dengannya.

"Aku mau ngajak kamu makan malam di rumah, mau?" tanya dokter Aji, Elda mengatupkan mulutnya rapat-rapat, apakah ini bertujuan agar orangtua dokter Aji agar mengenal Elda lebih dekat?

Aish, Elda menggelengkan kepalanya, dokter Aji adalah dokter yang ia impikan seperti tokoh yang ia baca di dunia orange. Muda, tampan, mapan, beriman, pokoknya sangat pas bagi Elda. Tapi Elda saja masih kecil, apa takdir bisa menyatukan mereka berdua?

"Gimana?"

"Mm ... maaf dok, bukannya Elda gak mau, pasti Ibu gak bakalan kasih ijin dok, lain kali aja ya Elda kesana. Mbak Yuni juga butuh bantuan Elda di toko," tolak Elda halus.

Dokter Aji tampak kecewa, mungkin Elda tidak mau karena mereka terpaut usia yang jauh. Dokter Aji tidak bisa memaksakan kehendak Elda juga, dengan terpaksa dokter Aji tersenyum tipis.

"Elda pulang dulu ya dok, kalau mau pesan roti boleh hubungi nomor yang tertera di box itu ya." Elda menunjuk nomor di box itu, dokter Aji mengangguk, sudah hafal kalau Elda mengantarkan roti dia akan mengatakan itu.

"Iya, kamu hati-hati ya Da."

"Siap pak dokter!" Elda memberikan hormat. Membuat dokter Aji mengulum senyum.

Kepergian Elda membuat hati dokter Aji hampa, kebahagiaan yang ia miliki ada pada Elda, gadis yang telah lama mengisi setiap harinya. Dokter Aji sengaja membeli roti itu agar bisa bertemu dengan Elda. Roti yang ia beli, dia akan berikan pada dokter dan perawat yang lain di rumah sakit. Kalaupun masih ada sisa, dia akan memberikannya pada orang yang menjenguk pasien.

______________

Uyu Nuraeni

IG: Nuraeniyuu784