webnovel

The Killer Ghost

Gadis itu berlari sekuat tenaga ketika dia mendapat runtutan serangan dari arah belakang. Kini nafasnya mulai tersenggal-senggal karena tak sanggup untuk berlari lagi. Jiwanya tak bisa tenang karena roh itu tak henti-henti mengejar dan nyaris menangkap tubuh yang mulai lemas itu. Kuku-kuku panjang yang tajam dan dibanjiri darah segar siap menangkapnya saat ada kesempatan bahkan waktu pun tak akan sanggup lagi mencegahnya.

Dia adalah Joy yang baru saja melarikan diri dari kejaran sang roh pendendam itu. Dengan terpaksa dia meninggalkan Mark sahabatnya saat berusaha melindunginya. Masih jelas di ingatannya ketika roh itu tertawa dengan keras ketika mengoyak-ngoyak tubuh pria besar itu dan darah mengalir dengan derasnya membasahi tanah sekeliling mereka. Meski langit hampir sepenuhnya berwarna gelap tapi tak bisa menyembunyikan warna darah yang keluar dari daging yang tak berdaya itu.

"Pergilah Joy! Kau harus hidup!" Mark berteriak dengan sekuat tenaga berharap gadis yang dicintainya itu mendengar suara paraunya.

Joy tak sanggup untuk meninggalkan sahabatnya itu mengingat dirinya akan menjadi mahkluk paling egois di dunia. Dia memang masih punya kesempatan untuk menyelamatkan diri tapi dia harus merelakan kematian sahabatnya itukah?

***

"Apa yang kau lakukan Rob?"

Mark terlihat marah ketika Rob keluar dari kamar tidur sederhana di rumah bilik bambu itu.

Buakhhhh...

Sebuah kepalan tinju keras mengenai Rob dan dia tersungkur ke lantai tanah ketika tak kuasa menahannya. Mark masih ingin memukulnya bertubi-tubi tetapi tertahan oleh tangan yang mengenggam lengannya dengan kuat. Masih terasa getaran di lengannya dari tangan itu seakan-akan menunjukkan bahwa pemiliknya ketakutan menyaksikan perisiwa itu.

"Kau tahu, dialah yang menggodaku dahulu." Rob berusaha membela diri.

Thin berusaha menolong Rob untuk berdiri karena tubuh temannya itu baru saja rebah oleh pukulan keras dari temannya yang lain.

"Aku sudah bilang jangan bawa kebiasaan minummu di setiap tempat! Kenapa kau tak mendengarkan?" Mark masih marah dan mukanya terlihat merah padam.

"Aaaa...." Lili berteriak dengan keras ketika melihat sosok wanita tergeletak di ranjang bambu dengan tubuh tak bernyawa lagi. Matanya masih terbelalak menatap dingin. Pakaiannya sedikit terbuka di bagian atas dan nampak koyakan di daerah kancing seperti dibuka paksa.

Semua orang menyusul Lili dan melihat hal itu dengan keterkejutan yang sama. Joy memeluk Lili untuk menenagkan sahabatnya itu karena dia tahu hal ini sangat mengerikan untuk dilihat sekarang.

"Kau membunuhnya Rob!!" Mark memukul Rob bertubi-tubi dan tak ada lagi yang melerai mereka karena perbuatan bejat Rob tak bisa dimaafkan lagi. Mereka hanya menonton adegan Mark yang terjadi kembali di ruang tamu itu.

Darah mengucur dari luka lebam Rob dan masih tersisa di otot-otot tangan Mark ketika tenaganya sudah mulai habis untuk memukuli pria itu.

Rencana kemah pohon mereka hancur berantakan karena Rob berulah di senja itu. Mereka singgah di gubuk tua yang dihuni oleh seorang gadis berparas cantik yang sangat asing. Sore itu cuaca tak bersahabat dan membuat perjalanan mereka menuju rumah pohon mereka tertunda. Entah kenapa mereka melihat sebuah gubuk yang sangat teduh untuk bisa digunakan sementara apalagi ada gadis yang berbaik hati memanggil-manggil mereka. Gubuk itu nampak tua tapi masih kokoh dan yang mengherankan mereka tak pernah tau ada gubuk di sekitar situ. Desa mereka sudah mulai modern dengan desain rumah berdinding papan atau beton. Sebuah keajaiban masih ada bangunan rumah seperti itu.

Mereka tak bisa menolak panggilan gadis itu dan memilih untuk menerima panggilannya daripada mereka harus basah kuyup diterjang oleh hujan. Lagipula rumah pohon mereka hanya beberapa meter lagi jadi tak apalah menunggu sebentar.

"Hei kalian tak heran melihat gadis itu nampaknya menangis." Joy bertanya kepada sahabat-sahabatnya itu.

"Ah...yang betul saja dia kan melambai dengan senyum gak mungkin dia menangis. Mungkin karena air hujan yang membasahi wajahnya jadi kau meliha dia seperti menangis." Mark menjawab pertanyaan Joy.

Gadis itu tak memberi sambutan apa-apa lagi saat kelima muda-mudi itu memasuki ruangan bilik bambu tua itu. Dia hanya bergegas ke kamar dan bahkan tak mengucapkan sepatah katapun kepada mereka. Sangat bertolak belakang ketika dia tersenyum hangat dan melambai untuk memanggil mereka di waktu hujan itu. Rob segera mengeluarkan minuman bir kesukaannya dari saku tas gandeng yang dibawanya. Mark sangat marah melihat Rob tak memperdulikan keadaan mereka. Dia hanya melenggang pergi hingga kejadian yang dapat dihitung selang satu jam itu tiba. Sahabat mereka membunuh seorang gadis.

Kini mereka hanya diam meratapi peristiwa yang sudah terjadi dan mereka hanya menatap kecewa kepada sahabtnya Rob yang tidka berkutik sedikitpun. Sejak dia mendapat pukulan bertubi-tubi itu, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya lagi.

"Sekarang kita harus mengurus dia. Semua sudah terjadi." Thin memberi aba-aba untuk memecah kebisuan di antara mereka. Dia bergegas ke bilik kamar itu dan bermaksud untuk mengangkatnya.

Semua masih diam di tempatnya dan masih lemas.

"Akh....!" Thin berteriak kencag dari dalam kamar membuat semua orang berlari ke sumber suara termasuk Rob.

Sebuah tusukan dalam mengenai perutnya dan membuat semua mata terbelalak. Yang membuat makin merinding ketakutan adalah sosok yang menusuk Thin adalah hantu beambut panjang dengan wajah yang tak beraturan seperti disayat-sayat benda tajam. Pakaiannya adalah pakaian gaun bermodel Lolita seperti model pakaian anak-anak yang hits di jaman dulu. Hanya saja terlihat kesempitan dan kondisinya sangat buruk seperti sudah ditumbuhi lumut-lumut hijau.

"Dialah yang ingin kubunuh tadi. Tapi ternyata aku sudah membunuh gadis itu!" Rob mulai berbicara.

"Kalian harus pergi. Dia bukan manusia." Thin masih berusaha berbicara meski sangat bersusah payah.

"Tidak ada yang bisa lari dariku!" Sosok itu berteriak dengan menyeramkan.

"Pergi!" Thin berusaha menahan hantu itu dengan tubuh yang sudah tak berdaya.

Apa daya dengan mudah tubuhnya terlempar ke dinding rumah dengan mudahnya hingga darah muncrat dari mulutnya karena tekanan itu. Keempat orang yang berlari dan berusaha menyelamatkan diri merasa tak tega meninggalkan sahabatnya sendirian hingga Mark bersikeras tetap membawanya. Dia malah kembali ke kamar itu tapi alangkah terkejutnya dia ketika sahabatnya itu tak berada di sana lagi. Hilang. Dan Hantu itu hilang.

Mereka berkelana di tengah rimbunnya pepohonan yang tak pernah mereka kunjungi sebelumnya. Mereka bingung harus pergi kemana ditambah rasa takut yang masih membayangi. Malam pun tiba dan gelap menyelimuti tempat itu.

Lili tak henti-hentinya menangis dan memeluk pinggang Mark. Joy hanya bisa diam dan Rob menghibur diri dengan minuman bir di genggamannya. Mereka sudah lelah selama berjam-jam mencari jalan keluar dari hutan gelap itu.

"Aku mau kencing!" Rob berlalu dari mereka.

Sangat lama mereka menunggu Rob untuk muncul kembali tapi alangkah terkejutnya mereka ketika sepasang sepatu berdarah terlempar ke hadapan mereka dan yang tak lain itu adalah milik Rob. Mengerikan lagi bulir-bulir darah menetes di wajah Lili yang ternyata tubuh Rob sudah berada di atas mereka. Mark masih berusaha menarik sahabatnya itu namun Rob terhempas menjauhi mereka dan ditelan gelapnya malam.

Lili semakin berteriak histeris dan semakin lama pelukannya makin jauh dari Mark. Tubuhnya seperti ditarik oleh kekuatan yang besar dan sekejap dia pun menghilang seiring suaranya ikut menghilang. Kini hanya ada Joy dan Mark di tengah gelapnya malam.

"Joy pegang tanganku dengan kuat. Apapun yang terjadi jangan lepaskan! Hanya tersisa kita!" Mark mengenggam tangan Joy dengan kuat dan tangan pria itu ikut gemetar rasanya dia ikut pasrah menghadapi peristiwa ini. Maut sudah di depan mata. Hanya bersiap-siap menghadapinya.

Sret... tubuh Mark terluka sendiri dan tangannya berusaha menghentikan darah yang mengalir dari luka perih itu.

Sreet...sret..

Bertubi-tubi sayatan diterima oleh tubuhnya hingga dia melepaskan genggamannya pada Joy.

"Pergilah Joy! Kau harus hidup!" Mark berteriak sekuat tenaga namun Joy merasa tak berdaya melihat sahabatnya seperti itu.

Dia tak bisa menolong lagi karena tenaga tak akan cukup untuk melawan hantu itu.

Dengan sekuat tenaga dia berusah menggerakkan tubuhnya untuk berlari jauh. Joy yang sambil menangis menyelamatkan diri dan kehilangan sahabatnya sekaligus.

Bertarung dengan hantu dalam keadaan buta karena mata yang tak bisa melihat di tengah gelapnya malam.

"Joy...jangan pergi! Ini aku!" suara gadis kecil memanggilnya dari jauh.

Joy melirik seorang gadis kecil melambaikan tangan untuk mencegahnya.

"Sabet?" Joy tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sahabat masa kecilnya masih hidup.

"Iya ini aku!"

Tapi ketika Joy melihat pakaian Lolita yang dikenakannya dia menajdi sangat marah karena dia sekarang tahu hantu itu adalah Sabet dan sudah membunuh sahabatnya.

"Tidak kau sudah membunuh mereka. Apa salah mereka?"

"Apa maksudmu? Merekalah yang sudah membunuhku. Apa kau tidak ingat hari ini?" Sabet kecil terlihat marah.

Joy mencoba mengingat masa lalu bersama sahabatnya itu . Mereka adalah 6 orang sahabat yang sering bermain di rumah pohon kesayangan mereka setiap sore. Sabet adalah anak kepala desa yang memiliki tanah paling luas di desa mereka. Sudah 10 tahun berlalu sejak Sabet menghilang mereka tak pernah bermain bersama lagi tapi entah kenapa hari ini keenam sahabat itu sangat merindukan tempat itu.

"Kau tega sekali sudah membunuh mereka!" Joy menunjuk-nunjuk dan sangat kesal pada roh pendendam itu.

"Aku tidak membunuh siapapun tapi hanya Thin yang terbunuh karena pisau ayahnya. Saat itu dia menusukku dengan pisau sakti milik ayahnya. Sekarang pisau itu berbalik meminta tumbal kepadanya."

"Tapi kenapa Rob dan Lili juga terbunuh?"

"Tidak. Itu hanya halusinasimu. Kau terlalu tinggi menghayal. Sadarlah!"

"Apa?" Joy tap percaya dengan apa yang didengarnya dan dia terbangun dari tidurnya di ruangan bilik bambu itu. Didapatinya semua temannya masih tertidur pulas di tengah hujan kecuali Thin. Dimana Thin?

"Thin?" Joy memanggil-manggil Thin membuat semua orang terbangun.

"Hei bukannya dia tadi masuk ke kamar itu? Katanya dia melihat seorang gadis tapi aku tak percaya." Lili memberi penjelasan.

"Thin...cepat cari dia!"

Joy hanya menangis ketika melihat Thin menusuk dirinya sendiri di kamar itu. Tubuhnya terbaring di ranjang. Sekarang semua orang tahu bahwa Thin dan keluargana telah menumbalkan Sabet adik mereka kepada roh pendendam untuk mendapat maaf dari roh penghuni hutan yang dijadikan ladang oleh kepala desa. Namun malang, kutukan dendam tak akan bisa dibayar jika sudah berurusan dengan roh pendendam. Berapapun nyawa tak bisa membayar luka abadi itu.