webnovel

Jodohku Bukan Kamu

Ashilla seorang gadis berusia 23 tahun, iya adalah wanita pekerja keras juga mandiri dengan penampilan sederhana memiliki wajah menarik dan cantik sejak lahir. Membuatnya beruntung dicintai oleh laki-laki kaya. Membuat laki-laki itu jatuh cinta, kekasihnya tampan, populer dan berasal dari keluarga terpandang. Menjalin hubungan 5 tahun bersama ashilla, tak membuat mereka mengantongi Restu. Kedua keluarga saling Tak merestui. Ashilla hanyalah karyawan biasa yang bergaji UMK, jelas berbeda dengan keluarga kekasihnya. Berbagai cara dilakukan oleh keluarga kekasih ashilla, untuk menjauhkan dan juga membuat mereka saling berpisah. Asilah sudah berusaha merebut hati calon mertuanya tapi percuma, sulit baginya melunakkan hati seorang yang keras seperti keluarga kekasihnya. Banyak rintangan mereka lalui bersama-sama, 5 tahun menjalin hubungan diam-diam. Sampai pada akhirnya kekasih asila harus menerima Perjodohan keluarganya. Semua demi kelangsungan bisnis keluarga kekasihnya, asila terpaksa mengikhlaskan walaupun hatinya sakit. Memiliki dua orang sahabat membuat hari-hari ashilla sedikit berwarna, diam-diam sahabat laki-laki itu mengagumi ashilla beberapa kali laki-laki itu menyatakan perasaan pada asyilah tapi ia menolaknya. Memiliki nasib bagus membuat ashilla duduk sebagai sekretaris, iya harus membantu keuangan keluarga, warisan Yang ayahnya tinggalkan hanyalah utang-piutang. Ibunya bekerja sebagai buruh cuci dan asila mencoba membayar semua hutang ayahnya dengan mencicil. Hutang itu tak akan lunas walaupun ashilla membayar penuh satu kali gajinya setiap bulan, itu hanya membayar bunga dari pokok. Walau kekasihnya menerima Perjodohan itu tapi diam-diam akhirnya tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya, sampai pada akhirnya tiba di hari pernikahan kekasihnya dengan si wanita pilihan keluarganya. Di hari pernikahan itu Aqilah dan kekasihnya memutuskan untuk kawin lari. Meninggalkan kehidupan normal, mereka berdua lari dengan hanya membawa pakaian di badan. Mencoba membangun hidup baru di sebuah kota yang asing. Memasukkan identitas bekerja apapun untuk menyambung hidup, ashilla bekerja sebagai Pelayan toko, karena kesalahan ia dipecat akhirnya ashilla mencoba untuk menjadi salah satu karyawan di sebuah pabrik kecil, karena gajinya tak seberapa ashilla juga menyempatkan untuk bersih-bersih di rumah tetangga. Sedangkan kekasihnya yang sudah menikahinya bekerja serabutan, mereka berdua tak membawa ijazah Jadi mereka harus rela menerima upah dibawah minimum. Ternyata bermodalkan cinta tak membuat hidup keduanya bahagia, 3 tahun pernikahan suami asyila berubah. Iya mulai tak pernah memberi nafkah pada ashilla, bahkan ashilla harus membayar semua iuran rumah listrik air juga untuk biaya makan sehari-hari. Usut punya usut ternyata suami Aqilah selingkuh, dengan seorang janda. Dan meninggalkan begitu banyak hutang untuk ashilla lunasi. Asila menangkap basah saat keduanya sedang asyik bermesraan di dalam kamar, detik itu juga ashilla memutuskan untuk pergi dari rumah. Iya tak mungkin kembali ke kampung halaman, ashilla memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat baru. Berbekal pakaian di badan dan juga keahlian memasak serta menjahit. Ashilla yang dulu bukan siapa-siapa dan tidak memiliki harta kini ia mulai membuka usaha sendiri. 5 tahun Ia merintis usahanya dan kini Aqila menjadi seorang pengusaha sukses. Sementara, mantan suami asila selalu saja menghubungi ia meminta asyila untuk menerimanya kembali tapi asila tetap menolaknya. Bahkan mantan suaminya terus saja mencari keberadaan ashilla, sampai-sampai mengganggu ketentraman ashilla. Dengan terpaksa asila melaporkan ke polisi dan mantan suaminya pun diamankan. Masih ada rasa sayang tapi tidak untuk kata cinta, akhirnya ashilla memberanikan diri menerima lamaran dari seorang laki-laki kaya raya walaupun umurnya dua kali lipat di atas ashilla. Maafkan aku ashilla!

Deo_Meti · Teenager
Zu wenig Bewertungen
15 Chs

Mau Dibawa Kemana?

Aku sudah berusaha berkata jujur sejujurnya kalau aku tak mendapatkan perhiasan itu dengan cara haram.

Tapi wanita dengan rambut setengah memutih itu tak percaya, ia bahkan dengan tega membiarkan ku tidur di gudang malam ini.

Tubuhku dilempar paksa, dan mendarat sempurna di ubin dengan permukaan kasar.

Rumah tua dengan ubin alakadar, juga atap asbes, rumah semi permanen dengan ukuran sederhana itu sudah kami tinggali lebih dari 10 tahun.

Ibu hanyalah seorang janda yang ditinggal kan ayah, ia hanya mampu menyewa rumah sederhana itu untuk kami hidup.

Berprofesi sebagai buruh serabutan membuat hidup ku terbiasa susah. Bahkan sampai kini, walau aku sudah bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan besar, tapi hidup kami masih di bawah kata berkecukupan.

Semua itu karena almarhum ayah yang meninggalkan segudang hutang. Dan aku kini bertugas untuk mencicil hutang ayah.

Sekotak perhiasan milik Shierly itu harus diambil paksa oleh ibu, aku pun tak berani menentangnya.

Aku hanya bisa merelakan perhiasan itu, dan kini aku terdiam dalam bingung. Bagaimana caranya aku bisa menggantikan perhiasan milik Shierly?

Aku benar-benar takut jika Shierly marah dan tak terima, sementara aku tahu itu adalah perhiasan asli yang tak mungkin bisa aku beli.

Mungkin butuh waktu lima tahun penuh untuk membeli perhiasan itu.

Aku hanya bisa bersandar pada balik pintu dengan kaki terlipat. Ku coba menyekah air mata dan ku tarik nafas panjang.

Aku tak ingin terus menangis, ingat masih ada hari esok, ucapku pada diriku sendiri.

Seperti biasa pintu itu akan dibuka oleh ibu tepat pukul 5 pagi, dimana ibu sudah bersiap untuk berangkat kerja. Sebagai asisten rumah tangga.

Aku pun segera mandi dan bersiap berangkat kerja. Tapi sebelum itu aku harus memastikan jika keadaan rumah sudah rapi, tak ada cucian piring kotor, tak ada tumpukan baju di kamar mandi juga lantai yang sudah bersih.

Kulirik jam di dinding, dan mata ku melotot, bagaimana tidak ini sudah pukul 6.30, jantungku makin tak karuan, aku harus segera bergegas. Jika tidak aku akan terlambat.

Sampai-sampai aku mengenakan sandal jepit agar aku bisa berlarian dengan cepat, dan sepatu pantofel itu dibungkus dengan plastik hitam dan ku tenteng menaiki bus.

Dengan cuek aku tak menghiraukan sekitar, aku berdiri dengan setengah menjinjit, karena tinggi ku yang hanya 155 senti untuk menggapai pegangan.

Benar saja, kondisi dalam bus yang penuh dan sumpek, bahkan aku harus berdesak-desakan mempertahankan posisi ku, belum lagi di setiap pemberhentian halte, semua orang akan saling sikut menyikut berusaha masuk secara paksa.

Ku lihat halte pemberhentian tujuan ku, yang tak jauh lagi kurang lebih 2 halte lagi, aku mulai mendekat pada pintu keluar dengan berpegang pada reli-reli bus.

Tak elak sesekali aku memegang penumpang lainnya, untuk menopang tubuhku agar seimbang. Dan tak lupa ku ucapkan 'Maaf'.

Ini kali pertamanya aku datang mepet, biasanya aku lebih awal. Tapi karena cucian baju yang menumpuk juga karena aku terlambat bangun setengah jam membuat aku harus berkejar-kejaran dengan waktu.

Akhirnya aku selamat dan langkah lebar kuambil, aku berlarian agar lebih cepat sampai di kantor. Walaupun nafasku sudah terengah-engah.

Huhh.. hah..

Security itu hampir menutup pagar, dan aku dengan cepat melambaikan tangan, "Pak tunggu!" teriak ku sekuat mungkin.

"Cepat Bu Tiqah!" ucap kedua security itu kompak.

Aku pun segera masuk tapi salah seorang security menghentikan ku, "Loh kenapa?" tanya ku kesal dengan nafas masih tak beraturan.

"Pakai dulu sepatunya!"

"Oh," jawabku dengan wajah jutek, dan segera kuraih kantong kresek hitam di dalam tasku yang berukuran cukup besar.

Mata ku membelit seketika, dan jantungku berhenti sejenak.

"Kenapa?" tanya Security itu dengan memperhatikan ku.

Aku diam, dengan wajah mulai pucat, keringat sebesar jagung itu mulai menetes di balik baju juga dari dahi ku.

"Mati!!"

"Ha?" 2 menit lagi!" ujar Security itu memperingati ku.

Aku pasrah, dan hanya memilih menyudut di ujung pagar yang tinggi nya 2 kali lipat dari tinggi badan ku.

"Please biarin aku masuk!" pinta ku pada security.

Security itu memasang wajah aneh, ia tak mengerti dengan wajahku yang memelas.

"Cepat non sebelum--,"

Mobil Pajero sport putih bersih lewat, dan pagar itu terbuka lebar. Ketiga security berlarian kompak membukakan pagar lebar-lebar.

Dan itu saatnya aku menyelinap masuk. Aku berlari sekencang mungkin. Dan akhirnya aku berhasil.

Huh… hahh

Nafas ku kembali terengah-engah, bahkan 3 kali lipat lebih sesak dari sebelumnya.

Dengan cepat ku pencet lift dan aku bersyukur bisa sampai di meja kerja tepat waktu. Tak kurang semenit pun.

"Tiq, Tiq!" panggil Tita pada ku, padahal aku masih ingin duduk, kaki ku capek sekali sedari tadi harus berlari dan berlari, belum lagi berdiri di bus.

"Bentar," tunda ku pada Tita.

Tita memelototkan matanya pada ku, dan aku masih tak menghiraukannya, aku memilih untuk merogoh botol minum ku dalam tas.

Glegg..

Dua teguk cukup untuk membasahi tenggorokan ku yang kering, dan kini aku terasa hidup kembali.

Untung saja sahabat ku Tita bisa diandalkan, ia selalu membawa sepatu dua, dan aku bisa meminjamnya untuk hari ini.

Huhhh,

Hela nafasku legah, dan aku bersiap untuk bekerja. Di perusahaan ku mewajibkan untuk 7 menit awal kita akan berdiri bersama dan berdoa serta melakukan sedikit peregangan. Gerakan simple untuk menghilangkan nyeri pada pinggang.

Aku berdiri, dan bersiap,

Brukkk,

Saat aku berbalik, betapa terkejutnya aku, mendapati seorang laki-laki, bertubuh tinggi besar, kulit putih dan mata besar serta kumis tipis, druangCvuvyyvyygvvuCvvvyvvVgvbhv tampan tapi wajahnya terlihat tak ramah, dengan sorot mata tajam ia tepat berada di depan ku.

Membuat aku benar-benar kaget. "Astaga!" ucap ku, dengan ikut membelitkan mata.

Sementara sahabatku Tita yang ada di seberang meja, ia menatap ku dengan fasih. Ia bahkan ikut tegang.

Aku hanya bisa meneguk ludah, dan memilih untuk menunduk, aku tak tahu siapa laki-laki yang sedang menatapku tajam.

Ia masih setia di depan ku dengan menyorot tajam penampilan ku. "Kau!"

"Sa--saya Ashilla pak!" jawabku.

"Maksud ku kau gadis yang tadi menyelinap masuk!" ucapnya dengan lantang.

Membuat aku tercengang dan tak bisa berkata-kata. Ternyata laki-laki itu adalah orang yang ada di dalam mobil putih tadi, jangan-jangan dia--

Aku mengangguk, "Ke Ruangan ku Sekarang juga!" seru nya dengan nada serius.

Aku kembali mengiyakan, "Ba--baik pak!" jawabku dengan suara lirih menahan takut.

"Mati, apa salahku?" tanya ku dalam hati, dengan mengikuti langkah laki-laki tinggi besar itu.

Kami menuju lantai atas, dan aku tak tahu akan dibawa kemana, aku hanya mengikut saja dengan sesekali melirik kiri dan kanan.