webnovel

Ketahuan

Suara sirine sudah tak terdengar dan Fatimah bernapas lega.

"A-aku tidak apa-apa." Fatimah menyingkirkan tangan Radinka dari pundaknya, kemudian berjalan pergi begitu saja.

"Tunggu aku, Fat!" Radinka segera menyusul Fatimah yang berjalan begitu cepat.

"Kamu sungguh baik-baik saja?" tanya Radinka memastikan, karena Fatimah terlihat tak seperti yang wanita itu katakan.

"Ya." Fatimah tak menatap Radinka sama sekali dan malah berjalan semakin cepat.

"Ada apa dengannya?" Radinka melihat punggung Fatimah yang semakin menjauh dengan penuh tanda tanya.

Fatimah sampai di kelasnya dan langsung menenggelamkan wajahnya dengan kedua tangannya tertekuk di atas meja. 'Bayangan apa tadi itu?' Batinnya.

"Fatimah," panggil Inneke salah satu teman sekelasnya yang juga orang Indonesia.

"Eh iya. Kenapa, Ke?" Fatimah mengangkat wajahnya dan menatap Inneke.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Inneke khawatir karena Fatimah terlihat seperti ketakutan.

"I-iya," jawab Fatimah ragu-ragu.

"Jika ada masalah kamu bisa ceritakan padaku, Fat!" tawar Inneke. "Ah, iya, bagaimana keadaan ibumu?" Inneke tahu beberapa hari lalu Fatimah pulang ke Indonesia karena ibunya sakit.

"Alhamdulillah sudah membaik, Ke. Apa aku pindah kuliah saja ke Indonesia ya? Kasihan ibuku."

"Kamu kepikiran tentang ibumu? Aku kira kenapa, Fat."

Fatimah tersenyum samar. Dia memang memikirkan Bu Maryam, namun juga memikirkan tentang bayangan mengerikan yang lewat saat ia mendengar sirine ambulans. Apa dia memiliki trauma atau semacamnya?

"Aku jauh-jauh kemari hanya untuk melupakan mantan kekasihku yang tiba-tiba menikah dengan wanita lain. Aku pengecut bukan?" kekeh Fatimah, menyembunyikan rasa takutnya.

"Bukankah kamu dekat dengan Radinka? Lupakan saja mantan pacarmu, sepertinya kamu dan Radinka cocok."

Fatimah memang tak bercerita pada siapapun bahwa dia dan Radinka berkencan. Dia dan Radinka memang terlihat dekat, dan tiba-tiba saja berkencan itupun karena awalnya Radinka memaksanya. Lambat laun, Fatimah benar-benar jatuh cinta pada pria itu.

"Radinka dan mantan kekasihku ... mereka saudara tiri."

Mata Inneke membulat seketika. "Hah? Bagaimana bisa? Dunia ini sempit sekali!"

"Entahlah, Inneke." Fatimah mengedikkan bahunya. "Aku baru mengetahuinya setelah terlanjur dekat dengan Radinka, jika saja aku tahu lebih awal, aku tidak akan terlalu jauh."

"Hey, apa yang salah, Fat? Kamu dan mantan pacarmu sudah selesai. Kamu bebas mengencani siapapun! Dia bahkan menikah dengan wanita lain kan? Tak perlu merasa bersalah."

Yang dikatakan Inneke sepertinya benar. Fatimah tak berselingkuh dari Adnan, mereka sudah putus, bahkan Adnan sudah menikah.

Mengenai Radinka adalah saudara tiri Adnan, itu sama sekali tak ada hubungannya dengan Fatimah. Dia tidak tahu apa-apa sebelumnya dan hubungannya dengan Radinka terjadi begitu saja.

"Kamu benar, Inneke. Tapi kadang kala aku masih merasa bersalah."

***

Radinka dan Jonathan masih perang dingin. Jonathan yang malas menyapa Radinka, begitupun sebaliknya. Jika tak ada yang mau mengalah, bisa-bisa pertemanan mereka benar-benar berakhir.

"Jo!" Radinka pun akhirnya mengalah dan memanggi Jonathan yang sudah lebih dulu meninggalkan kelas.

Jonathan berhenti dan menoleh, namun tak menyahut panggilan Radinka.

"Kamu benar-benar akan mengakhiri pertemanan kita gara-gara wanita?"

"Aku bukan mengakhirinya gara-gara wanita, Radinka. Tapi karena rencana konyolmu itu. Andai saja kamu benar-benar tulus menyukai Fatimah, aku tidak akan menghalangi hubungan kalian."

Radinka masih diam, membiarkan Jonathan menyelesaikan kalimatnya.

"Tapi kamu mendekati Fatimah hanya untuk balas dendam pada Adnan? Bagaimana aku bisa terima wanita sebaik dia kamu permainkan? Lebih baik aku merebutnya darimu!" ucap Jonathan menggebu-gebu.

Setelah Jonathan menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara kaleng terjatuh. Sontak Radinka dan Jonathan menoleh ke sumber suara.

Fatimah berdiri dan menjatuhkan minuman kaleng yang digenggamnya. Dia menatap nanar pada Radinka, tatapan penuh kekecewaan.

"Fat ...," lirih Radinka.

Jonathan meraup wajahnya kasar, kenapa Fatimah datang di waktu yang tidak tepat seperti sekarang. Dia menduga Fatimah mendengar ucapannya pada Radinka.

Fatimah segera berbalik dan berlari, menjauh dari Radinka dan Jonathan. Air matanya langsung terjatuh tanpa permisi.

"Fatimah! Tunggu!" Radinka segera mengejar Fatimah dan meraih lengannya.

"Lepas!" Fatimah meronta dan tak mau melihat Radinka, ia ingin segera sampai di apartemen.

"Dengarkan penjelasanku dulu!" seru Radinka.

"Tidak perlu! Aku sudah mendengar semuanya! Lepas!" Fatimah menyentak kasar tangan Radinka.

"Lepaskan dia, Radinka!" Jonathan yang menyusul pun mencoba melerai.

"Diam kamu, Jo! Ini semua gara-gara kamu!" bentak Radinka pada Jonathan.

"Kamu dan Adnan sama saja. Kalian pasti senang kan mempermainkan gadis bodoh sepertiku?!" teriak Fatimah.

"Fatimah, dengarkan aku dulu. Yang dikatakan Jonathan tak sepenuhnya benar!" Radinka mengelak.

"Aku tidak menyangka kamu mendekatiku hanya untuk balas dendam pada saudara tirimu. Aku kira kamu benar-benar menyukaiku ... aku memang benar-benar bodoh!"

"Tidak, Fatimah. Ku mohon dengarkan dulu penjelasanku."

"Aku tidak mau mendengarnya!"

Jonathan membantu melepaskan cekalan tangan Radinka pada lengan Fatimah.

"Jonathan, jangan ikut campur!" sentak Radinka lagi.

Fatimah terlepas dan langsung berlari. Sedangkan Jonathan menahan Radinka agar tak lagi mengejar Fatimah.

"Kamu puas hah?!" Radinka hendak menghajar wajah Jonathan, namun tinjunya berhenti sebelum berhasil mendarat di pipi temannya itu.

"Setidaknya Fatimah sudah tahu maksudmu mendekatinya," ujar Jonathan santai.

Radinka kembali menarik kepalan tangannya dari wajah Jonathan.

"Aku benar-benar menyukainya sekarang, Jo. Jadi hentikan prasangka burukmu padaku!"

"Apa? Kamu benar-benar menyukai Fatimah? Apa aku tak salah dengar?" Nada Jonathan terdengar sangsi dengan pengakuan Radinka.

"Aku serius, Jo. Perasaan ini tak pernah aku rasakan sebelumnya pada wanita manapun, aku yakin aku sudah jatuh cinta pada Fatimah. Kamu mengacaukan hubunganku!"

Terselip rasa bersalah pada diri Jonathan sekarang, namun semuanya sudah terlanjur terjadi.

"Maaf." Hanya kata itu yang kemudian terlontar dari bibir Jonathan.

"Aku harus bagaimana?"

Radinka menjambak rambutnya kasar. Dia baru menyadari bahwa dia memang benar-benar menyukai Fatimah, terlepas dari rencana awalnya yang berniat membuat Adnan sakit hati.

"Kamu harus bisa meyakinkan Fatimah kalau kamu benar-benar jatuh cinta padanya," saran Jonathan kemudian.

"Bagaimana caranya? Dia bahkan sepertinya tidak mau melihatku lagi. Semua ini gara-gara kamu, Jo!"

"Mana ku tahu Fatimah tiba-tiba datang saat aku sedang berbicara seperti itu padamu," sanggah Jonathan. "Coba kamu buktikan padanya jika kamu memang benar-benar menyukainya!"

Radinka menyesali rencananya yang pernah ia susun. Padahal dia benar-benar sudah jatuh cinta pada Fatimah, namun kini Fatimah terlanjur sudah tahu semuanya.

"Bagaimana caranya aku meyakinkannya?" kata Radinka, namun tak ada balasan dari Jonathan. Dia melirik temannya itu sudah pergi meninggalkannya. "Sial! Jonathan kamu harus membereskan kekacauan yang kamu sebabkan!"

Jonathan tak menggubris teriakan Radinka. Jika memang temannya itu menyukai Fatimah pasti dia akan berusaha meyakinkan kekasihnya. Dia akan dengan sukarela mundur untuk mendapatkan Fatimah jika Radinka memang menginginkan wanita itu.