webnovel

Bab 16. Terbawa suasana

Asti tampak duduk termangu saat melihat Vian memberikan saran dan wejangan yang sungguh membuat hati Asti begitu nyaman. Sambil menatap mata Vian yang ternyata sangat menarik. "Kemana saja aku selama ini?" Asti berkata di dalam hati.

Asti menatap mata Vian dengan tatapan kagum. Vian yang memang memiliki darah indo dari ibunya, memiliki wajah yang agak bule. Badannya tinggi tapi sedikit lebih kurus bila di bandingkan dengan Rudi. Namun tetap saja Vian memiliki wajah yang tampan, apalagi di tambah dengan hidung yang mancung serta bola mata yang berwarna cokelat membuatnya terlihat sangat menarik.

"Ternyata kamu tampan ya dok." Asti mengatakannya sambil memerhatikan wajah Vian dalam-dalam, sehingga membuat Vian tersipu.

"Sudahlah As, kita fokus saja pada masalah kamu." Vian mengalihkan pembicaraan, dia tidak mau memperlihatkan wajahnya yang mulai memerah karena baru saja Asti menggodanya.

"Baiklah, tapi rasanya aku sudah cukup tenang sekarang. Aku sudah menceritakan semua masalahku dan berkat kamu aku sudah menemukan solusinya. Aku pamit ya." Asti mulai beranjak dari duduknya, namun Vian menghalaunya.

"Tunggu dulu, kamu lupa kalau aku yang memanggil kamu kesini? aku bahkan belum memulai ceritaku?"

"Ya ampun dok, aku lupa." Asti tertawa karena baru menyadarinya sekarang, di susul dengan senyum dari bibir Vian yang membuatnya semakin tampan.

Sebenarnya Vian ingin mengungkapkan tentang perasaannya kepada Asti. Entah sejak kapan Vian merasa ada getaran-getaran berbeda saat bertemu dengan Asti, apa karena pertemuan mereka yang cukup intens.Iya perasaan Vian memang salah. Dia menyukai wanita bersuami yang sekaligus merupakan pasiennya.

Banyak hal yang Vian pertimbangkan sebenarnya. Bisa saja kedepannya hubungan mereka malah merenggang. Belum lagi kemungkinan terbesar yaitu penolakan dari Asti. Namun bukan itu tujuan Vian, dia sama sekali tidak mengharapkan balasan. Setidaknya Vian merasa lega jika perasaannya sudah tersampaikan. Semoga sikap Asti tidak berubah saat nanti mengetahuinya. Tapi sekali lagi Vian hanya ingin berusaha jujur akan perasaan yang ia rasakan, iya hanya itu.

Terlihat Asti sudah bisa tersenyum kembali, mereka tampak bercengkrama satu sama lain. Sangat harmonis kelihatannya, sayang hubungan mereka hanya sekadar dokter dengan pasiennya.

Akhirnya Vian menemukan momentum yang pas untuk mengutarakan isi hatinya, tapi tiba-tiba pintu kamar mereka di ketuk. Sontak mereka berdua terkejut, apalagi Asti. Setahu Asti yang mengetahui tempat pertemuannya dengan Vian ya hanya mereka berdua. Apa jangan-jangan Rudi menguntitnya, dan ingin melabrak mereka, tapi sepertinya tidak mungkin. Tapi siapa? Asti tampak bingung dan penasaran.

Vian lalu menghampiri pintu kemudian membukanya. Terlihat wanita cantik berdiri di balik pintu tersebut, dia tampak mengenakan setelan celana jeans panjang dan jaket kulit berwarna hitam. Parasnya yang sedikit bule, dengan rambut panjang berwarna cokelat menambah berkali-kali lipat kecantikannya.

"Kamu sedang ada pasien?" Wanita itu bertanya sambil mendongakkan kepala hendak melihat ke arah dalam.

"Kenapa kamu tidak menghubungiku terlebih dahulu Sarah?" Vian tampak kesal karena kehilangan momentumnya bersama Asti.

Asti tampak bernapas lega saat mengetahui yang datang bukan Rudi melainkan seorang wanita cantik. Berarti bukan hanya dia yang berkonsultasi di kamar hotel itu melainkan ada pasien lain. Apa wanita itu kekasihnya Vian?

"Kenapa Vian tidak memberi tahu aku," runtuk Asti di dalam hati, Asti merasa kecewa ternyata Vian belum begitu terbuka mengenai kehidupan pribadinya. Akhirnya Asti hendak pamit untuk pulang, karena di rasa sudah cukup konsultasi hari ini. kemudian dia menghampiri Vian dan wanita itu, yang sedari tadi masih berdiri diantara kusen pintu.

"Sepertinya sudah ada yang mengantre ya dok? Aku pamit pulang."

"Tunggu sebentar As, kenalkan dulu ini Sarah teman aku. Sama sepertimu, dia kalau sedang galau baru menemuiku." Vian berusaha melemparkan candaan, walaupun terdengar tidak lucu namun lumayan bisa sedikit mencairkan suasana.

Mereka mengenalkan nama masing-masing.

"Aku Sarah, salam kenal."

"Aku Asti, salam kenal juga."

Kemudian mereka saling berjabatan tangan.

Terlihat Asti tampak heran saat melihat Sarah. Dia merasa pernah melihat Sarah sebelumnya, tapi entah di mana.

Begitupun yang terjadi dengan Sarah, dia tampak sangat terkejut karena yang ada di hadapannya adalah Asti istrinya Rudi.

"Kenapa dunia sempit sekali," pekik Sarah dalam hati, dan beberapa saat Sarah seperti kehilangan fokusnya. Iya dulu Sarah pernah melihat foto Asti di media sosial milik Rudi dan sekarang Asti ada di hadapannya.

"Yasudah aku pamit ya semua, sampai ketemu lagi." Asti berjalan menuju pintu lalu melemparkan senyumnya saat hendak pergi ke arah luar kamar, kemudian badannya tidak terlihat lagi karena terhalang tembok.

Sarah kemudian duduk di sofa. Sepertinya Sarah masih belum percaya atas apa yang dia lihat barusan, kenapa dia harus bertemu dengan Asti dan malah berkenalan dengannya. Sarah menarik napas panjang kemudian menghembuskannya secara perlahan.

"Kenapa kamu kesini Sarah? Bukannya kamu sedang sakit?" Tanya Vian lalu memandang Sarah dengan heran kemudian duduk di sebelahnya. Selang beberapa menit Sarah mengabaikan pertanyaan Vian. Lalu Sarah mulai berkata dengan memasang wajah ragu.

"Aku hamil Vian," ucap Sarah sambil tertunduk lesu.

"Kamu serius?" Vian bertanya sambil membelalakkan matanya kemudian menatap Sarah lamat-lamat. Vian menunggu jawaban dari Sarah.

Sarah tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Sedangkan Vian, dia nampak begitu kaget hingga membuat punggungnya lemas dan terkulai di sandaran sofa.

Mereka berdua lalu diam seribu bahasa.

***

Saat menuju arah pulang, Asti nampak sedang mengingat-ingat siapa sebenarnya si Sarah itu. Asti nampak familiar dengan sosoknya. Dia seperti pernah menjumpainya, atau sekilas pernah mendengar namanya. Semakin di pikir malah semakin buntu, pikir Asti. Dia sama sekali tidak bisa mengingatnya.

Asti terus memacu mobilnya kemudian berhenti di restoran cepat saji yang menjual Ayam goreng tepung. Dia membelokkan mobilnya ke arah kiri menuju tempat khusus pesanan lantatur(layanan tanpa turun). Setelah mendapatkan makanannya Asti melanjutkan perjalannya menuju ke rumah.

Pukul 10:30 malam, Asti baru memasuki gerbang perumahan. Tampak jalan mulai lengang, karena jam menunjukkan hampir tengah malam. Biasanya orang-orang sudah terlelap dalam mimpinya.

Asti mengintip layar ponsel, dia tidak menemukan nama kontak bertuliskan Rudi pada layarnya. Sejak dia pergi ke kantor tadi sore sampai semalam ini Rudi tidak memberinya kabar sama sekali. Asti merasa kecewa.

Akhirnya Asti sampai di depan gerbang rumahnya. Kemudian membunyikan klakson mobilnya untuk membangunkan mang Darman. Beberapa saat kemudian terlihat mang Darman muncul dari pintu sebuah kamar di sebelah kanan gerbang. Mang Darman berlari tergopoh-gopoh mendekati pintu gerbang dan segera membukanya.

Asti langsung memacu mobilnya pelan menuju garasi. Ternyata mobil Rudi sudah terparkir di sana. Asti segera masuk melalui pintu belakang sambil tidak lupa membawa paket ayam goreng yang tadi dia beli.

Begitu sampai di dalam Asti menaruh paket ayam itu di meja makan, lalu duduk di sana. Suasana malam itu begitu sepi, sepertinya mbok Yum juga sudah terlelap. Rudi, dia juga tidak terlihat batang hidungnya. Biasanya dia sibuk di depan komputer jinjingnya di ruang tengah. Sudahlah, sekarang yang Asti pikirkan adalah segera mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi.

***