Rania langsung membeku mendengar suara deheman seseorang di belakangnya. Bulu kuduk Rania bahkan sampai meremang seolah ada dedemit yang sedang mengawasinya.
Perlahan Rania menoleh ke belakang, melihat siapa orang yang sudah menguping pembicaraan nya. Begitu matanya bersitatap dengan mata elang sang Bos besar yang sedang Rania jadikan bahan gibah, wanita itu langsung nyengir memamerkan gigi putihnya.
"Eh, Tuan. Sejak kapan Tuan ada di situ?" tanya Rania gelagapan.
Gadis itu bahkan langsung menutup panggilannya tanpa mengatakan apa pun pada Calista. Saat ini nyawanya sudah berada di ujung tanduk jadi Rania tidak bisa macam-macam.
"Kenapa memangnya? Bukankah kantor ini adalah milikku? Harusnya bukan masalah aku ada di manapun juga. Atau sekarang kantorku ini sudah jadi tempat gibah hingga aku tidak boleh berkeliaran sesukaku?" tanya Alva dengan tangan yang dilipat di dada.
Tatapannya begitu menusuk sang lawan biacara. Seolah itu salah salah satu ancaman agar Rania tidak berkata macam-macam. Karena kalau sampai Rania kembali membangunkan macan yang tertidur, maka dia akan habis dikuliti.
"Bu-bukan begitu, Tuan. Hanya saja saya kaget karena tiba-tiba Anda ada di belakang saya. Saya kira Anda itu …."
"Sudahlah, Rania, jangan banyak mengeluarkan pembelaan karena kamu akan tetap salah. Lagipula saya tidak datang tiba-tiba tapi kamu yang terlalu asik menjelekkan saya.
Lagipula tahu dari mana kamu kalau saya impoten? Apa kamu pernah merasakan keloyoan orang impoten ini?" ketus Alva dengan mimik wajah yang kentara menahan kekesalan.
Rania langsung garuk-garuk kepala. Bingung harus menjawab apa pada Alva. Pasalnya dia juga tidak tahu dari mana awal mulanya kabar itu terhembus. Tapi masalah Alva yang impoten sudah bukan rahasia lagi.
"Kenapa diam saja? Apa kamu mau mencoba memeriksa seberapa loyo Bos-mu ini? Apa kamu begitu penasaran dengan saya hingga terus menjadikan bosmu sendiri bahan gosip?" tanya Alva benar-benar greget dengan kelakuan menyebalkan Rania.
"Emm, bukan begitu, Tuan. Maafkan saya. Saya tidak bermaksud membuat Anda marah. Hanya hanya …."
"Hanya apa? Hanya ingin membuatku malu, begitu?" hardik Alva semakin membuat Rania gelagapan.
"Bukan begitu, Tuan. Saya tidak bermaksud untuk …."
"Sudahlah, kamu benar-benar Keterlaluan!" ketus Alva sembari kembali masuk ke dalam ruangan nya.
Rania yang melihat Alva merajuk langsung memukul kepalanya sendiri. Salahkan saja bibirnya yang tidak bisa menahan diri untuk menjelekan lelaki itu yang memang sangat-sangat menyebalkan itu. Tapi kalau melihat Alva marah seperti ini, tentu bukanlah hal baik untuk Rania. Bisa-bisa nanti Rania akan dipecat karena dianggap sudah berlaku tidak sopan.
"Huft, dasar si Calista sih mancing-mancing! Kalau begini kan ribet jadinya. Sebaiknya aku bujuk Tuan Alva dulu. Bisa terancam masa depanku kalau sampai Tuan Alva marah begitu," gumam Rania sembari beranjak dari duduknya.
Karena tak mungkin membujuk Alva dengan tangan kosong, Rania memilih pergi ke pantry lebih dulu. Mungkin segelas coklat hangat akan sedikit membuat kemarahan Alva bisa mencair.
Sampai di pantry, tangan Rania dengan lihai menyiapkan coklat hangat untuk bosnya. Beruntung di tempat itu tidak ada siapa pun jadi Rania tidak perlu menghabiskan banyak energi untuk meladeni mereka ngegibah. Salah-salah nanti lidah Rania akan keseleo lagi.
Setelah segelas coklat panas siap, Rania segera membawanya menuju ruangan Alva. Selain coklat panas itu memang kesukaan Alva, menurut berbagai pakar mood kalau coklat juga mampu membuat mood yang awalnya buruk akan kembali menjadi lebih baik lagi.
Setidaknya itulah yang Rania baca di Mbah Guglu. Meskipun tidak tahu apa istilah sebenarnya yang membuat mood seseorang akan kembali baik setelah mengkonsumsi coklat, akan tetapi Rania tak ingin ambil pusing. Yang penting Alva akan berhenti merajuk supaya tidak akan ada tragedi surat pemecatan melayang di atas meja kerjanya.
Sampai di depan ruangan Alva, Rania tampak menghela napas beberapa kali. Tentu itu Rania lakukan untuk mengurangi rasa gugupnya. Bagaimanapun juga, menghadapi sang Bos killer harus siap lahir batin. Jangan sampai nanti pingsan sendiri karena mendapatkan kejulidan dari si Tuan Muda menyebalkan itu.
Tok … tok … tok ….
Rania mengetuk pintu untuk memberitahu sang Bos perihal kedatangannya. Meskipun Rania yakin tak akan mendapatkan jawaban apa pun, tapi setidaknya dia masih memakai etika untuk tidak sembarangan masuk.
Setelah beberapa saat menunggu dan tidak ada jawaban, Rania memilih memberanikan diri untuk nyelonong masuk.
Begitu pintu terbuka, pemandangan pertama yang menyapa Indra penglihatan Rania adalah bosnya yang sedang duduk di kursi kebesarannya tanpa mau menoleh pada Rania sedikitpun.
Rania pun berusaha menampilkan senyum terbaiknya agar si Bos besar menghentikan kemarahannya.
"Tuan, saya buatkan coklat panas untuk Anda. Silahkan dinikmati sebelum dingin," ucap Rania sembari menyodorkan minuman yang dibawanya ke hadapan Alva.
"Apa kamu memang berniat untuk membuat bibirku melepuh hingga menyuruh aku meminum segelas coklat panas?" tanya Alva tanpa menoleh pada Rania sedikitpun.
Rania langsung membulatkan mata mendengar perkataan sang Bos besar. Otaknya yang belum mudeng dengan maksud perkataan Alva, membuat Rania hanya melongo.
"Dasar lemot," gerutu Alva penuh kekesalan. "Kalau kamu tidak ada kepentingan apa pun lagi, sebaiknya pergi ke luar sekarang! Kamu lihat kan, saya banyak kerjaan!" usir Alva membuat Rania langsung gelagapan.
"Sa-saya ingin minta maaf, Tuan. Maaf karena saya sudah membuat Anda kesal," ucap Rania menyampaikan niatnya mendatangi Alva.
"Lalu?" tanya Alva cuek tanpa sekalipun menoleh pada Rania.
"Saya janji tidak akan mengulanginya lagi. Tolong jangan pecat saya, Tuan. Saya tidak ingin keluar dari perusahaan Anda," pinta Rania memelas.
"Jadi segelas coklat ini adalah sogokan agar saya tidak memecat kamu?" tanya Alva dengan mata memicing.
"Bu-bukan begitu, Tuan. Coklat ini saya buat karena takut Anda haus. Anda kan banyak sekali pekerjaan, jadi pasti akan penat juga," kilah Rania dengan senyum yang dipaksakan.
"Benarkah? Tapi sayang saya tidak percaya. Sebaiknya kamu keluar sekarang! Saya masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Sebaiknya kamu juga benahi semua kesalahan kamu jangan terus ngegosip di jam kerja apaalgi itu membicarakan bosmu sendiri. Aku tidak ingin membayar karyawan yang bisanya hanya menghabiskan waktu untuk bersantai bukan untuk bekerja," ketus Alva kembali mengusir Rania.
"Ta-tapi saya tidak dipecat kan, Tuan?" tanya Rania tergagap. Takut kalau Alva akan memecat nya.
"Tergantung," jawab Alva cuek.
"Tergantung apa, Tuan? Apa ada yang harus saya kerjakan untuk Anda agar Anda tidak memecat saya?" tanya Rania penasaran.
Alva menganggukan kepala sebagai jawaban. Tentu itu membuat Rania semakin penasaran.
"Apa itu, Tuan?" tanya Rania lagi.
"Tergantung bisa tidaknya kamu membuat burung saya yang loyo kembali bangun."
"Hah?!"