webnovel

Balapan

Novi sedang membujuk Jeha, agar temannya itu mau dia antar pulang. Tapi seperti biasa Jeha enggan untuk diantar.

"Ya udah, Je. Tapi lu hati-hati ya."

Bel sekolah telah berbunyi lima belas menit yang lalu. Jeha dan Novi tengah berjalan di koridor dengan Edo yang mengikuti keduanya, lebih tepatnya mengikuti Novi.

"Beb, aku antar pulang."

"Ogah, gue bawa motor sendiri ya!"

Jeha diam saja. Edo yang tak kenal lelah menggejar Novi dan Novi yang selalu ketus pada Edo.

"Dah, Je. Hati-hati ya."

"Kamu juga, jangan cosplay jadi Rossi!"

Novi terkekeh. Ia belok ke arah tempat parkir diikuti Edo tentunya.

"Duluan, Je."

"Oke, Do. Semangat."

Jeha kembali meneruskan jalannya. Ia melihat suasana sekolah jika sudah bubar. Hanya ada beberapa anak paskib yang masih bertahan di sekolah untuk latihan.

***

Di lain tempat, Ry sedang menggunkan helmnya. Ia bersiap untuk memacu motor sebelum seseorang dengan sengaja duduk di jok belakang.

Aroma parfum yang menusuk dan dominan membuat Ry dapat mengenali siapa orang yang sudah berani duduk di jok belakang, pun tanpa merasa bersalah tangan orang itu melingkar di perut Ry.

"Turun!" Kata Ry pelan, tapi nada bicaranya menyiratkan kegeraman.

Selsa, gadis itu cemberut. Ry memang beda dari lelaki yang ia dekati, selalu menghindar dan memperlakukan dirinya dengan dingin.

"Enggak mau, kamu harus antar aku pulang!" Selsa semakin mengeratkan pelukannya.

Ry menghela nafas lelah. Ia ingin segera sampai rumah dan bermain PS terbaru miliknya. Tapi ternyata ia harus menghadapi si kucing garong ini terlebih dahulu.

"Emang gue pernah janji mau anter lu pulang? Enggak, kan?" Seraya menyentak pelukan Selsa.

Selsa yang merasa malu karena ditolak untuk kesekian kali turun dari boncengan motor Ry. Ia menghentakkan kaki dan bersedekap dada ke arah Ry.

"Kenapa sih, Ry? Apa kurangnya gue?"

Ry berdecih. Ia membuka helm agar lawan bicaranya, si cewek agresif ini tahu bagaimana Ry sangat muak menghadapinya.

"Sejak awal emang gue enggak tertarik sama lu, Sel. Gue selama ini cuman menghindar saat lu bertindak agresif."

Muka Selsa memerah. Air mata Selsa menumpuk di bawah kelopak mata. Ia ingin membalas perkataan Ry, tapi Ry lebih dahulu menyela.

"Kalau lu tanya apa kurangnya lu, harusnya lu tahu apa jawabannya."

"Gue enggak suka cewek agresif, gue enggak suka cewek manja, dan gue enggak suka cewek kriminal kayak lu." Jelas Ry, ia tak peduli saat air mata Selsa menetes.

"Kr-iminal?" Lirih Selsa.

"Iya, lu tahu semua maksud gue, Sel. Jangan sok polos begitu. Mulai sekarang jangan ganggu gue lagi."

Lalu Ry memakai helmnya kembali, dan segera pergi dari tempat parkir itu.

Tangan Selsa terkepal kuat. Wajahnya memerah.

"Argh! Ry!"

Edo dan Novi yang baru saja sampai di tempat parkir terkejut mendengar geraman Selsa.

Selsa pergi dari sana tanpa menyadari kehadiran Edo dan Novi.

"Kenapa tuh bocah?" Edo melihat Selsa yang berlari sambil menyeka matanya.

"Nenek lampir habis ditolak mungkin." Tebak Novi karena tadi ia mendengar suara motor Ry sebelum Selsa berteriak.

"Siapa yang nolak? Kakek lampir?"

Novi melirik Edo tajam.

"Mua... Tamu, Do!"

"Astagfirullah, beb!"

Novi beranjak dari tempatnya berdiri. Ia segera menaiki motornya dan bergegas keluar dari area parkir.

"Eh, tunggu, beb!"

***

Ry mengendarai motornya menuju gerbang sekolah. Ia menoleh ke kanan dan menemukan Jeha yang berjalan di trotoar. Ry menghentikan motornya untuk melihat ke mana Jeha akan berbelok setelah bertigaan di depan nanti.

Sebenarnya Ry sudah tahu jalan mana yang akan Jeha lewati. Dan benar dugaannya saat Jeha berbelok ke kanan, ke arah pasar.

"Tadi siang lu pingsan, Je!" Geram Ry. Ia melanjutkan perjalanannya.

***

Udara malam yang semilir membuat Ry merasa tenang. Ia sedang berdiri di balkon kamar. Rumah barunya yang terletak di dekat mall grand dan gedung pencakar langit lain, membuat pemandangan yang Ry saksikan adalah gemerlap lampu gedung.

Drrt!

Drrt!

Ponsel Ry yang berada di atas meja bergetar. Ry meraih ponselnya seraya duduk di kursi.

Suara di seberang tampak ramai. Ry sampai harus menjauhkan ponselnya karena kebisingan itu.

"Oke, gue OTW sekarang."

Setelah menutup panggilan telefon, Ry berjalan masuk ke kamar. Ia tak tau sejak tadi ada Jeha yang mengamati Ry dari balkon lantai dua rumahnya. Jeha mengernyit kala melihat Ry seakan terburu-buru masuk ke kamar.

Mata Jeha sukses melotot kala melihat Ry berseliweran tanpa menggunakan atasan. Sontak Jeha langsung menurunkan teropong milik kakaknya.

Jantung Jeha berdetak tak karuan. Ini sama saja ia sedang melakukan kejahatan. Dari pada menambah dosa, Jeha memilih pergi dan masuk ke rumah.

"Astagfirullah."

Ia baru saja pulang dari pasar dan memutuskan untuk ke balkon kamar kakaknya untuk menghirup udara agar pening di kepala hilang. Ternyata ada Ry di seberang sana dan membuat Jeha berinisiatif mengambil teropong milik Mira untuk melihat apa yang di lakukan lelaki itu.

Mama sedang pergi ke arisan kompleks jadi Jeha bisa leluasa naik ke lantai dua tanpa takut mama curiga.

***

"Bro!"

Ry datang, ia memanggil kawannya yang tadi menelefon. Suasana ramai persis seperti yang Ry bayangkan.

"Ry!"

Kedua lelaki itu bersalaman dengan gaya khas mereka.

"Gimana? Siap, kan, Bro?"

"Seratus persen."

Teman Ry terkekeh.

"Aman, kan?"

"Gue jamin aman, tenang aja, Bro!"

Ry mengangguk puas. Ia bisa mempercayakan semua sepenuhnya pada temannya ini. Ia ahli dalam bidang seperti ini.

"Motor yang bakal lu pake juga sudah siap. Test drive?"

"Oke."

Ry mencoba motor ninja hitam yang akan dia gunakan untuk menaklukkan jalanan malam ini.

Beberapa putaran membuat Ry semakin yakin ia akan menang. Sorak penonton semakin ramai saat melihat salah satu peserta yang sudah lama tak bertanding akhirnya kembali ke jalan.

"Fans lu pada kangen, Bro! Gila! Oke, kan motornya?"

"Enggak salah gue minta bantuan lu."

Beberapa menit mereka berbincang, suara seorang wanita mengalihkan fokus mereka.

Para pembalap diminta untuk bersiap ke arena. Iya, pembalap. Malam ini, Ry akan kembali ke dirinya beberapa tahun lalu.

Wanita cantik yang bergerak gemulai dengan membawa kain hitam di tangannya menuju ke tengah.

Ry dan pembalap lain mencoba bersiap. Mereka tak boleh lengah untuk melakukan start yang benar.

Satu!

Dua!

Tiga!

Kain yang dipegang ia lemparkan tanda balapan malam ini kembali dimulai.

Sorakan penonton yang sejak tadi menunggu balapan dimulai memekakkan telinga.

Ry memimpin, meski lama tak melakukan hal ini tapi Ry tetaplah Ry si raja jalanan.

Menikung tajam, Ry seakan menjadi profesional pembalap malam ini.

Ia sebenarnya rindu dengan sensai motor yang dipacu kencang tapi janjinya pada sang bunda membuat Ry harus hiatus panjang. Dan malam ini karena keterpaksaan Ry harus mengingkari janji itu.

Ia hanya berharap bunda atau orang rumah tahu kelakukannya ini.