webnovel

Hujan Siang Ini

Hujan mengguyur siang ini hingga membuat sebagian siswa harus menetap di sekolah karena tak bisa pulang. Bagi mereka anak-anak orang kaya dimana mobil mewah terparkir rapi di parkiran pasti hujan bukan lah kendala utama untuk pulang.

Nina duduk seorang diri di depan kelasnya. Matanya menatap rintik hujan yang terus saja jatuh membasahi bumi.

Senyum nya mengembang ketika ingatan memori di masa lalu melintas di otaknya, namun detik kemudian ia langsung menghapus kasar ingatan itu karena rasa kecewanya pada sang kekasih.

Kekasih? Ah, sudah hampir berapa lama mereka hanya saling diam tanpa bertegur sapa hanya karena perbedaan pendapat satu sama lainnya.

Jelas sekali bahwa ia tak menyetujui semua nya hari ini, namun kekasihnya jga tak ingin ikut caranya. Entahlah!

Hatinya tergelitik geli untuk mengingat masa lalu nya yang manis itu, tak bisa untuk di pungkiri bahwa ia merindukan kekasihnya yang berada di depan matanya namun tak bisa untuk ia sentuh.

Sekolah sudah sangat sepi, hanya tersisa beberapa anak saja yang entah memang menunggu hujan reda atau memang ingin menambah waktu lebih panjang lagi bersama kekasih maupun sahabat.

Nina bukanlah berasal dari keluarga miskin hingga ia harus menunggu hujan reda untuk pulang, bukan! Bukan seperti itu. Dia termasuk dalam kategori orang berada dan di segani di sekolah ini. Orangtuanya merupakan seseorang dengan donatur terbesar.

Hanya saja hari ini entah kenapa ia sangat malas untuk pulang, ia membiarkan hujan dan juga hawa dingin alami membalut tubuh nya itu.

"Nggak pulang?" Tanya seseorang yang langsung membuat Nina menoleh ke arah kanan nya dimana orang yang berbicara padanya itu berada.

Alis Nina terangkat sebelah ke atas ketika mengetahui bahwa yang sejak tadi mengajak nya untuk bicara itu adalah Lana Dirgantara.

"CK! Ngapain sih Lo kesini huh?" Sinis Nina.

"Berteduh," jawab Lana singkat, matanya yang tadi fokus pada Nina kini beralih untuk menatap ke arah hujan yang turun sangat lebat itu.

"Terlalu banyak tempat di sekolah ini untuk berteduh, kenapa Lo harus berada di sini?" Ketus Nina, tak ada sedikitpun lemah lembutnya pada Lana itu.

Bukannya menjawab Lana malah tersenyum dan terus memperhatikan hujan turun.

"Kayaknya mulai dari hari ini dan seterus nya kita sudah memasuki musim hujan,"

Nina menggeleng kan kepalanya ketika mendengar ucapan dari Lana itu, "Mulai dari sekarang dan seterusnya enyahlah Lo dan juga para sahabat Lo itu dari pandangan mata gue, karena gue jijik melihatnya! Apalagi Nanda itu! Cih! Gaya nya sok banget!"

Lana kembali mengalihkan tatapannya ke arah Nina yang nampaknya sangat kesal itu pada sang sahabat.

"Kenapa sih Lo benci banget sama Nanda? Memang nya Nanda pernah jahatin Lo?" Tanya Lana.

"Untuk apapun itu alasannya, gue punya hak penuh untuk membenci orang tanpa minta izin siapapun, bahkan Lo sekalipun!"

Lana diam, ia menatap wanita di hadapannya itu, Namanya Nina Palupi wanita cantik yang selalu mengibarkan bendera perang pada sang sahabat sejak hari pertama ia menginjak kan kakinya masuk ke sekolah ini.

"Lo benci hanya sekedar benci atau benci dengan maksud beneran cinta?" Tanya Lana kemudian.

"CK! Beneran cinta? No way!" Sinis Nina yang membuat Lana terkekeh mendengar nya.

Laki-laki itu menoleh ke arah beberapa orang di belah kiri saja, ada Nanda dan juga Gilang yang sudah menunggu nya.

Ia bangkit dari duduknya dan kemudian tersenyum ke arah Nina, "Mau kenalan sama aku?" Tanya Lana yang masih terkekeh. Ia mengulurkan tangannya ke arah Nina.

Nina tak menerima uluran tangan itu, malah ia membuang tatapannya ke sembarang arah, kemana saja asal bukan menatap Lana.

Melihat tangannya yang tak mendapatkan sambutan hangat dari Nina, Lana menatap miris ke arah tangannya itu namun tetap mengembang kan senyum nya.

"Gue pamit dulu, Lo kalau butuh apapun kasi tahu gue aja ya, dan satu lagi, jangan lupa pake jaket. Persediakan jaket dan payung karena saat ini sudah memasuki musim hujan." Ucap Lana.

"CK! Siapa Lo ngatur-ngatur hidup gue huh? Mau gue kehujanan kek, kedinginan kek, itu urusan gue. Nggak ada hubungannya sama Lo sama sekali. Jadi enyahlah dari pandangan mata gue seperti yang gue bilang tadi, gue enek liat Lo dan juga sahabat Lo itu." Jawab Nina.

Nanda Dan juga Gilang berada tak jauh dari tempat mereka berada itu langsung memberikan kode kepada Lana untuk menjauh dari Nina.

Lana menganggukkan kepalanya, "Gue cuma ingetin doang sih biar Lo nggak sakit. Entar kalau Lo sakit siapa yang akan nyindir Nanda? Lo harus punya banyak tenaga buat musuhin Nanda." Jawab Lana dan kemudian ia langsung pergi meninggalkan Nina seorang diri tanpa lagi mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Nina.

Nina menoleh ke arah Lana yang kini sudah bersama dengan Nanda dan juga Gilang. Mereka masuk ke dalam mobil masing-masing.

Mobil pertama yang meninggalkan sekolah adalah Lana, di ikuti dengan Gilang dan Nanda.

Sebelum Nanda meninggalkan parkiran itu, mata Nanda dan juga Nina saling adu tatap beberapa detik.

Tapi sama sekali tatapan mata Nina tidak melemah, ia benar-benar mengibarkan kebencian pada sosok Nanda yang menurut nya parasit itu.

Jika ada kata lain yang bisa menggambarkan betapa benci dan tidak sukanya Nina pada Nanda maka akan ia gunakan kata itu. Tapi sayang benci saja sudah cukup untuk menggambar rasa tidak suka kepada orang lain.

"Nanti, jika sudah waktunya akan gue perlihatkan pada Lo arti dari sebuah penyesalan yang mendalam Nan! Lo akan membayar semua yang telah Lo lakukan ini! Jangan panggil Nama gue Nina Palupi kalau nggak bisa membuat Lo menyesal! Lo memang pantas untuk menyesal daripada bahagia. Sekarang nikmati aja dulu Semuanya ini Nan, bahagiakan diri Lo secukupnya karena saat ini gue hanya bertugas untuk memantau Lo doang bukan untuk bertindak!" Ucap Nina dengan penuh geram pada Nanda yang kini sudah tak lagi terlihat batang hidungnya bersama dengan sahabatnya itu.

Nina menarik napasnya dalam-dalam dan kemudian ia keluar pelan-pelan. Ia melakukan itu beberapa kali untuk menenangkan dirinya sendiri. Benar apa yang dikatakan oleh Lana tadi bahwa membenci Nanda juga butuh tenaga yang ekstra.

Belum juga apa-apa ia sudah kelelahan seperti ini, sudahlah!

Nina bangkit dari posisi duduknya dan bersiap untuk meninggalkan sekolah.

Ia tak lagi memiliki mood untuk menikmati rintik hujan yang turun siang ini. Rasa kantuknya juga sudah menghampiri dirinya, benar apa kata orang kalau hujan ini enaknya tidur.