webnovel

Sarah adalah Primadona

Arsya juga turut senang, tapi yang membuatnya tidak begitu setuju adalah cara ayahnya yang merendahkan kinerja Arsya.

Arsya selama ini sudah berusaha semampunya, sampai menuruti apa yang ditegaskan oleh Nia pada setiap karyawannya.

Merubah setiap peraturan, dan mempertegas hukuman pada setiap karyawan yang melakukan kesalahan.

"Iya, ayah juga akan membelikanmu mobil baru. Hadiah untuk seorang Direktur Muda." Terlihat sekali sang ayah memanasi Arsya.

"Terima kasih Yah. Terima kasih." Radit begitu senang, sampai dia terus menyalami Hendrawan –bukan terlalu hijau karena jabatan, Radit merasa usahanya selama ini untuk lebih berkembang mulai menunjukkan peningkatannya.

Dia ingin menunjukkan kalau dia juga bisa sukses tanpa harus merebut kekuasaan kakak tirinya—Arsya, yang begitu sangat diimpikan oleh ibunya--Nia.

Nia selalu mencegah Radit untuk memilih sukses dengan caranya sendiri, dia hanya ingin jalan Radit lebih mudah dengan mewarisi seluruh harta kekayaan Hendrawan secara tidak sah karena menurut hukum, Radit tidak akan pernah mendapatkan harta kekayaan itu kalau bukan pemberian secara tulus dari Hendrawan.

Radit hanyalah anak dari pernikahan Nia dengan suami sebelumnya.

Hanya Mina-lah anak sah dari Hendrawan.

Mina masih berumur delapan tahun, dia juga anak perempuan yang otomatis hanya mendapat sebagian harta saja, lebih kecil dari Arsya.

Arsya pun langsung pergi ke kamarnya, meninggalkan obrolan yang menurut Arsya tidak perlu dia dengarkan.

***

Di tempat yang para pekerjanya menganggap itu adalah sebuah istana, dan para tamunya menyebut itu adalah surga dunia.

Di sinilah, Sarah kembali menjajakkan diri.

Dia memang sudah dilarang oleh kekasihnya, Amiruddin.

Tapi, Sarah belum mau menghentikan pekerjaannya selama dia belum dijamin penuh dan selama dendam di dadanya belum terbayarkan.

Terlebih rasanya jika tidak memuaskan para pelanggan yang silih berganti datang, dia rasanya kurang bisa membalas budi pada Madam Lia yang sudah membawanya dekat dengan kesuksesan di tempat ini.

Hari ini seperti biasa, mereka sudah berdandan.

Ada yang bertransaksi di luar, ada yang lebih menunggu pembeli datang ke sini ataupun seperti Sarah yang melayani di mana saja.

Tapi hari ini, dia ingin berkumpul dan bercerita dengan temannya yang lain dan memberikan wejangan serta pengalaman pada para pekerja yang baru terjun dan berniat menekuni pekerjaan itu dengan serius.

Ada yang terjerat masalah ekonomi, ada anak-anak SMA yang hanya ingin uang untuk menunjang penampilannya yang harus terlihat berkelas dan rela melayani Om Om yang lebih suka anak muda, dan beragam lainnya.

Tentunya juga, selalu ada yang bernasib seperti dirinya, yang sudah resmi bercerai.

Bedanya, kebanyakan dari mereka terlilit hutang dan harus membiayai anak-anak mereka.

Awalnya mereka juga tidak pede, seperti Sarah saat pertama kali dia melepas hijabnya.

Tapi lama kelamaan, jam terbang membuat mereka lebih berani menunjukkan diri dan memperbaharui tekhnik pemasaran mereka.

Bahkan, seiring bertambahnya orang-orang kaya, semakin banyak pula pesanan yang memanggil mereka.

Pernah juga, semua para pekerja di sinis yang sudah ternama diundang untuk pesta para komunitas di suatu tempat.

Biasanya di puncak, juga di tempat kemping agar tidak tertangkap intel-intel polisi jujur.

Kadang mereka juga dipesan oleh para tahanan yang bekerja sama dengan para polisi hidung belang, yang diam-diam melakukan transaksi di belakang kepala polisi mereka.

Begitulah jahatnya dunia luar, yang sudah banyak diketahui oleh Sarah.

Hotel yang bekerja sama untuk menjadi tempat pesta pun sudah tercatat oleh Madam Lia berikut hotel yang rawan juga tentunya tidak direkomendasikan pada anak buahnya, mereka juga mendapat pengarahan agar bisa merayu para pembeli untuk menambahkan bonus pada mereka.

Keuntungan yang didapat sangatlah besar hingga mereka semua bertahan di tempat ini dan malah semakin banyak saja.

"Mbak Sarah, ada yang mau pesan Mbak katanya. Dia rindu," ucap junior Sarah sembari cekikikkan.

Semua para senior dan junior yang sedang mengobrol juga mengagumi kemahiran Sarah dalam menggaet para pembelinya.

Walaupun usianya sudah lanjut, Sarah masih banyak pesanan dari para pembelinya yang selalu setia. Bahkan anak muda juga sering memesannya, ketimbang memilih para pekerja seks yang baru.

"Oh, ya? Siapa Tuan berbayar yang akan memesanku malam ini?" tanya Sarah sembari mengembuskan asap rokok dengan senyuman senang.

Rekan kerjanya juga tidak semuanya suka kalau Sarah mendapat lebih banyak pelanggan, beberapa yang merasa tersaingi juga banyak yang iri.

Ketika semuanya bersorak pada sarah, sebagian yang tidak senang justru mendesas-desuskan apa yang sudah dipakai oleh Sarah.

Mereka harus tahu pelet apa yang sudah dipakainya sampai para lelaki klepek-klepek pada dia.

Padahal Sarah itu menggunakan ini itu. Mungkin sudah rezekinya saja.

"Selamat malam, Ratuku," ucap si lelaki yang baru saja keluar dari penjara itu.

Semua terkejut, terlebih karena dia adalah seorang pembunuh.

Tapi, bukan karena takut –justru karena dia punya banyak uang dan mudah sekali dirayu untuk memberikan bonus pada pelayanan yang membuatnya senang.

"Dedi? Sudah lama tak berjumpa," jawab Sarah dan langsung berdiri dari duduknya.

Dipeluknya Dedi, dan lelaki itu tersenyum dengan mata jelalatan melihat dada Sarah.

"Aku baru saja keluar dari … ya, kau tahulah. Tempat yang pengap tapi tidak sepengap yang dibayangkan." Dedi berkata jujur, sudah tidak ada hal yang perlu dirahasiakan dari mereka soal background-Nya sebagai mantan narpidana.

"Wih, Om Ded sudah pulang toh. Boleh dong kalau besok malam sama saya saja," celetuk rekan kerja Sarah yang lain dan disambut sorakan centil dari semua orang yang ada di sana.

Sarah dan Dedi hanya tersenyum, keduanya sudah tak sabar untuk melepas kerinduan mereka.

"Jadi, mau bermalam di mana sekarang?" tanya Sarah.

Tangannya dikalungkan ke leher Dedi, dengan penuh godaan, dan tangan Dedi yang melingkar di pinggangnya pun semakin dikencangkan.

"Berhubung aku sudah tidak sabar, sebaiknya kita bermalam di kamar yang sudah disediakan di sini saja, Ratuku." Dedi menyungging senyum dengan bibirnya yang berusaha menyosor bibir Sarah, tapi dengan cepat telunjuk Sarah menghalangnya agar membuat Dedi semakin panas dingin.

"Eits, ini di depan umum. Ayo kita pergi ke kamar atas!" saran Sarah, dan mereka pun langsung pergi. Masih terdengar sorakkan yang lain, yang juga turut ikut senang atas pencapaian Sarah sebagai Ratu terlaris di sana.

Setelah keduanya masuk kamar, Sarah sangat tercengang Karena Dedi langsung menerkamnya.

Seperti harimau yang lapar, dan mendapatkan mangsa segar.

Sarah curiga, bukan karena Dedi terlalu lama di penjara dan tidak mengunjunginya.

Hanya saja, Dedi pasti terangsang dengan orang lain tapi beralih ke tempat ini.

Tempat yang bisa memberinya lebih mendapat kenyamanan daripada di luar sana yang begitu dingin –dan dengan pelayanan memuaskan tanpa memaksa karena para pekerja akan sangat bersedia.

Asal syaratnya, harus ada uang sebagai alat tukar mereka.

Melayani Dedi seperti melayani anak muda yang sebelum datang ke sini, mereka menonton film romansa terlebih dahulu, gairah mereka hanya menuntut untuk disalurkan saja tanpa rasa cinta yang menggebu atau hasrat menyukai Sarah seperti Amiruddin ataupun juga mantan suaminya dulu di saat dia masih mencintainya.

Semua nafsu lelaki bisa dapat dengan mudah Sarah baca.

Bahkan yang bertengkar dengan istrinya terus pergi ke tempat ini pun Sarah bisa tahu, dilihat dari gerak-gerik mereka dan cara merangsangkan serangannya pada Sarah.

***

Setelah Hendrawan memujinya di depan Radit, dan Radit juga sudah pergi ke kamarnya sebentar.

Radit kemudian kembali keluar kamarnya dan mengendap-endap.

Tiga baris pintu terlihat, yang pertama adalah kamar Arsya, yang kedua kamar Mina dan yang ketiga kamar dirinya sendiri—kamar Radit.

Radit melewati pintu kamar Mina dan kemudian membuka pintu kamar Arsya yang belum dikunci.