webnovel

JANGAN PANGGIL AKU KUCING

Dimas tak pernah menyangka bahwa kehidupannya akan berubah, saat dirinya merantau ke Ibu kota demi mengadu nasib. Berawal sebagai seorang pelayanan restoran di Jakarta, bekerja berkat bantuan teman lamanya bernama Vano. Namun, beberapa bulan kemudian Dimas berhenti dan bekerja di salah satu tempat hiburan malam. Semula, semuanya berjalan normal hingga suatu ketika ia diperkenalkan dengan seorang wanita bernama Jen. Jen sendiri merupakan wanita bayaran. Jen menawarkan kepada Dimas untuk meninggalkan perkerjaannya dan menjadi cowo bayaran (Escort) agar hidupnya bisa berubah. Pada awalnya Dimas bimbang, namun akhirnya ia mencoba jalan barunya tersebut. Benar saja, setelah berubah haluan dan menjadi cowo bayaran, kehidupannya berubah drastis. Hingga pada suatu ketika, ada seorang pelanggan bernama  Hans yang ingin memakai jasanya. Mulanya Dimas pun menolak, karena ia sama sekali tidak tertarik dengan pria apalagi sampai harus melayaninya. Namun, uang seakan menjadi senjata yang meleburkan harga diri. Hubungan Dimas dan Hans pada awalnya hanya sebatas pelanggan dan pemberi jasa. Namun, waktu seakan mengubah semuanya. Cinta yang tumbuh diantara keduanya seakan menjadi abstrak hingga terjalin sebuah hubungan terlarang. Hingga pada suatu ketika hubungan mereka diketahui oleh istri Hans yaitu Vera dan anak sulungnya bernama Chris. Vera bersama anak sulungnya melabrak Dimas dikediamanya. Karena kejadian itu hubungannya dengan Hans  menjadi renggang. Dimas pun seakan menghilang ditelan bumi. Setelah bertahun – tahun menghilang siapa sangka waktu mempertemukannya kembali, namun kali ini bukan dengan  Hans melainkan dengan Chris anak sulung dari Vera. Mereka yang awalnya bermusuhan karena kejadian dimasa lalu, justru menimbulkan benih – benih cinta diantara keduanya. Hingga konflik yang lebih tragis terjadi lagi dan membongkar siapa sebenarnya Dimas,  Hans, Vera dan Jen. .....

Ansyah_Ibrahim · LGBT+
Zu wenig Bewertungen
27 Chs

PART 12 - PERTENGKARAN

PERTENGKARAN VERA & HANS…

Sudah beberapa hari belakangan ini Vera memilih menyendiri. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Keluarga yang dulu tampak harmonis, kini seolah sedang berada diambang kehancuran. Tak lagi canda, tawa atau bahkan saling bertegur sapa. Semua penghuni rumah tersebut saling diam seribu bahasa.

Chris sudah mencoba membujuk ibunya untuk kembali beraktivitas, namun Vera seolah lebih memilih bersama kesedihannya sendiri. Kejadian yang menimpa hidupnya seolah menampar masa lalunya. Ia seperti menaiki mesin waktu. Kembali ke waktu dimana ia dulu mengenal Hans. Sosok pria yang begitu menawan dan mampu mencuri hatinya.

Jatuh cinta… itulah kata yang ia rasakan saat pertama kali bertemu dengan Hans. Tapi, rasa – rasanya semua itu berubah, ketika kejadian beberapa hari lalu ia ketahui. Rasa cinta yang dulu pernah ada, kini seakan memudar. Bukan karena waktu, melainkan karena perasaan yang terbelenggu. Terbelenggu oleh hadirnya orang ketiga yang diundang, namun menyelinap masuk ke dalam sendi – sendi kehidupan rumah tangganya.

Vera telah kehilangan cinta dan juga harga dirinya. Bahkan pernah suatu waktu ia mencoba mengakhiri hidupnya. Untung saja, anak semata wayangnya yaitu Chris berhasil menyelamatkannya. Namun, hari – harinya tidak lagi sama. Chris kini terus memantau ibunya. Ia takut jika ibunya akan melakukan hal yang sama.

….

Setelah melewati masa – masa yang sulit, Vera mencoba bangkit. Wanita paruh baya itu seolah ingin melawan kesedihannya. Meski harapannya telah pupus, namun ia sadar bahwa masih ada anak semata wayangnya.

…..

Mentari telah terbenam di ufuk barat. Waktu terus berjalan, bahkan jarum jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Namun, belum ada tanda – tanda kepulangannya. Wanita paruh baya itu senantiasa menunggu di ruang tamu sembari membaca buku. Sesekali ia mengintip dari sela - sela gorden , seolah berharap sang suami tercinta telah pulang.

….

Sebuah klakson mobil berbunyi keras. Sebuah isyarat yang menandakan sang suami telah pulang. Vera dengan singgap membukakan gerbang untuk sang suami tercinta. Sembari tersenyum manis ia menyambut kedatangan sang suami.

Setelah memakirkan mobilnya Hans lalu bergegas masuk kedalam. Vera lalu mengikutinya dari belakang. Setelah sampai di ruang tamu Vera tetap bersikap ramah terhadap suaminya.

"Mau minus apa mas?"

"Air putih ajah"

Vera membawakan segelas air hangat untuknya. Setelah melihat Hans agak santai, Vera mulai menunjukan amarahnya. Ia menunjukan sebuah foto dari ponselnya kepada Hans.

"Siapa Dia?". Sorot matanya begitu tajam. Penuh amarah dan kebencian.

"A..Aku tidak tahu" Ujarnya dengan terbata – bata.

Vera menyinglangkan kakinya. Ia menatap sang suaminya yang sudah gugup karena ketahuan akan perselingkuhannya dengan seorang pria.

"Kita langsung ke intinya saja mas. Jawab jujur atau lebih baik kita berpisah". Vera mencoba menahan air matanya. Ia tidak ingin terlihat rapuh dihadapan Hans.

"Aku mau mandi dulu capek" Hans pergi meninggalkan dirinya.

Seolah tidak terima, ia mencoba meraih tangan suaminya.

"Kita belum selesai" Ujarnya.

Bak kerasukan setan, tiba – tiba saja Hans melayangkan tamparan ke arah istrinya. Tamparan yang amat keras itu membuat Vera sampai terjatuh. Air matanya pun menetes. Wanita paruh baya itu sudah tak lagi kuat menahan segala kepedihan yang ia rasakan.

"Kalau kau sudah tahu jawabannya, tidak perlu tanya kepada ku!!" Bentak Hans.

Ucapan Hans seperti pisau yang menusuk jantungya. Vera tak pernah menyangka pria yang telah bersamanya lebih dari sepuluh tahun, bisa dengan tega melakukan hal seperti itu kepada dirinya. Hans seolah dibutakan oleh cinta. Cinta yang tak berujung. Cintanya dengan Dimas.

Sembari menahan sakit, Vera mencoba berdiri.

"Kenapa…kenapa kau melakukan ini mas?!" Tanya Vera. Derai air matanya semakin tak terbendung. Seperti hujan yang membasahi bumi.

Hans tersenyum sinis. Ia menatap Vera seolah adalah tersangka kejahatan.

"Kau bertanya kepada ku?". Tangan kanannya menunjuk ke arah Vera "Harusnya kau bertanya pada dirimu sendiri!!".

"Apa…apa salah ku?" Tanya Vera dengan nada merintih.

"Tak ingatkah kau, betapa jahatnya dirimu dulu" Hans menatap langit – langit, Ia mencoba menahan air matanya. "Dulu disaat aku terpuruk, apa yang kau lakukan?". Vera hanya bisa terdiam. Ia tertunduk malu. Hans yang ia anggap tersangka, kini seakan berbalik arah. "Jawab!!!" Bentak Hans…

"Itu sudah berlalu. Tak sepantasnya kau mengungkit masa lalu Mas". Vera mencoba membela diri. Namun, kalimatnya seakan adalah pedang bermata dua.

"Memang sudah berlalu Vera. Tapi luka itu tidak akan pernah hilang" Hans menujuk ke arah dadanya.

….

Vera mengira bahwa pertengkarannya akan membuat Hans seolah menjadi tersangka. Tapi pada kenyatannya, ia sendirilah yang menjadi tersangkanya. Vera seolah lupa bahwa di masa lalu ia juga pernah melakukan hal yang sama. Apa yang dirasakannya hari ini seperti mengulang masa lalu, di saat Hans sedang terpuruk.

….

Seperti pepatah mengatakan, apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Mungkin itu jugalah yang kini dirasakan oleh Vera. Ia menambur garam, maka ia juga akan merasakan asinnya kehidupannya. Tapi, haruskah hidup saling berbalas dendam. Bukankah rumah tangga dibangun atas dasar cinta dan kesucian. Jika tidak ada lagi cinta untuk apa tetap bersama. Untuk apa merajut bahtera rumah tangga, tapi memiliki tujuan yang berbeda.

Sembari mengusap air matanya, Vera memandangi foto sang suaminya yang terpajang di ruang tamu. Dilihatnya sosok pria bijaksana, baik dan suami bertanggung jawab. Tapi, semua itu dulu. Sebelum kejadian di masa lalu. Harapan seakan telah hilang. Ia telah ditelan bumi sampai tak tersisa. Untuk apa… untuk apa melanjutkan rumah tangga yang sudah tak harmonis. Hidupanya seakan telah kehilangan arah.

Vera lalu bergegas ke arah dapur. Ia mengambil sebuah pisau yang ada di rak piring. Kedua tangan kanannya sudah memegang pisau tersebut dengan sangat erat. Bahkan malaikat maut seakan sudah berada dihadapannya. Meski hatinya berat meninggalkan dunia ini, namun setan seolah merasuki pikirannya.

Vera pun terjatuh. Darah mulai mengalir dari tubuhnya. Ia kehilangan kesadaran. Matanya mulai menutup akan kehidupan duniawi.

"Mama" Teriak Chris dengan sangat kencang.

"Pah, tolong mama, pah" Teriaknya.

...

Hans mengendarai mobilnya dengan sangat cepat. Ia melanju melewati apapun yang kita berada dihadapannya. Tak peduli apakah itu lampu merah atau lampu hijau, ia terus saja melaju kencang. Di bangku belakang Chris terus menangis, ia memegang tangan ibunya.

"Jangan pergi ma" Rintih Chris.

Bisakah... Bisakah mengejar sang waktu dan mendahului takdir. Mengapa...mengapa kita seolah takut oleh kamatian. Bukankah kematian adalah hal yang pasti. Seperti dalam firman-Nya. Bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian. Lalu mengapa seakan kita takut. Apakah dunia ini terlalu berharga, ataukah kita belum siap menghadap sang pencipta.

...

Bersambung