webnovel

Suami Sandiwara

Dengan perasaan yang dag-dig-dug, Bia berusaha setenang mungkin berada dalam satu kamar bersama Cherry, terlebih setelah kejadian pagi ini.

"Lo, mau sarapan apa, biar gue pesenin."

"Terserah."

"Come on, jangan pernah ada kata terserah!"

"Yaudah, lo mau makan apa, gue ikut. Samaain aja!" Cherry mulai nge-gas.

"Ok, fine!"

Tiga puluh menit, service room datang dengan 2 menu makanan yang sama. Untung Cherry tidak mempermasalahkan menu sarapan yang di pesan Bia.

"Tadi malem kamu tidur dimana?"

"Kenapa emangnya?"

"Sorry ya, soal perjanjian itu."

"It's okay."

"Satu lagi...."

"What?"

"Ga jadi!"

Bia mendengus, menahan kesal. Sambil merapikan semua alat make-up nya, Cherry diam-diam memperhatikan Bia yang sedang memainkan gawainya.

"Kamu marah?" tanya Cherry sok polos.

"Bagus kalo lo sadar!"

Cherry kaget dengan dompet kecil berwarna merah itu.

"Ini kan?"

"Apa?" Bia penasaran.

"Itu kan dompet yang waktu itu gue liat," batin Bia.

Ketika dompet itu ia buka, sebuah cahaya yang menyilaukan menyeruak, memenuhi kamar itu hingga semua tampak putih karena pantulannya. Lebih dari sepuluh menit, Cherry memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Rambutnya ia jambak kuat-kuat. Bia panik, dia ingin menolong Cherrt, tapi badannya membeku, terkunci dan benar-benar tidak bisa digerakan sama sekali.

"Selamat datang kembali gadis kesayangan kakek!"

"Kakek buyut!"

"Untung aku memberimu ini, ingatanmu akan segera kembali. Apa kamu akan melanjutkan yang sudah kamu mulai?"

"Apa?"

"Lihatlah laki-laki yang sekarang bersamamu!"

Tiba-tiba kakek buyutnya menghilang, suasana kembali normal, cahaya itu padam begitu saja, begitu juga kondisi Bia. Satu-satunya yang tidak kembali adalah Cherry. Cherry yang sekarang adalah Cherry yang dulu, dengan sikapnya yang garang dan wanita yang penuh dendam.

"Cher! Lo ga apa-apa?" teriak Bia.

"Awas, lepasin!" teriak Cherry sambil melepaskan pelukan Bia.

"E....e.... sorry!"

"Beraninya lo meluk-meluk gue!" bentak Cherry.

"Gue ga bermaksud ngelanggar perjanjian nikah kita. Gue cuma khawatir lo kenapa-napa."

"Perjanjian nikah?" Cherry bengong dengan kalimat itu.

Semua berlalu begitu cepat. Dalam waktu sepersekian menit, Cherry telah mendapatkan semua ingatannya secara penuh. Rupanya selongsong peluru itu yang berhasil membangkitkan semua ingatan Cherry. Tentu tanpa sepengetahuan Bia. Kini Cherry dengan sadar, dia telah melakukan kesalahan terbesarnya, membunuh Goldi, calon suaminya dan menikahi Bia yang jelas-jelas target balas dendamnya.

"Arrrrgggh!!!"

"Semua ini gara-gara lo tau ga!"

"Gara-gara gue? Semua ini adalah rencana Papi, menggantikan Goldi untuk menikahi lo!"

"Kenapa lo iya-in kemauan Papi? Emang lo ga bisa nolak, sesusah itu buat nolak permintaan Papi?"

Sebenarnya tidak salah, apa yang dikatakan Cherry. Bia punya peluang untuk menolak perjodohan kemarin, tapi dia memilih untuk tetap menikahi Cherry dengan siap menerima konsekuensinya, termasuk saat semua ingatan Cherry kembali, seperti saat ini.

"Soal itu....."

"Apa? Jangan-jangan lo punya maksud ga bener kan, sampai-sampai mau nikahin gue? Lo mau balas dendam ke gue?"

Pertanyaan itu bergulir begitu saja. Padahal itu jauh dari sifat Bia. Justru yang punya rasa dendam adalah Cherry sendiri.

"Bia-Bia, bisa-bisanya kita nikah!"

Cherry terus menyalahkan Bia atas pernikahan yang sudah terjadi. Meski mereka belum melakukan apa pun, ini akan semakin sulit untuk Cherry. Dia tidak akan mungkin bercerai dengan Bia secepat ini.

"Terus mau lo apa sekarang?"

"Kita ga bisa juga cerai secepat ini, jantung Papi akan kumat. Itu sangat berbahaya untuk Papi. Gue ga siap nerima akibatnya," jawab Cherry lemas.

Meski ada juga rasa marah dengan papinya, tapi tetap saja, anak mana yang rela melihat orangtuanya sakit karena dirinya.

"Heh Bia! Denger ya, meski sekarang status kita suami istri, tapi jangan sekali-kali lo ambil kesempatan dalam kesempitan. Yang seharusnya jadi suami gue itu Goldi bukan lo, tau ga!"

"Benar, soal itu.....lo bener-bener ga inget, kalo tunangan lo ngilang?"

"Jadi.... Goldi bener-bener ilang ya, gue pikir ..."

Tiba-tiba Cherry menangis, mengingat semua yang telah terjadi, sebelum akhirnya dia dengan sengaja membunuhnya, meski pasa saat itu, raganya dikuasai oleh mahluk lain. Tapi, bagaimana pun juga, nyawa Goldi melayang di tangan Cherry.

"Lo tau dimana Goldi?" tebak Bia dengan ragu.

Cherry mengangguk.

"Jadi lo beneran tau? Orang tuanya masih mencari-cari keberadaan Goldi, sampai saat ini, bahkan Papi membuat perjanjian dengan orang tua Goldi, pernikahan kita akan berakhir jika tunangan lo kembali."

Tangis Cherry makin menjadi.

"Cher....lo denger gue kan?"

"Semua ini gara-gara lo, Bia!"

Plaaaaak...

Sebuah tamparan mendarat di pipi Bia.

"Gue ngapain?" Bia terheran-heran.

Cherry mengatur emosinya, sebelum dia berubah jadi sosok yang lebih menyeramkan dari sebelumnya.

"Heh, Bia! Denger ya, sekarang cuma lo yang tau soal ini. Goldi ga akan pernah kembali, dia sudah mati! Itu artinya, kontrak yang ditanda tangani Papi dengan orangtua Bia tidak akan pernah terjadi. Goldi ga mungkin hidup lagi. Lo tau kan? Itu artinya kita akan tetap punya hubungan seperti ini. Asal lo tau ya, gue pastiin lo ga akan pernah nyerein gue sebelum gue yang gugat cerai lo. Ngerti?!"

"Lo ngancem gue? Lo punya bukti apa kalo gue penyebab hilangnya nyawa Goldi. Atau bisa-bisa lo yang dipenjarain karena orang yang terakhir bersama dia adalah lo sendiri!"

Cherry terdiam, menelaah setiap perkataan Bia.

"Bener juga, senua bukti ngarah ke gue!" batin Cherry.

"Gimana, bener kan?" tanya Bia.

Mereka berdua diam seribu bahasa. Tapi, Bia tidak akan melakukan hal setega itu pada Cherry. Sekarang, dia benar-benar jatuh cinta pada Cherry, meski sudah kembali dengan sifat aslinya. Kali ini Bia bisa sedikit lega, kartu As Cherry ada di tangannya.

Teeet....teeet.....

"Siapa yang dateng?" tanya Cherry.

"Tunangan lo kali!" jawab Bia sekenanya.

"Eh...ngomong sekali lagi, gue lemparin vas bunga ini!"

"Coba aja! Mumpung tunangan lo ada di sini kan, silakan kalian berdua bisa lawan gue!" ejek Bia sambil membuka pintu kamar mereka.

"Bia!"

(Vas bunga melayang)

Cherry dengan lemparannya, tepat mengenai pelipis Papi. Papi mengerang kesakitan.

"Cherry! Apa-apaan kamu!"

"Maaf Pi, ga sengaja," sesal Cherry.

"Ngapain kamu lempar-lemparan vas bunga?"

"Gara-gara dia nih, Pi!" jawab Cherry sambil menunjuk Bia.

Beruntung di kamar hotel ada fasilitas P3K, Mami mengobati luka di pelipis Papi.

"Lo beneran mau ngelempar vas ke arah gue?"

"Yang nantangin duluan siapa? Udah tau Goldi udaaah..."

"Udah apa? Udah mati?"

"Ssttt... bisa diem ga mulut lo, gue lakban juga nih!" ancam Cherry.

Bia semakin asik menggoda Cherry, dia sengaja mengarahkan mukanya agar di lakban.

"Udah beres semuanya? Pesawat kalian satu jam lagi berangkat. Ayooo...." ajak Papi, satu-satunya orang yang paling bersemangat.

"Pesawat? Kemana? Siapa?" tanya Cherry bingung.

"Kalian berdua. Kalian kan mau honeymoon."

"Honeymoon?"

"Bia ga ngasih tau kamu?" tanya Papi.

"Tuh kan....udah Mami bilang, Cherry ga akan setuju tentang ini."

"Jadi, di sini cuma Cherry yang ga tau rencana ini? Bia kenapa lo ga ngasih tau gue?"

Dengan mulut yang bersungut-sungut, Cherry mengikuti langkah Bia.

"Mami, tunggu dulu, sini, Cherry mau ngomong," bisik Cherry sambil menculik Maminya dari samping Papi.

"Mami kok biarin Bia nikahin Cherry sih?"

"Hhhh....." Berat nafas Mami, bingung bagaimana menjelaskan semuanya.

"Kenapa? Ingatanmu udah kembali?" tanya Mami sambil memegang dahi putrinya.

"Mi!" Cherry menepis tangan Mami.

"Dunia ini seperti lagi main-main sama kita, Cher," kata Mami.

"Maksudnya?"

"Mami bener-bener ga habis pikir sama Papi. Sama sekali ga bisa diikutin jalan pikirnya. Tapi, gimana semua memori kamu bisa kembali secepat ini. Padahal kata dokter butuh waktu paling crpat dua tahun loh."

"Ini ga penting Mi, yang penting, gimana Cherry sekarang? Mami tau kan, bencinya Cherry ke Bia itu gimana? Mana mungkin Cherry bisa hidup berdua sama dia?"

"Tenang! Pernikahan kontrak kalian bisa berakhir kalo Goldi balik."

"Itu ga akan pernah terjadi!"

"Eh....maksud kamu apa, Cherry?" Mami menarik Cherry dan memelankan langkah mereka berdua.

"Ee....itu. Ga, bukan apa-apa. Maksud Cherry, semoga Goldi segera kembali."

Cherry menepuk jidatnya sendiri karena salah bicara.

"Ga ada yang boleh tau soal ini," batinnya.

"Cherry! Mami!"

Mereka berdua berlari kecil karena sempat tertinggal jauh di belakang Papi. Hotel tempat Cherry menginap memang bersebelahan dengan bandara. Papi sengaja memilihnya, agar mereka berdua tidak perlu tergesa-gesa dan terjebak macet.

"Bia....jaga Cherry!"

"Pasti Pi."

"Cher....hati-hati, ya..... Having fun!"

"Pi....ini harus banget ya?"

"Kenapa?"

Akhirnya Cherry mengalah. Tidak mungkin ia bisa merubah keputusan Papi. Hanya akan membuang waktu saja pastinya. Tepat di area Security Check Point 1 (SCP 1) mereka berpisah. Mami dan Papi melambaikan tangan begitu Cherry dan Bia masuk ke boarding lounge.

"Bia! Lepaain gue!" berontak Cherry.

Sebenarnya sudah dari tadi ia ingin melepaskan diri dari Bia, tapi karena masih di pantau orangtuanya, Cherry masih bersabar dan menunggu waktu yang tepat.

"Inget ya Bia, gue ga mau jadi istri lo beneran!"

"Iya bawel!"

Cherry menghempaskan tangan Bia yang sedari tadi menggandengnya, tidak terlalu keras sebenarnya, tapi membuat pundak Bia sampai cidera. Beruntung mereka masih mempunyai waktu yang lumayan banyak untuk membawa Bia ke pos kesehatan di bandara Soekarno Hatta.

"Puas lo sekarang?"

"Gue ga sengaja, gue udah bilang kan, JAGA JARAK!"

"Dasar cewek samson! Heran gue, cewek secantik lo tapi kelakuan bar-bar."

"Jadi lo ngakuin, kalo gue cantik, kan?"

Cherry tertawa puas. Tidak ada raut wajah penyesalan, setelah mematahkan pundak "suami sandiwaranya". Bahkan dengan sengaja ia melimpahkan semua barang bawaannya kepada Bia.

"Sayang.... bawain tas gue ya, semuanya!"

(Tertawa licik)

Kemudian Cherry pergi sambil ber-swafoto.

"Rasain lo! Mulai sekarang, rencana gue akan berjalan lebih mudah! Ternyata Tuhan masih berpihak ke gue."

"Haduh Bia-Bia! Lo harus terima nasib lo, hidup lo akan sengsara! Gue akan membuat lo bertepuk sebelah tangan. Itu akan lebih menyakitkan!"

Begitu besar keyakinan diri Cherry untuk membalaskan dendamnya pada Bia. Sampai-sampai matanya yang coklat, berubah warna menjadi merah menyala. Dia lupa mengenakan kacamata hitamnya, hingga beberapa orang yang tidak sengaja berpapasan dengannya, lari terbirit-birit. Untungnya Cherry segera sadar dan menundukan pandangannya.

"Bia, kacamata item gue!"