webnovel

Obrolan Serius

Setelah mengajak Kevin yang tak ingin ikut bersamanya, Albert akhirnya memutuskan datang ke rumah Pak Peter sendirian. Dia ingin menanyakan banyak perihal gangguan demi gangguan yang terus saja mengganggu dirinya juga Kevin.

Belum lagi, dia memang akan menepati janjinya sendiri yang mana, Pak Peter meminta Albert untuk datang ke rumahnya siang ini.

Sebelum mengetuk pintu, Albert segera membuka kalung pemberian Kevin yang sebelumnya diberikan untuk dirinya itu. Dia tak ingin Pak Peter merasa sakit hati karena pemberiannya itu tak dipakai oleh alamatnya.

Seperti biasa.

Rumah Pak Peter selalu sepi dan sepi. Sama seperti rumah Pak Arthur, rumah mereka berdua seperti tak berpenghuni.

Kosong, dingin, serta suasana mencekam yang selalu membuat bulu kuduk tiba-tiba merinding.

Sesaat, Albert melirik Rumah Pak Arthur yang tertutup rapat. Ada sekelibat keinginan di dalam hatinya, andai jika rumahnya sedikit terbuka, tentu Albert akan mengunjunginya sebentar untuk menanyakan suatu hal.

Tok tok tok...

Albert mengetuk rumah Pak Peter dan tak lupa, sambil mengenalkan dirinya.

Ceklekk...

Pintu itu terbuka dengan sendirinya.

"Masuk saja." satu suara cukup membuat Albert sedikit kaget. Dia segera masuk karena tahu suara tersebut berasal dari Pak Peter, walau sekarang keberadaannya entah di mana.

Sesaat dia melihat rumahnya sendiri dari sini. Tatapan Albert, tertuju ke arah jendela kamar yang mana, di sana terdapat Kevin sendirian.

Ada rasa sedikit khawatir dalam dirinya kalau-kalau karibnya itu diganggu. Tapi bagaimana lagi? Dia sudah berusaha mengajaknya dengan berbagai cara, namun Kevin tetap enggan untuk ikut.

"Kau sendiri? Mana Kevin?" seperti sudah satu tujuan pikiran Albert dengan pertanyaan Pak Peter, pria tua itu keluar dari kamarnya yang nampak gelap.

Sesaat Albert ingin sedikit melihat keadaan kamarnya, namun Pak Peter lekas menutup kamar itu.

"Emm, ada. Di rumah."

"Kau tak ajak?"

"Sudah. Tapi dia enggan. Katanya, dia sangat lelah."

"Oh. Itu sangat wajar." Pak Peter mengambil beberapa toples makanan dari lemari kecilnya, kemudian menyuguhkan makanan itu kepada Albert dengan senang hati.

Perlu Albert akui jika Pak Peter sangat baik. Dari awal kedatangannya sampai saat ini, Pak Peter selalu berbagi makanan untuk dirinya jika lebih. Sangat jauh berbeda dengan Pak Arthur yang terkesan sangat tertutup dan sulit untuk diajak bicara.

Entah bagaimana caranya Kevin bisa mengobrol dengan dirinya. Albert sedikit heran karena sampai saat ini, dia belum pernah sedekat itu dengan Pak Arthur.

"Makanlah. Kau sudah makan?"

Albert mengangguk sambil tersenyum. Tak lupa, air minum pun disuguhkan untuk dirinya di atas meja.

"Aku mendengar kabar dari Arthur jika gangguan itu masih tetap kau rasa bersama temanmu, Kevin ya?" tanpa ba-bi-bu, Pak Peter seketika berbicara to the point.

"Benar sekali. Bahkan aku heran mengapa mereka sampai menyakitiku, Pak? Perasaan, aku tak pernah melakukan hal yang bisa menyinggung mereka atau membuat kerusakan di rumah. Apa kau tahu, mengapa semua itu bisa terjadi?"

"Kau dan Kevin sedang diganggu seseorang yang sangat tak menyukai kalian berdua." Pak Peter menjawab. "Gangguan itu begitu besar dan kuat, Albert. Pengganggunya sangat pandai dan sulit dikalahkan dengan berbagai cara."

Albert terkejut mendengar ucapannya. Dia menelan salivanya dengan berat, seolah memang sulit mendengar ucapan itu namun memang, begitulah ada keadaannya.

"Lalu, apa bisa dihilangkan Pak? Atau setidaknya diminimalisir agar gangguan itu tak semakin banyak?"

"Aku tak bisa memastikan itu, Albert. Tapi aku selalu mengusahakan yang terbaik untuk kalian berdua." Pak Peter meneguk air putih lantas kembali menyimpannya. "Kalung itu, apa sudah kau berikan berikan kepada Kevin?"

Albert tercekat. Tubuhnya seolah kehabisan satu detik oksigen. Rasanya sangat sesak.

Dia tersenyum kaku. "S-sudah."

Pak Peter mengangguk yakin. "Bagus. Aku juga menyiapkan kalung untukmu. Tapi sebelum itu," Pak Peter membawa sesuatu dari sakunya. Sebuah kertas terlipat, yang kemudian dia bentangkan untuk ditunjukkan kepada Albert. "Kau lihat ini?" tanyanya kemudian sambil menunjuk gambar tengkorak seperti icon racun di sebuah minuman.

Albert mengangguk. "Apa itu?"

"Gambar ini tersimpan di gambar rumahmu kan?" Pak Peter kembali bertanya, dan Albert mengangguk.

"Nah. Ini tandanya, ada masalah serius yang sedang menimpa rumahmu, Albert. Maksudku, akan menimpa siapapun manusia yang masuk ke dalamnya."

"M-maksudnya, a-aku dan Kevin?" tanya Albert terbata-bata.

Pak Peter mengangguk kecil. Terlihat, seperti berat mengungkapkan hal itu kepadanya.

"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Berarti, ada hubungannya dengan kejadian jam terbang yang menimpa hidungku itu?" Albert menyaut kembali.

"Benar. Tapi..., berat hati aku katakan jika hal itu hanya permulaan saja, Albert. Mereka tampak senang menghancurkan kau dan Kevin. Mereka sangat jahat dan tak terampuni. Perlu banyak cara bagi kita untuk menghindari hal-hal tersebut."

"Tapi, mengapa hal itu harus terjadi? Memangnya apa yang aku atau Kevin pernah lakukan hingga membuat para penjahat itu senang sekali mengganggu kami? Apa kami pernah membuat kesalahan?"

Pak Peter menggelengkan kepalanya. "Menurut sepenglihatanku, kau tak bersalah apa pun, Albert. Begitu pula dengan Kevin. Kalian berdua tak bersalah."

"Lantas, mengapa mereka ingin mengganggu kami? Apa yang mereka inginkan dari aku dan Kevin?"

Pak Peter menghela napas dengan berat. "Kau sangat manis."

Lelaki itu terdiam. Dia nampak tak paham dengan apa yang Pak Peter katakan.

Selalu saja ada sesuatu yang tak bisa membuat dia bisa memahami dengan jelas, apa yang lawan bicaranya katakan. Ada banyak teka teki dari Pak Peter yang tak bisa dilumat habis oleh Albert. Entah dirinya yang tak bisa menangkap dengan rinci, atau pembicaraan Pak Peter sendiri yang selalu membubuhkan tanda tanya besar.

"Kau dan Kevin sangat harum bagi mereka yang menyukaimu." jelas Pak Peter kemudian. "Maksud menyukai itu, dalam hal negatif ya. Kalian sangat diincar oleh para pengganggu karena kau dan Kevin sangat klop. Auranya sama, cahayanya sama, dan energinya sama. Entah bagaimana kalian bisa sama seperti itu. Apa, kalian saudara?"

Albert menggelengkan kepalanya. "Tidak, Pak. Kami bukan saudara. Kami hanya teman biasa yang dekat karena ini."

"Tapi heran sekali ya. Mengapa bisa sama?"

"Kalau menurut kau, mengapa bisa seperti itu?" Albert balik bertanya. Dia yakin jika Pak Peter pasti paham mengenai hal ini.

"Mungkin, kalian lahir di hari yang sama?"

Albert terdiam. Dia berusaha mengingat dengan jelas hari lahir dirinya dengan Kevin.

"Ba-"

"Ah iya. Benar sekali!" sela Albert. "Kami lahir di hari yang sama. Hari Jumat tepatnya."

Pak Peter mengangguk. "Itu sebabnya, Albert. Kau harus lebih berhati-hati lagi karena kita tak tahu bahaya ke depannya akan seperti apa. Kau dan Kevin saat ini sedang berada dalam situasi yang sulit. Jadi, waspadalah."

...