Sebuah sinar yang berada di sudut ruangan mampu menyilaukan mata Kevin. Dia memejamkan mata sesaat untuk menenangkan keadaan.
Setelah di rasa cukup baik, Kevin kembali membuka mata dan melihat sinar itu masih terus bercahaya.
Karena penasaran, dia lantas membenahi beberapa kursi yang menghalangi cahaya itu. Jam dinding usang, meja rusak dan beberapa kayu balok dia pindahkan hingga tak jarang dirinya terbatuk-batuk atas itu.
Cahaya itu berasal dari sebuah kotak kecil yang terselip dari balik kayu.
Kevin tak banyak berpikir selain memastikan benda apa yang berada di sana. Tak peduli dengan berantakannya barang-barang itu, Kevin bersikeras untuk tetap memeriksanya.
Dari dulu, dia memang terkenal sebagai anak yang keras kepala dan teguh pendirian. Banyak sekali temannya yang mengakui hal tersebut. Kadang atas sikapnya, ada beberapa orang yang merasa senang dan ada beberapa orang pula yang merasa kesal karena keputusan Kevin terlalu sulit diubah.
Ketika dirinya berkata A, maka akan tetap A. Tidak bisa dengan mudah dia merubah keinginannya kepada B jikalau tidak ada pembuktian yang cukup kuat untuk mematahkan pendapatnya.
Maka dari itu, Albert juga sudah tak heran lagi melihat sikap keras kepalanya Kevin. Dia sudah tahu banyak dan mereka berdua sama-sama saling memahami karakter masing-masing.
Keadaan ini tentu tak selamanya merugikan orang lain atau Kevin itu sendiri. Kadang, dia juga merasa senang karena pendapatnya tak mudah dibantah dan sulit terbantahkan. Lagipula, dia memutuskan suatu keputusan bukan karena asal memutuskan saja. Ada beberapa riset dan keyakinan penuh tentang dirinya akan hal itu hingga membuat Kevin tetap teguh dengan pendapatnya.
Merasa kini cahaya itu sudah ada di depan mata, Kevin lantas membuka kotak tersebut.
Krekkk!!!
Kevin terbelalak tak percaya saat melihat sesuatu ada di depannya. Benda itu, benda itu...
Adalah benda yang selama ini mereka cari!
Dengan gemetar, Kevin mengambil benda itu dari tempatnya. Tubuhnya keringat dingin. Kakinya seolah tak berpijak karena mampu memegang batu Ruby yang selama ini Pak Arthur ceritakan.
Batu berwarna biru itu cukup membuat Kevin jatuh cinta. Matanya terus memandang tak percaya. Bibirnya kelu tak karuan. Yang ada, hanya keterkaguman Kevin dalam memperhatikan batu itu tersebut yang sangat indah dipandang.
Ada satu hal yang membuat Kevin takjub. Yaitu batu Ruby tak memancarkan sinar yang menyilaukan mata saat dia memegangnya. Hanya cahaya kecil yang terangnya menerangi sekeliling batu itu saja. Tak seperti sebelum dirinya melihat pantulan cahaya tersebut yang menyilaukan mata.
Ada bening cahaya transparan di dalam batu tersebut. Sebuah gradasi indah antara warna biru tua, biru muda dan putih bening. Ini cukup membuat Kevin terdiam takjub selama beberapa saat, karena selama dirinya hidup, Kevin belum pernah menjumpai batu tersebut.
Sampai dengan kepalanya yang berat pun, Kevin tak merasakannya lagi. Batu itu seperti memberikan energi positif yang begitu besar kepada dirinya, atau kepada siapa yang melihatnya.
Sungguh senang seorang Kevin mampu menemukan batu itu. Dia bahagia dan bersyukur karena diizinkan sebagai perantara untuk menemukan batu tersebut.
"Pantas saja banyak orang yang mengincar batu ini. Rupanya, batu Ruby memang istimewa dan terlihat berkelas," serunya di dalam hati.
"Kevin?"
Pria itu terperanjat kaget saat ada seseorang yang memanggil namanya.
"Rupanya kau di sini?"
Kevin menoleh ke belakang dan melihat Pak Arthur dan Albert sudah berdiri di sana.
"Ada apa?" tanya Albert kemudian.
"A-aku, aku sudah menemukan batu itu."
Kedua orang itu kembali terkejut karena tak percaya dengan apa yang diucapkan Kevin. Mereka terbelalak dan segera memastikan apakah yang diucapkan pria itu benar ataukah salah.
"Ini batu yang kau maksudkan?" tanya Kevin.
Pak Arthur menutup mulutnya dengan kaget. Dia memperhatikan batu itu dan menatap Kevin secara bergantian. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya, selama beberapa saat Pak Arthur diam membeku di tempat.
"Di mana kau menjumpai batu itu?" Albert menimpali. Kembali tak percaya dan sekaligus takjub melihat keindahan batu biru yang sedang dipegang oleh Kevin.
"Aku menjumpainya di sini," Kevin menunjuk sudut ruangan itu dan ketiga orang itu melihatnya.
"K-kau sebenarnya siapa Kevin?" tanya Pak Arthur, "Aku tak percaya ternyata kau yang menemukan batu ini."
"Apakah ini benar batu yang kau ceritakan itu?" Kevin kembali memastikan. Dia sangat terkejut karena batu yang dia pegang sama dengan batu yang ada dalam mimpinya saat itu. Benar-benar persis dengan bentuk yang tidak terlalu lonjong, bahkan cahayanya pun begitu menyilaukan mata.
Mereka hanya bisa terdiam sambil terus memandangi batu tersebut. Apalagi Kevin dan Albert yang baru pertama kali menemukan batu seindah itu. Mereka percaya jika dijual ke seorang kolektor, pasti akan dihargai mahal sekali. Secara batu itu entah berasal dari mana dan keindahannya tentu membuat siapapun orang yang melihatnya merasa terpukau.
"Ini sangat indah sekali...." seru Albert, "Aku tak percaya bisa melihat batu seindah itu. Seumur hidup baru kali ini aku berjumpa dengan batu yang begitu memanjakan mata seperti ini."
"Benar sekali," Kevin menyaut, "Ketika aku pertama kali menjumpainya pun, aku tak percaya ternyata batu yang seringkali aku dengar di cerita dongeng ternyata ada juga di dunia nyata."
"Aku tak percaya ternyata kau yang bisa menemukan batu ini," seru Pak Arthur tak menyangka, "Kau sangat hebat, Kevin. Aku yakin kamu memiliki hubungan dengan batu tersebut hingga kau bisa menemukannya."
"Maksudnya?" Kevin merasa heran.
"Aku sulit menjelaskannya karena kau tidak akan paham. Nanti kalau aku memahaminya sendiri secara perlahan. Tapi setelah aku mendengar mimpimu dan melihat kau yang menemukannya, aku yakin kita semua akan selamat dan jangan lupa untuk terus berdoa kepada Tuhan, agar Dia selalu menjaga kita di manapun kita berada. Yang terpenting kita jangan pernah takut dan jangan menyerah untuk bisa tetap mencari cara pergi dari sini. Ini adalah awal yang baik bagi kita, dan aku sangat mengharapkan hari ini datang. Terima kasih, Kevin. Kau begitu jeli menjumpai batu ini hingga membuat aku merasa lebih tenang."
Meskipun masih ada rasa heran dan bimbang yang campur aduk, Kevin tersenyum kecil melihat Pak Arthur begitu antusias ketika dirinya mendapati batu itu sudah ada di tangan mereka.
Entah bagaimana, Kevin pun merasa jauh lebih tenang ketika dia menemukan batu itu. Dia sudah merasa jauh lebih baik dan tidak lagi banyak bersinggungan dengan hal-hal berbau mistis.
"Memangnya ada hubungan apa antara aku dengan batu ini, Pak? Aku benar-benar tak mengerti dengan semua ini," ujar Kevin kemudian.
Pak Arthur menepuk pundak kedua anak itu. Dia tersenyum bangga, seolah keruwetan hatinya seketika hilang ketika melihat batu itu sudah ditemukan.
"Nanti kau akan tahu juga. Jangan khawatir, secepatnya kita akan segera mengetahui siapa para pecundang itu."
...