webnovel

Istri Yang Ku Sia-Siakan

"Aku minta maaf, aku menyesal." "Sudah terlambat, Mas. Aku lelah." Seandainya waktu bisa diulang kembali, Dario akan memperlakukan istrinya dengan baik. Sekarang hanya penyesalan yang tersisa. Namun Dario tidak akan menyerah, dia akan melakukan apapun agar istri yang telah dia sia-siakan mau memaafkan dan kembali padanya. Savanna dilema dan bimbang. Rasanya dia sudah tak sanggup lagi berumah tangga dengan suaminya. Namun melihat usaha suaminya yang mati-matian, Savanna juga tidak tega. Akankah Savanna memaafkan suaminya dan mau kembali padanya?

Apry_Yanto · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
11 Chs

Chapter 2 Ciuman Paksa

"Morning

Savanna tersentak, baru saja membuka sudah disambut oleh sapaan yang membuat bulu kuduknya merinding

Savanna terheran-heran melihat suaminya tiduran dengan posisi miring menyangga kepala dan menatap ke arahnya. Semakin heran saat melihat suaminya tersenyum. Sejak kapan suaminya yang dingin ini bisa tersenyum.

"Kamu ngapaian, Mas?"

"Menyapa istriku."

"Menyapa?"

Dario mengulurkan tangan dan mengusap pipinya, seketika Savanna berjengit menjauh.

"Kenapa sih? Kenapa menjauh?"

"Mas yang kenapa? Kenapa tiba-tiba berubah gini?"

"Berubah gini gimana?"

"Ya tumben-tumbenan Mas menyapaku, terus tersenyum dan mengusap pipiku lagi. Mas nggak kesurupan setan bucin kan?"

Savanna meletakkan tangan di dahi suaminya dan membaca doa-doa.

Dario berdecak

"Apa-apaan sih kamu. Aku nggak kesurupan.

"Sebentar, Mas. Aku akan berusaha mengeluarkan setan dari tubuh kamu," Savanna masih terus menempelkan tangan di dahi suaminya.

"Keluarlah kau setan bucin. Jangan merasuki tubuh suamiku."

"Hana, astagaaa," Dario mencengkeram pelan tangan istrinya, "Aku nggak serupan. Ya oke tingkah aku mungkin berbeda dari biasanya, tapi bukan berarti kesurupan."

Savanna mengerjab beberapa kali, "Terus kenapa kamu bertingkah gini?"

Dario menghela napas.

"Semalam aku sudah berpikir."

"Loh Mas punya otak kok bisa mikir."

"Ck, aku serius."

Savanna berdecih, "Yaudah mikir apa?"

"Aku sadar selama ini aku cuek, dingin, dan nggak peduli sama kamu."

"Kemana aja, kok baru sadar sekarang. Ah aku tau, kamu kan sibuk mikirin mantan."

"Aku sibuk kerja."

"Dan sibuk mikirin mantan," kekeh Savanna.Kenyataannya memang begitu, Dario selalu bisa. meluangkan waktu Ziya, mantan istrinya, tapi tidak pernah ada waktu untuk dirinya. Pun saat Savanna membutuhkannya, Dario tak pernah ada. Sedangkan Ziya, miscall sekali aja, Dario langsung ke rumahnya.

"Kenapa sih kamu cemburu sama Ziya. Ziya masa laluku. Kamu tau kan, aku deket sama Ziya karena dia sakit kanker. Umurnya juga nggak akan lama. Ziya sengaja pura-pura selingkuh karena dia sakit dan berharap aku bahagia dengan perempuan lain. Aku hanya ingin menemaninya didetik-detik terakhirnya.

"Terakhir apanya? Udah dua tahun nggak mati-mati mati juga."

"Savanna jaga bicara kamu!"

"Kamu tuh dibohongi, Mas. Ziya beneran selingkuh, tapi karena selingkuhannya nggak sekaya kamu, dia membuat scenario seolah-olah dia sakit untuk mencari perhatian kamu. Dia ingin rujuk sama kamu."

"Bicara kamu nglantur sekali. Ziya beneran sakit, ada surat resmi dari dokter."

"Semua bisa direkayasa, Mas."

"Tapi tidak dengan nyawa. Ziya nggak mungkin berbohong dia ingin mati."

"Kamu nggak tau aja jalan pikirin Ziya sebenarnya."

"Memangnya kamu tau apa? Kamu baru enam bulan mengenal Ziya. Aku mengenalnya dari kecil. Aku tau dia seperti apa. Aku yakin dia nggak mungkin berbohong."

Lelah. Savanna memilih diam. Sorot matanya yang berapi-api mulai meredup. Rasanya capek menjelaskan kenyataan pada seseorang yang hati dan pikirannya sudah dipengaruhi

Benar juga Savanna baru mengenal Ziya selama enam bulan, tapi dia tidak sebodoh Dario yang mau-mau saja dibohongi. Savanna juga sudah menunjukkan beberapa bukti, tapi Dario tak pernah percaya.

Sampai akhirnya Savanna berpikir....

Dario bukannya tak percaya, tapi tak ingin percaya. Dario masih mencintai Ziya dan menggunakan kesempatan ini untuk terus dekat dengan mantan istrinya itu.

"Savanna, aku-"

"Terserah, Mas. Aku nggak peduli. Lagian kita kan mau cerai. Terserah kamu mau peduli sama Ziya atau wanita manapun."

Savanna duduk, ingin turun dari ranjang, tapi Dario menarik tangannya hingga dia tertidur lagi di ranjang dengan posisi masuk dalam pelukannya.

Dario menimpakan kaki di kaki istrinya agar tak kabur, tangan kirinya sebagai bantal Savanna, sedangkan tangan kanannya melingkar dipinggangnya.

"Mas apa-apaan kamu, aku sesak."

"Aku nggak mau cerai."

"Terserah, tapi keputusanku sudah bulat. Nggak ada lagi yang bisa dipertahankan dalam pernikahan kita."

"Ada. Azzam dan Azzura sayang banget sama kamu."

100

"Nggak usah jadiin mereka sebagai alasan."

"Tapi kamu sayang juga kan sama mereka?"

"Nggak."

"Bohong."

"Aku nggak sayang Azzam, aku nggak sayang Azzura, aku juga nggak sayang kamu."

"Kedua-duanya bohong. Aku tau kamu sayang aku."

"Kepedaan kamu, Mas."

Dario mengendurkan pelukannya dan menatap tepat di bola mata istrinya, pun dengan Savanna yang langsung berhenti berontak. Seolah terhipnotis, matanya tak bisa teralih dari mata elang suaminya.

"Awas aja, jangan berani-berani menciumku."

Cup...

Mata Savanna melotot.

"Mas kamu-"

Cup...

Sekarang Savanna melotot sambil ternganga. Savanna tidak bisa membayangkan ekspresinya seperti apa sekarang. Bangun tidur, wajah kusut, rambut acak-acakan, mata melotot, mulut menganga. Pasti jelek sekali. Mungkin juga napasnya bau jigong, tapi Dario sama sekali tak peduli dan terlihat masih ingin menciumnya lagi.

"Mau cium lagi?"

"Nggak!"

"Nggak nolak kan maksudnya?"

"Nggak mau ihh."

Dario tertawa kecil. Lalu perlahan tawanya menghilang dan wajahnya berubah serius. Secara otomatis, Savanna juga ikut serius. Dia pun sudah berhenti berontak Sejak tadi tubuh mungilnya masih ada dalam rangkulan suaminya.

Jadi seperti ini rasanya dipeluk suami sendiri. Setelah dua tahun, akhirnya Savanna bisa merasakannya. Meskipun dia ingin bercerai, hatinya belum rela sepenuhnya untuk berpisah. Detak jantungnya yang menggila dalam pelukan suaminya, tidak bisa dibohongi. Savanna ingin terus bertahan, tapi Savanna tak kuat harus tekanan batin setiap hari.

Seandainya Savanna tidak mencintai Dario, saat melihat Dario bersama Ziya, hatinya tak akan sesakit ini. Dan Savanna tak akan meminta cerai, karena meskipun Dario tidak pernah menyentuhnya, Dario memberikan banyak uang dan tidak pernah memaksanya ini itu.

"Sekali aja. Beri aku kesempatan sekali."

"Udahlah, Mas. Aku udah capek."

"Sekali ini aja, please."

Savanna diam sesaat.

"Nggak, Mas. Keputusanku sudah bulat. Aku

benar-benar udah nggak kuat."

Savanna menyingkirkan tangan Dario yang memeluk pinggangnya, tapi Dario enggan melepas pelukannya.

"Mas, aku mau ke kamar mandi."

"Sebentar."

"Aku udah kebelet ini, mau aku pipis di kasur!"

Dario langsung melepas pelukannya. Savanna melengos dan segera masuk ke dalam kamar

"Ck, udah aku tahan-tahan dari tadi."

mandi.

Seperti biasa setelah bangun, Savanna langsung menyiapkan sarapan. Bagaimanapun sekarang Savanna masih menjadi istri Dario. Savana harus tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu.

Namun begitu dia sampai di dapur, darahnya langsung mendidih melihat Ziya sedang memasak.

"Nggak punya rumah ya, pagi-pagi udah di rumah orang," sinis Savanna.

"Ini rumahku," ucap Ziya dengan penuh percaya diri," Jangan lupa, Savanna, sebelum kamu tinggal di sini, aku sudah lima tahun tinggal di sini. Dan sekarang aku kembali, sudah saatnya kamu pergi. Dan kamu jangan lupa, aku yang menemani Dario dari bawah. Dia sukses juga karena aku. Kamu nggak ada apa-apanya, kamu nggak akan mampu bersaing denganku. Lebih baik cerai saja denganMas Dario."

"Oke."

Ziya mengernyitkan alis.

"Oke?"

"Kenapa? Kaget ya aku nggak marah atau nyindir-nyindir kamu? Udah males. Terserah kamu mau di rumah ini. Mau masak, mau tidur, atau mau salto jungkir balik juga terserah."

Ziya terdiam sesaat. Dia masih terkejut Savanna tiba-tiba berubah cuek. Biasanya saat Ziya datang ke rumah, ada saja tingkah Savanna untuk mengusirnya. Savanna pernah menumpahkan makanan ke bajunya, pernah menyindirnya dengan kata-kata pedas, bahkan pernah menjambaknya.

Tapi sekarang Savanna hanya cuek.

"Nggak usah kaget gitu, biasa aja mukanya," Savanna mengambil apel dan mengigitnya.

"Apa yang sedang kamu rencanakan? Kamu pasti

merencanakan sesuatu kan?"

Savanna tertawa.

"Sini deh sini, aku kasih tau rencanaku, aku berencana mau bunuh kamu. Jijik aja liat pelakor. Pelakor tuh sampah dan pantas disingkirkan. Tapi nggak jadi, toh kamu juga lagi sakit, bentar lagi juga mati kan."

"Jaga bicara kamu. Aku nggak akan mati, tidak secepat ini. Penyakitku pasti segera sembuh."

"Jangan main-main deh sama penyakit. Kena kanker beneran, nangis darah kamu."

Ziya mengepalkan tangan, dia selangkah maju, ingin menampar mulut kurang ajar Savanna, tapi tertahan melihat Dario berjalan ke arahnya.

"Kenapa sih, hiks, kenapa kamu jahat banget sama aku, Savanna. Kamu bahkan mendoakan aku cepat mati. Aku di sini berjuang mati-matian untuk kesembuhanku, tapi kamu justru..."

"Ziya, kenapa?"

"Mas Dario," Ziya memeluk Dario dengan air mata berderai.

"Aku nggak tau apa salahku sama istri kamu. Berulang kali aku bilang, aku nggak ada niat jadi pelakor, aku hanya ingin menghabiskan sisa waktu ku bersama Azzura dan Azzam. Tapi Savanna terus menuduhku pelakor, dia bahkan menyumpahiku cepat mati. Hiks."

Dario menatap tajam Savanna. Sementara Savana memutar bola mata malas sambil terus mengigit apelnya dengan santai.

Dulu Savanna akan menjelaskan ini itu, tapi sekarang.... Savanna bodoh amat. Mau Dario marah, membentaknya atau apapun itu, Savanna tidak peduli.

"Ziya, yang kenceng dong nangisnya, akting kamu

kurang bagus deh, belajar lagi sana.

"Savanna cukup!" bentak Dario.

"Savanna selalu seperti itu, Mas. Padahal aku inginberteman dengannya. Aku tulus dan nggak ada niat merebut kamu. Aku sudah melupakan masa lalu kita dan menganggap kamu sebagai abangku."

"Iya, aku percaya," Dario mengusap rambut Ziya dengan lembut, "Udah jangan nangis ya."

Savanna menghembuskan napas kasar.

"Serah deh, aku mau ke kamar. Have fun ya.

Savanna tersenyum, berbalik badan, dan seketika itu matanya menetes. Sekuat apapun dia, melihat suaminya membela perempuan lain di depannya, hatinya tak akan sanggup. Savanna tidak sekuat itu. Savanna bisa menahan luka fisik, tapi jika hatinya yang sudah tersakiti, Savanna tidak akan bisa menahan air matanya.