webnovel

Istri Yang Ku Sia-Siakan

"Aku minta maaf, aku menyesal." "Sudah terlambat, Mas. Aku lelah." Seandainya waktu bisa diulang kembali, Dario akan memperlakukan istrinya dengan baik. Sekarang hanya penyesalan yang tersisa. Namun Dario tidak akan menyerah, dia akan melakukan apapun agar istri yang telah dia sia-siakan mau memaafkan dan kembali padanya. Savanna dilema dan bimbang. Rasanya dia sudah tak sanggup lagi berumah tangga dengan suaminya. Namun melihat usaha suaminya yang mati-matian, Savanna juga tidak tega. Akankah Savanna memaafkan suaminya dan mau kembali padanya?

Apry_Yanto · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
11 Chs

BAB 8 TERPESONA

"MOMMY SAMA DADDY NGGAK AKAN CERAI NGGAK AKAN PERNAH!" Azzam berteriak dan menatap tajam Helena.

Helena ternganga tak percaya cucunya berani membentaknya, sementara Antony tersenyum penuh bangga pada cucunya.

"Savanna angkat dong. Kamu dimana sih.

Dario terus menelpon istrinya dengan khawatir.

Apa benar jangan-jangan Savanna kabur?

"Aku mau cari Savanna dulu, Ma, Pa. Aku titip anak-anak."

Tanpa menunggu jawaban kedua orang tua dan anak-anaknya Dario langsung keluar rumah. Azzam ingin ikut, tapi Antony melarang, biarlah Dario sendiri yang mencari Savanna dan mereka bisa bicara empat mata.

"Savanna."

"Bu Liliana."

Savanna memeluk perempuan berusia lebih dari setengah abad itu dengan erat. Namanya Liliana, ketua yayasan panti asuhan Kasih Bunda, yang telah membesarkan Savanna sejak masih bayi. Savanna sudah menganggap Liliana seperti ibu kandunng sendiri.Setelah menikah, Savanna sudah jarang ke sini. Mungkin sekitar dua sampai tiga kali sebulan. Jarak dan waktu, menjadi kendala utama.

"Gimana kabar ibu?"

"Kabar baik. Kalau kamu, gimana kabar kamu?"

"Aku juga baik, Bu."

Savanna melepas pelukannya. Liliana memandang wajah cantik itu dengan sorot mata teduh. Rasanya baru kemarin Liliana menemukan Savanna di dekat gerbang panti asuhan, sekarang Savanna sudah besar dan menikah. Waktu berlalu begitu cepat.

"Ibu ikut bahagia kalau kamu bahagia. Ibu juga selalu berdoa agar kamu bahagia."

"Terima kasih, Bu. Ohya, Bu, tadi Savanna bawa makanan, masih di mobil."

"Ayo ibu bantu turunkan."

"Iya, Bu."

Mereka pun menuju ke halaman depan, ternyata anak-anak sudah ada di sana. Ada juga Ola yang menjaga mereka. Ola dan Savanna seumuran, tapi sayangnya sejak kecil mereka kurang akur

"Tante Savaaaaa," teriak sepuluh anak yang kira-kira berusia enam sampai delapan tahun itu sambil berlari menghampiri Savanna.

Savanna berjongkok dan merentangkan tangan, sontak saja sepuluh malaikat-malaikat kecil itu menghambur dirimemeluknya. Savanna hampir tersungkur ke belakang, untungnya dia masih kuat menahan mereka.

"Kenan kangan Tante Savanaaa."

"Putri juga kangen Tante Savaaa."

"Aku juga kangen."

Mereka semua saling sahut menyahut mengungkapkan rasa rindunya pada Savanna. Pun dengan Savanna yang merindukan mereka. Setiap ada masalah, healing terbaik versi Savanna adalah ke sini, ke panti asuhan tempat ia dibesarkan dari kecil sampai SMA.

"Anak-anak udah ya peluknya, Tante Savanna nanti sesak napas," Liliana mengarahkan anak-anak agar melepas pelukannya.

Sementara Ola hanya memutar bola mata malas. Setiap Savanna datang ke sini, anak-anak langsung heboh, sedangkan dia yang selalu menemani mereka, mereka selalu ketus padanya.

"Tante punya sesuatu buat kalian."

Savanna membuka bagasi mobil dan anak-anak langsung bersorak melihat banyak kue yang ada di sana.

"Bilang apa sama Tante Savanna," ajak Liliana.

"Makasih Tanta Savanna.

"Sama-sama sayangkuuu."

Savanna pun membagikan tiga boks kue itu pada sepuluh anak yang ada di sini. Sedangkan tujuh belas boks lainnya untuk anak-anak yang lain.Dipanti asuhan Kasih Bunda ini ada sekitar 200 anak dari berbagai latar belakang. Ada yang ditinggal di depan pintu panti asuhan seperti Savanna, ada yang sengaja dititipkan di sini dan membayar setiap bulan, ada juga yang menyerahkan cuma-cuma karena tidak mampu merawat.

Banyak kisah di panti asuhan. Kisah yang akan membuat siapapun meneteskan air mata mendengarnya.

Panti asuhan ini mendapatkan dana dari donatur dan anak-anak panti asuhan yang dulunya tinggal di sini yang sudah menjadi sukses dan memberikan donasi. Syukurlah, uang-uang itu cukup untuk membiayai anak-anak di sini sampai mereka bisa mandiri.

"Ola kalau kamu mau, ambil aja," ucap Savanna.

"Cih, sombong banget kamu. Mentang-mentang nikah sama orang kaya, sombongnya selangit. Kalau kamu nggak nikah sama orang kaya, kamu nggak akan bisa kayak gini," sinis Ola.

"Ola, apa-apaan kamu, Savanna hanya menawari kamu. Dia bahkan nggak menghina kamu."

Ola berdecak, "Sejak dulu Ibu memang selalu pilih kasih. Ibu lebih sayang Savanna daripada aku, padahal aku juga sama-sama anak yatim piyatu. Ibu menyekolahkan Savanna sampai kuliah, sedangkan aku cuma sampai SMA. Terus aku cerai dan sekarang aku nggak tau mau kerja apa gara-gara lulusan SMA."

"Ola Ola," Savanna menyahut sambil tertawa sinis," Kalau ngomong tuh ngaca dulu dong. Sudah berkali-kali ibu menyarankan kamu kuliah, tapi kamu milih nikahsama laki-laki yang kamu bilang juragan tanah itu. Lalu kamu cerai dan nggak bisa kerja nyalahin ibu gitu? Dan satu lagi, aku dari SMP sampai kuliah dapat beasiswa, jadi nggak usah iri kalau nggak mampuuu."

"Waah kamu benar-benar," Ola melinting kaosnya dan siap adu jotos dengan Savanna seperti tempo hari yang mereka lakukan saat kecil.

"Udah ya, udah," Liliana melerai.

"Sombong sekali kamu Savanna. Aku doain kamu sama suami kamu cerai dan kamu hidup menderita seperti yang aku rasakan."

Ola melengos dan langsung pergi.

"Dibilangin fakta malah marah-marah dan doain jelek-jelek. Doa jelek balik diri sendiri."

Savanna mendengkus. Ola pikir Savanna akan diam saja dihina-hina begitu? Ya jelas nggak. Savanna bukan perempuan lemah.

"Savanna sudah, kamu tau kan Ola seperti apa. Dia memang begitu."

"Kenapa sih ibu izinkan dia tinggal di sini. Aku yakin dia juga nggak menjaga anak-anak dengan baik."

"Ola nggak punya siapa-siapa lagi selain kita."

Savanna hanya bisa menghela napas panjang. Sesuai ekspektasi, Bu Liliana yang berhati bagaikan malaikat ini mana tega melihat orang menderita. Hati Savanna juga baik, tapi dia tidak sebaik Bu Liliana. Jika ada orang yang menindaskan, Savanna akan melawan. Dia tidak akanmembiarkan orang lain menyakitinya.

100

"Ohya, ibu punya kabar baik untuk kamu."

"Kabar apa, Bu?"

"Kalung peninggalan mama kamu yang sempat hilang dulu, sudah ibu temukan."

"Ohya? Serius, Bu?"

"Iya, Nak, ayo ikut ibu."

Liliana menggandeng tangan Savanna dan mengajaknya ke kamarnya.

"Kemarin ibu cari barang di gudang, ternyata ada

kalung kamu disalah satu kotak."

"Yaampun, aku senang banget, akhirnya kalung mama bisa ditemukan."

Savanna tidak tau bagaimana wajah ibu atau ayahnya. Satu-satunya harapan untuk menemukan mereka adalah kalung itu. Tapi kalung itu hilang, Liliana lupa meletakkannya. Savanna bahagia sekali akhirnya setelah dua puluh lima tahun, Savanna mendengar kabar baik tentang kalungnya.

"Sebentar ya, Nak."

"Iya, Bu."

Liliana mengambil sebuah kotak di dalam lemarinya, lalu menyerahkan pada Savanna

"Ini, Nak."Dengan jantung berdebar-debar Savanna membuka kotak itu, namun ternyata...

"Nggak ada, Bu."

"Eh nggak ada gimana?"

Savanna menunjukkan kotak itu, "Kosong.

"Loh kok kosong, ibu taruh di sini kemarin. Apa ibu. lupa naruhnya ya."

Liliana mencari lagi disetiap sudut kamarnya, siapa tau dia lupa menaruh. Savanna juga ikut mencari, tapi tidak ada.

"Apa mungkin ada yang mencuri ya, Bu?" tanya

Savanna.

"Nggak mungkin. Anak-anak di sini nggak mungkin ada yang curi. Ibu sudah mendidik mereka dengan baik."

"Bukan anak-anak, Bu, tapi-"

"Mungkin terselip. Nanti ibu cari lagi dan kalau sudah dapat ibu kabari. Kamu bisa main sama anak-anak dulu."

Savanna mengangguk dan merutuk pada dirinya sendiri karena berprasangka buruk pada orang lain. Savanna tidak menuduh sembarangan. Ada satu orang yang dia curigai, yang sejak kecil memang suka mencuri barang-barangnya. Siapa lagi kalau bukan Ola.

Tapi kalau Liliana sudah mengatakan tidak, Savanna juga tidak ingin membuat keributan dengan menuduh Ola pencuri.Savanna pun pamit pergi dan bermain dengan anak-anak.

Savanna belum ingin pulang. Atau mungkin sebaiknya Savanna tidak pulang saja.

"Akhirnya sampai."

Setelah mematikan mesin mobil, dengan terburu-buru Dario keluar dari mobil.

"Pak Dario," sapa Bu Liliana yang kebetulan sedang berjalan keliling mengecek anak-anak bersama dengan Ola.

"Aduh aduh ada Mas Ganteng," Ola langsung merapikan rambut dan bajunya. Dia harus terlihat cantik di depan Dario. Tujuannya sudah jelas, siapa tau Dario pindah hati padanya dan menceraikan Savanna. Atau mungkin Dario butuh istri kedua, Ola nggak masalah jadi yang kedua yang penting banyak uang.

"Selamat sore Bu Liliana, saya ingin mencari Savanna."

"Oh Savanna, dia-"

"Halo, Mas Dario," Ola memotong kalimat Liliana dan meraih tangan tangan Dario, "Apa kabar Mas Dario sudah lama nggak ketemu," Ola tersenyum manis sambil mengedip-ngedipkan mata untuk menarik perhatian Dario.

Bukannya tergoda Dario malah jijik.

Dario menyentak tangannya, "Siapa?"

"Saya Ola, Mas. Masa Mas lupa sih. Saya ini—""Saya nggak peduli. Saya ke sini ingin mencari Savanna."

Ola mendengkus kesal. Lagi dan untuk kesekian kali Ola iri dengan Savanna. Savanna cantik, karirnya barus, punya suami tampan dan kaya raya. Hidup Savanna pasti sangat bahagia, setidaknya begitu yang Ola lihat. Karena selama ini Savanna terlalu telihat bahagia.

"Savanna sedang bermain dengan anak-anak di halaman samping rumah."

"Terima kasih Bu Liliana."

Tanpa menunggu jawaban Liliana, Dario langsung lari ke samping rumah. Begitu sampai di sana, Dario menghembuskan napas lega. Dia senang bisa melihat istrinya sedang bermain dengan anak-anak. Dario sudah panik dan berpikir istrinya kabur.

Dario tidak langsung menghampiri Savanna, melainkan memperhatikan Savanna dari balik pilar.

Di sana Savanna sedang menari bersama anak-anak diriingi oleh piano. Piano juga dimainkan oleh salah satu anak panti asuhan. Anak-anak di sini memang berbakat.

"Aku baru tau dia bisa menari," gumam Dario tanpa melepas pandangan dari Savanna.

Semua anak-anak tiba-tiba menepi.

"Tante, kita mau lihat Tante menari sendiri."

"Aku juga. Ayo Tante menari."

Savanna tersenyum malu-malu, tanpa sadar Dariojuga ikut tersenyum. Ah manis sekali, sejak kapan Savanna memiliki senyum semanis itu.

Seorang anak laki-laki mulai menekan nuts-nuts piano. Lantunan musik pianonya begitu indah.

Savanna pun mulai menggerakkan tangannya mengikuti irama piano.

"Beautiful," gumam Dario.

Tarian Savanna begitu indah dan menakjubkan. Gerakannya lembut tanpa tidak lemah, kuat tapi tidak kasar. Benar-benar cantik dan anggun. Dario tidak bisa memalingkan pandangan dari gadis manis itu.

"Savanna," lirih Dario.

Istrinya begitu mempesona.

Kemana saja Dario baru menyadari pesona tersembunyi Savanna ini. Mungkin Savanna masih memiliki banyak pesona lainnya. Dario ingin melihat lebih banyak lagi pesona istrinya.

Savanna begitu menikmati tariannya. Salah satu hal yang paling Savanna suka adalah menari. Menari membuatnya melupakan sejenak masalahnya. Membiarkan tubuhnya mengayun mengikuti irama musik. Rasanya. sungguh menyenangkan.

Savanna meloncat, berputar, dengan anggun. Namun tiba-tiba...

Eh...

Savanna kecengklak, hampir saja jatuh tapi tiba-tibasebuah tangan kekar menahan pinggangnya.

"Ma-mas Dario."

"Hati-hati," Dario tersenyum dan menegakkan badan. istrinya.

Namun Dario tak melepas pelukannya, dia justru mengangkat kedua tangan Savanna agar melingkar di lehernya dan mulai menggerakkan kaki ke kanan kiri.

"CIEE CIEEEE," terdengar suara riuh anak-anak

menyoraki

Savanna malu dan ingin menyudahi saja, tapi Dario tetap menahan pinggangnya dan terus menari mengikuti irama musik.

"Mas udah."

"Kamu tidak ingin menari bersama pangeranmu?"

"Pangeran apaan sih," Savanna memalingkan wajah.

"Tatap pangeranmu, Princess."

"Apaan sih, Mas. Udah deh nggak usah aneh-aneh."

Savanna mendorong dada suaminya, lalu berlari menjauh dengan pipi bersemu merah. Dario masih diam di tempat sambil senyum-senyum. Sementara anak-anak semakin heboh menyorakinya.

Dario menyugar rambutnya dan mengikuti istrinya ke

halaman depan.

Hari sudah sore, Savanna berdiri di bawah pohon maple dan mendongak ke atas langit. Semburat jingga soreini memang sangat indah.

"Hai," Dario memeluknya dari belakang.

"Mas jangan gini, nanti ada yang liat. Kamu nggak malu disorakin gitu?"

"Nggak. Orang sama istri sendiri, kalau pelukannya

sama istri orang lain ya malu."

"Kalau sama mantan istri nggak malu juga ya?"

Dario mendengkus, "Jangan mulai deh. Kita lagi akur. Aku nggak mau bertengkar lagi."

"Memang kenyataannya be--"

"Diam atau aku menciummu?"

Savanna langsung merapatkan bibir. Savanna tidak ingin Dario menciumnya di sini dan semakin mempermalukan dirinya.

Hening.

Savanna tidak lagi memberontak dan Dario semakin erat memeluknya dari belakang.

"Kamu cantik sekali tadi," gumam Dario sambil meletakkan dagu dipuncak kepala istrinya. Tubuh Savanna terlalu mungil jika Dario ingin meletakkan dagu di pundaknya. Begini saja lebih nyaman.

"Tadi kapan?"

"Saat menari."

"Jadi hari-hari biasa aku nggak cantik?"

"Cantik juga, tapi tadi lebih cantik. Cantiknya berkali

lipat."

Savanna tau gombalan suaminya ini sangat receh, tapi tetap saja Savanna melelah. Inilah yang menakutkan dari cinta yang terlalu dalam. Terus-menerus disakiti, tapi sekali disenyumin langsung luluh seketika.

Namun Savanna tidak mau terbuai lagi.

Biarlah Dario melakukan apa yang dia mau, tapi hati Savanna tak akan goyah lagi untuk menuntut cerai.

"Ayo kita pulang."

Dario melepas pelukannya dan menggandeng tangan istrinya.

Savanna mengangguk.

Kembali pulang bukan berarti Savanna menerima semuanya lagi. Savanna sudah terlalu lelah. Dia hanya ingin mengumpulkan bukti perselingkuhan suaminya dan menggugat cerai.

"Mommy."

"Hai, Sayang."

Savanna berjongkok dan Azzam langsung menghamburkan diri memeluknya. Antony dan Helena pun berdiri dan menghampiri mereka. Sementara Azzura hanya diam, duduk di sofa. Gadis kecil itu sama sekali tak peduli kehadiran Savanna."Mommy kemana aja?"

"Mommy ke panti asuhan sebentar. Maaf ya tadi nggak izin sama Azzam."

Azzam melepas pelukannya dan menatap lama wajah mamanya, mata imut itu seolah ingin membaca ekspresinya.

"Mama baik-baik aja, Sayang," Savanna tertawa kecil lalu menarik putranya dalam pelukannya lagi.

Baru ditinggal beberapa jam saja, Azzam sudah sekhawatir ini, bagaimana kalau Savanna benar-benar pergi. Azzam pasti sangat kehilangan. Satu-satunya alasan Savanna bertahan adalah Azzam. Namun itu tidak cukup membuatnya tetap tinggal.

"Savanna," panggil Helena.

Savanna melepas pelukannya dan menatap pada ibu mertunya.

"Iya, Ma."

"Cobalah untuk dewasa sedikit saja. Kalau ada masalah selesaikan, jangan main kabur gitu aja."

"Jadi maksud mama, saya harus tetap di rumah Ziya dan melihat suami saya bermesraan dengan mantan istrinya."

"Savanna," Dario menahan istrinya agar tidak bicara lebih lancang dengan mamanya lagi. Istrinya ini benar-benar berbeda. Savanna bukan hanya berani padanya, tapi sekarang mulai berani membantah ucapan mamanya. Padahal dulu setiap mamanya bicara, Savannaselalu diam.

"Wahh, sekarang kamu sudah mulai berani ya," Helena tertawa sinis, "Atau jangan-jangan ini memang wujud kamu yang asli. Selama dua tahun ini kamu berpura-pura jadi baik di depan kami?"

"Benar, Ma. Ini salah satu wujud saya yang asli. Saya juga punya wujud yang lain. Saya bahkan bisa berubah menjadi power ranger."

Azzam dan Antony terkikih mendengar candaan Savanna. Sementara Helena semakin kesal sampai kepalanya berasap.

"Kamu benar-benar menantu kurang ajar. Begini cara kamu memperlakukan orang yang lebih tua? Puas kamu menertawakan mama!!"

Savanna baru ingin menyahut, tapi Dario lebih dulu berucap

"Savanna kamu masuk ke kamar aja sama Azzam dan Azzura."

"Aku ke kamar sendiri aja," sinis Azzura sambil mencangklong tas sekolahnya dan menuju ke kamarnya yang ada di lantai satu.

"Mommy ayo," Azzam tersenyum dan menggandeng tangan Savanna menuju ke kamarnya.

"Mau kemana kamu, Savanna. Saya belum selesai

bicara."

"Udahlah, Ma, udah," Antony dengan sabar menahan tangan istrinya."Savanna udah kurang ajar sama mama, Pa."

"Kalau mama nggak mulai, Savanna juga nggak akan ngomong gitu," ucap Antony.

Helena menatap tak percaya suaminya.

"Kenapa sejak dulu papa selalu belain Savanna. Jangan-jangan papa punya hati lagi sama Savanna? Papa suka sama Savanna? Papa mau nikah sama dia?" tanya Helena dengan napas memburu marah.

"Dari sekian banyak omongan nglantur mama, ini yang paling nggak masuk akal. Sudahlah papa pusing. Papa mau pulang aja. Dan kamu Dario. Perlakukan istri kamu dengan baik selagi dia masih menjadi istri kamu. Jangan sampai kamu menyesal jika suatu hari nanti istri kamu jadi istri orang lain."

Antony menggelengkan kepala dan langsung pergi dari rumah. Helena menatap geram suaminya, lalu mengalihkan pandangan pada putranya.

"Dario, dengar ya, mama mau kamu menceraikan Savanna!!"