webnovel

Istri Simpanan

Warning: 21+ Mohon bijak dalam memilih konten bacaan. Menikah dengan orang yang tidak kita cintai terasa hidup seperti di neraka. Terlebih lagi mengetahui ternyata sang suami ternyata sudah mempunyai istri. Soo Yin sangat membenci Dae Hyun karena telah membohongi dirinya. Ia mengira Dae Hyun belum memiliki istri sehingga ia mau menikah dengan pria itu. Ikuti terus kelanjutan kisah Soo Yin dengan Dae Hyun. Mohon beri dukungannya, agar Author semangat nulisnya...

Nayya_Phrustazies · Urban
Zu wenig Bewertungen
628 Chs

Bab 4 - Pura-pura Berhubungan Baik

RS Hallym University Medical Center, Seoul

Begitu sampai rumah sakit, Soo Yin langsung ke luar dari mobil mendahului Dae Hyun. Ia tidak memperdulikan Dae Hyun yang berjalan di belakangnya. Soo Yin terlebih dahulu memasuki ruangan di mana Kim Nam dirawat. Dae Hyun berada jauh di belakang sambil menerima telepon dari seseorang.

"Selamat malam, Ayah. Bagaimana keadaan Ayah hari ini?" ujar Soo Yin sembari memegang tangan Kim Nam.

"Ayah baik-baik saja. Kenapa kau kemari? ini sudah terlalu malam. Bukankah besok kau harus bekerja?" ujar Kim Nam.

"Aku hanya merindukanmu, Ayah." ujar Soo Yin sambil mengerucutkan bibirnya.

"Bagaimana kabar suamimu? dia baik-baik saja kan?" tanya Kim Nam sedikit khawatir karena Dae Hyun belum mengunjunginya kembali setelah waktu itu.

"Dia sangat sibuk," ujar Soo Yin.

Pintu tiba-tiba saja terbuka, Dae Hyun melangkahkan kakinya menghampiri mereka.

"Malam, Ayah. Maaf, tidak pernah mengunjungimu," ujar Dae Hyun sembari menyunggingkan senyum di bibirnya.

"Tidak apa-apa, Nak. Kau pasti sangat sibuk," ucap Kim Nam. Dirinya cukup mengerti kalau pengusaha perhotelan seperti menantunya pasti sangat sibuk.

"Bagaimana kondisi Ayah saat ini? apakah sudah jauh lebih baik?" tanya Dae Hyun.

"Aku jauh merasa lebih baik," ujar Kim Nam.

"Soo Yin, ambilkan kursi untuk suamimu," ujar Kim Nam sembari memandang Soo Yin yang berdiam diri di kursi.

"Iya, Ayah." Soo Yin memutar bola matanya, dengan rasa malas ia mengambilkan kursi yang ada di pojok ruangan.

"Silahkan duduk," ujar Soo Yin lembut. Ia pura-pura baik pada Dae Hyun di hadapan ayahnya.

"Terima kasih, Sayang," ujar Dae Hyun sembari duduk di samping Soo Yin.

Sayang? apa dia sudah tidak waras? sejak kapan dia memanggilku seperti itu?~ ucap Soo Yin dalam hati.

"Sama-sama," jawab Soo Yin tersenyum semanis mungkin di hadapan Dae Hyun.

"Wah, kalian sungguh pasangan yang serasi!" puji Kim Namun. Ia merasa senang karena Soo Yin bersikap baik kepada Dae Hyun. Tadinya ia sempat berpikir kalau Soo Yin akan susah untuk menerima Dae Hyun sebagai suaminya.

Soo Yin hanya nyengir ketika mendengar perkataan ayahnya.

"Tentu saja, Ayah. Aku sangat mencintai Soo Yin," ujar Dae Hyun sembari merangkul pundak Soo Yin.

Soo Yin berusaha melepaskan diri, tapi Dea Hyun mencengkeram pundaknya dengan kuat.

"Maaf, kalau Soo Yin masih bersikap kekanak-kanakan. Aku harap kau mau membimbingnya dan mengajarkan agar Soo Yin menjadi istri yang baik," ujar Kim Nam pada Dae Hyun.

"Tidak masalah, aku mengerti karena Soo Yin masih sangat muda," tukas Dae Hyun seraya mengusap rambut Soo Yin dengan lembut.

Soo Yin saat ini benar-benar merasa mual dan ingin muntah mendengar perkataan Dae Hyun yang begitu manis di depan ayahnya. Ia hanya bisa tersenyum hambar di depan sang ayah.

Dasar buaya darat! ~ maki Soo Yin di dalam hati.

"Bagaimana dengan pekerjaannya sebagai sekretarismu? apa dia bekerja dengan baik?" tanya Kim Nam. Dia tidak tau kalau pekerjaan Soo Yin yang sebenarnya adalah Housekeeping yang bertugas merapikan dan membersihkan kamar tamu hingga lobby hotel.

Dae Hyun sedikit terkejut ketika mendengar pertanyaan Kim Nam. Ia tidak tau kalau Soo Yin berbohong kepada sang ayah tentang pekerjaannya. Ia memandang Soo Yin yang berada di sampingnya.

"Dia bekerja dengan sangat baik, Ayah," ujar Dae Hyun dengan rasa bersalah.

"Kapan kalian akan memberiku seorang cucu?" tanya Kim Nam.

Pertanyaan itu sontak saja membuat Dae Hyun dan Soo Yin terbatuk. Tenggorokan mereka terasa tercekat. Mereka saling memandang untuk beberapa saat.

"Kalian tidak apa-apa?" tanya Kim Nam yang merasa curiga dengan mereka berdua.

"Kami baik-baik saja, Ayah," jawab Soo Yin.

"Secepatnya kami akan membawakan cucu untuk Ayah," ucap Dae Hyun.

"Ayah, aku masih terlalu muda saat ini," tolak Soo Yin yang angkat bicara. Dia tidak ingin ayahnya terlalu berharap banyak.

"Justru karena kau masih muda dan selagi ayah masih hidup. Ayah ingin segera menimang cucu," ujar Kim Nam sambil menatap putrinya dengan penuh harap.

"Ayah, ini sudah malam. Sebaiknya Ayah istirahat, kami juga akan pulang." Soo Yin mengalihkan pembicaraan omong kosong yang membuatnya sakit kepala. Bagaimana mungkin mereka memiliki anak, kalau mereka tinggal terpisah. Soo Yin juga tidak mau punya anak bersama pria seperti Dae Hyun.

"Kenapa sebentar sekali kita mengobrol?" ujar Kim Nam yang masih ingin berbincang dengan menantunya.

"Soo Yin, sebentar lagi saja kita pulangnya," ujar Dae Hyun.

"Ayah, besok pagi kami harus ke luar kota. Aku tidak ingin kami terlambat," ujar Soo Yin pada Kim Nam. Ia berdiri kemudian menginjak kaki Dae Hyun dengan kuat.

"Aww," teriak Dae Hyun menahan nyeri di kakinya karena diinjak Soo Yin.

"iyakan, Sayang?" tanya Soo Yin sembari memandang Dae Hyun.

"Kau kenapa Dae Hyun?" tanya Kim Nam ketika melihat Dae Hyun memegangi kakinya.

"Tidak apa-apa, kakiku sepertinya digigit semut. Soo Yin benar, kami harus segera pulang," jawab Dae Hyun sambil meringis.

"Baiklah, kalian berdua hati-hati di jalan," ucap Kim Nam.

"Iya, Ayah. Istirahatlah agar kondisi ayah cepat pulih dan bisa segera pulang," ucap Soo Yin kemudian memeluk Kim Nam yang terbaring.

Kim Nam mengusap punggung Soo Yin.

"Dae Hyun, ayah titip Soo Yin padamu. Maafkan jika ia masih bersikap manja seperti ini," ujar Kim Namun sambil memandang menantunya. Walaupun dirinya tau kalau mereka saat ini pura-pura berhubungan baik di depannya. Tapi seiring berjalannya waktu Kim Nam yakin mereka akan benar-benar saling mencintai.

"Tentu saja, Ayah," jawab Dae Hyun.

Dae Hyun dan Soo Yin segera ke luar dari rumah sakit.

"Kau mau kemana?" tanya Dae Hyun saat melihat Soo Yin tidak menghentikan langkahnya ketika berada di parkiran.

"Tentu saja pulang," jawab Soo Yin dengan sinis. Dia terus melangkahkan kakinya menuju tempat menunggu taksi.

Dae Hyun hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah Soo Yin yang kekanak-kanakan. Ia segera mengemudikan mobilnya.

Dae Hyun menghentikan mobilnya di depan Soo Yin yang tengah menunggu taksi.

"Masuklah! ini sudah larut malam, tidak akan ada lagi taksi yang lewat," ujar Dae Hyun dari dalam mobil. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Soo Yin pura-pura tidak mendengar, ia sibuk mengotak-atik ponselnya.

Melihat gadis itu yang acuh, Dae Hyun seger turun kemudian menarik pergelangan Soo Yin memasukkannya secara paksa ke dalam mobil.

"Kau ... Sungguh ... Pria breng*sek!" teriak Soo Yin sambil memegang pergelangan tangannya.

"Bukankah ayahmu mengatakan kalau aku harus menjaga dirimu," ujar Dae Hyun sambil menatap Soo Yin. Ia segera mengemudikan mobilnya.

"Jangan bawa-bawa ayah! tidak usah juga memberinya harapan palsu," ujar Soo Yin dengan sengit.

"Harapan palsu?" Dae Hyun menyubit sebelah alisnya.

"Bukankah kau bilang akan memberi ayah cucu? apa namanya jika bukan harapan palsu?" teriak Soo Yin dengan rasa sangat kesal.

"Aku berkata sungguh-sungguh pada ayah," jawab Dae Hyun dengan santai.

"Bagaimana mungkin ucapanmu sungguh-sungguh kalau kita tidak pernah tidur bersama?" Soo Yin berusaha menahan emosinya yang ingin meledak.

"Jadi kau ingin tidur bersama denganku?" goda Dae Hyun sambil mengulum senyum.

"Kau memang ...." Soo Yin tidak melanjutkan ucapannya. Ia berusaha menahan emosinya yang ingin menghajar pria di sampingnya. Soo Yin memalingkan wajahnya ke samping dengan wajah cemberut. Dia enggan berbicara lagi dengan Dae Hyun. Baginya percuma saja berbicara dengan pria buaya seperti Dae Hyun.

Jarak antara kontrakan Soo Yin dengan rumah sakit lumayan jauh. Soo Yin merasa matanya berat dan kantuk mulai datang sehingga ia langsung tidur terlelap saat masih di tengah perjalanan.

Dae Hyun memandang wajah Soo Yin yang sudah terlelap. Tadinya Dae Hyun akan mengantar gadis itu ke kontrakan tapi segera memutar balik menuju rumah rahasianya yang tidak pernah diketahui oleh siapapun termasuk istri pertamanya. Rumah itu berada di kawasan Pyeongchang-dong, tempat yang cukup tenang dan sepi dari keramaian. Tempatnya masih bernuansa asri dan di kelilingi oleh gunung-gunung.

Dae Hyun membopong tubuh Soo Yin untuk memasuki sebuah rumah besar. Seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan perasaan bingung.

Dae Hyun jarang sekali pulang ke rumah itu. Ia hanya pergi ke sana jika ada masalah dengan Aeri atau keluarganya untuk menenangkan diri.

"Selamat malam, Tuan," sapa Bibi Xia dengan hormat.

"Malam, Bibi," jawab Dae Hyun sambil berjalan dengan Soo Yin masih ia bopong.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Bibi Xia.

"Tidak, Bi," jawab Dae Hyun singkat sambil terus melangkahkan kakinya.

"Siapa gadis ini, Tuan?" tanya Bibi Xia. Ia tidak bisa membendung rasa ingin tahunya.

"Dia istriku. Bibi, tolong besok pagi siapkan pakaian untuknya," ujar Dae Hyun kemudian melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

"Iya, Tuan," jawab Bibi Xia. Ia masih bingung dengan perkataan Dae Hyun. Ia mengamati wajah gadis itu sekilas, wajahnya tidak mirip sama sekali dengan Aeri. Yang dia tau istri Dae Hyun adalah Aeri. Sedangkan gadis itu sama sekali tidak mirip dengan Aeri.

Bibi Xia memilih tidak ingin mencampuri urusan mereka. Yang ia harus lakukan adalah bekerja dengan baik mengurus rumah ini.