Dengan cepat Hanum meletakkan ponsel milik Seno di tempat semula. Sementara itu Seno berjalan menuju ranjang untuk mengambil pakaian yang telah istrinya siapkan. Namun niatnya terhenti, entah kenapa saat melihat Hanum Seno selalu bernafsu untuk menyentuhnya. Bahkan lebih dari itu, kulitnya yang putih dan mulus selalu mampu membuat hasrat Seno meronta-ronta.
Hanum yang merasa tidak nyaman akan tatapan Seno, ia berniat untuk keluar. Namun niatnya terhenti saat tangan besar Seno mencekal pergelangan tangan Hanum. Alhasil mau tidak mau wanita itu harus menghentikan langkahnya. Seno tersenyum saat melihat wanitanya seperti pasrah, ia memang paling senang membuat Hanum merasa takut atau pun panik.
"Siapa yang menyuruhmu untuk keluar." Seno mencekal pergelangan tangan Hanum.
"Ti-tidak ada, Mas," ujar Hanum seraya menundukkan kepalanya.
"Cepat lakukan tugasmu," titah Seno. Kini pria berbadan kekar itu tengah berdiri di samping ranjang hanya memakai handuk sebatas pinggang saja.
"Apa, Mas mau makan. Biar aku ambilkan." Hanum sengaja mengalihkan pembicaraan, karena ia sudah paham dengan apa yang Seno maksud.
"Aku tidak ingin makan, tapi aku hanya ingin kamu, aku ingin tubuhmu." Seno semakin membuat tubuh Hanum merinding.
"Sebelum kesabaranku habis, cepat lakukan tugasmu," sambung Seno.
"Tu-tugas apa, Mas?" tanya Hanum, wanita itu masih menundukkan kepalanya.
"Tugas seorang istri untuk melayani suaminya," bisik Seno. Seketika mata Hanum melotot saat mendengar hal itu. Tubuhnya pun serasa merinding, saat dada bidang Seno mengenai tubuhnya.
"Tap-tapi, Mas." Hanum bingung harus berbuat apa. Haruskah menurut, ia merasa jika Seno memiliki kepribadian yang ganda. Terkadang terlihat menakutkan saat tengah marah. Namun terlihat lembut saat otak mesumnya tengah beraksi.
"Tidak ada tapi-tapian, apa kamu lupa. Kamu itu istriku, sudah sepatutnya kamu melayani suamimu ini, mengerti." Seno menarik tubuh Hanum agar mau menghadap ke arahnya.
Hanum masih saja menundukkan kepalanya, ia benar-benar tidak berani untuk menatap wajah suaminya itu. Sementara Seno semakin bergairah saat melihat wajah polos istrinya. Tanpa menunggu lama, Seno mengangkat tubuh mungil Hanum dan membaringkannya di atas ranjang. Hanum berusaha untuk menolak, tapi tenaga Seno lebih kuat darinya.
Alhasil Hanum akhirnya pasrah dengan apa yang akan Seno lakukan, toh mereka pasangan yang halal. Ini untuk beberapa kalinya mereka melakukan hubungan itu, meski awalnya Hanum menolak. Namun Seno selalu bisa membuat wanitanya itu menyerah. Seno benar-benar tidak bisa menahan hasratnya saat melihat Hanum, itu yang membuat pria itu selalu meminta untuk dilayani.
***
Sebulan telah berlalu, selama ini Hanum selalu menurut apa yang Seno katakan. Wanita berhidung mancung itu tidak ingin melihat kemarahan Seno, itu sebabnya ia memilih untuk mengalah. Bahkan Hanum terima saat Seno menganggapnya sebagai seorang pembantu di hadapan teman kantornya dan juga juga di hadapan Cristie.
Cristie telah kembali satu Minggu yang lalu, dan sejak wanita itu kembali. Seno selalu sibuk dengan kekasihnya itu, bahkan hampir tidak mempunyai waktu untuk berada di rumah. Seperti saat ini, Seno tengah menghabiskan waktu bersama dengan Cristie. Keduanya tengah menikmati makan siang di resto tempat Seno dan Cristie datangi.
"Setelah ini kamu mau kemana lagi?" tanya Seno sembari menikmati makan siangnya.
"Em, aku pengen pulang aja deh. Aku capek pengen istirahat, soalnya besok aku ada pemotretan," jelas Cristie.
"Ok, tidak masalah. Kamu memang harus banyak istirahat, jangan terlalu capek." Seno menggenggam tangan Cristie lalu mengecupnya.
"Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang tidak pernah berubah, kamu selalu perhatian," ujar Cristie dengan tersenyum.
"Sama-sama, kamu adalah wanita yang sangat spesial, kamu adalah wanita yang sangat berharga dalam hidupku. Aku sangat mencintaimu." Seno kembali mengecup tangan Cristie dengan sangat lembut.
Setelah ritual makan siang selesai, Seno dan Cristie bergegas bangkit dari duduknya. Keduanya berjalan keluar dari resto tersebut, sebelum Seno kembali ke kantor ia akan mengantar Cristie pulang terlebih dahulu. Mobil Lamborghini Aventador melaju membelah jalanan yang cukup ramai. Seno memilih fokus untuk menyetir, sementara Cristie terlihat sibuk dengan ponselnya.
Hanya butuh waktu satu jam, kini mereka tiba di apartemen di mana Cristie tinggal. Setelah mobil terparkir, keduanya bergegas keluar dari mobil. Seno dan Cristie melangkahkan kakinya masuk ke gedung bertingkat itu. Keduanya berjalan menuju lift agar cepat sampai ke lantai tiga puluh di mana kamar Cristie berada. Kini mereka sudah tiba di lantai tiga puluh.
"Kenapa kamu memilih tinggal di sini? Bukanya di rumah lebih menyenangkan, karena ada temannya?" tanya Seno seraya berjalan masuk ke dalam.
"Lebih menyenangkan tinggal di sini, nyaman." Cristie meletakkan tasnya di sofa.
"Duduk dulu, aku buatin minum ya," pinta Cristie, dan dengan senang hati Seno menjatuhkan bobotnya di sofa.
Cristie berjalan menuju dapur, wanita yang selalu berpenampilan seksi itu segera membuatkan minuman untuk Seno. Setelah selesai Cristie bergegas ke depan dan meletakkan segelas juice jeruk di atas meja. Selepas itu Cristie duduk tepat di sebelah Seno, pria berkemeja putih itu seakan lupa akan tugas kantornya. Selalu seperti itu jika Seno sudah berada bersama sang kekasih.
"Minum dulu, Sayang." Cristie mengambil juice tersebut dan menyodorkan pada Seno.
"Terima kasih." Seno tersenyum lalu menerima gelas itu. Tanpa menunggu lama Seno meneguk juice tersebut.
Seno meletakkan gelas itu di atas meja, baru saja sepuluh menit berlalu. Seno merasa dunianya berputar-putar, ia merasa sangat pusing. Pandangan matanya lama-lama menjadi kabur. Cristie tersenyum saat melihat kekasihnya merasa pusing. Entah apa yang tengah ia pikirkan, mungkinkah niat atau rencana buruk.
"Sayang kamu kenapa?" tanya Cristie.
"Pusing." Seno memegang kepalanya. Lalu menggeleng-gelengkannya berharap rasa pusingnya menghilang.
Seno menatap wajah Cristie, tapi entah kenapa wajah itu berubah menjadi wajah Hanum. Seno menggelengkan kepalanya berharap jika itu hanya halusinasi saja. Namun semakin terlihat jelas jika wanita yang kini bersamanya adalah Hanum. Seketika hasratnya memuncak, dan tanpa diduga Seno menyambar benda kenyal milik Cristie.
"Akhirnya rencanaku berjalan sempurna." Cristie tersenyum, ia merasa senang karena rencananya berjalan dengan lancar.
Seno melepas benda kenyal milik Cristie, lalu ia mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya ke dalam kamar. Setibanya di kamar, Seno membaringkan tubuh Cristie di atas ranjang. Pria berkemeja putih itu benar-benar tidak bisa mengontrol hasratnya. Ia melihat jika wanita di hadapannya itu adalah Hanum, istrinya. Wanita yang selalu mampu membuat hasrat Seno tak terkendali.
***
Pukul delapan malam Seno tengah berada dalam perjalanan pulang. Ia tidak menyangka jika telah melakukan hal itu pada Cristie, wanita yang sangat ia cintai. Seno merasa bingung, bagaimana hal itu bisa terjadi, tetapi saat melihat bukti yang ada. Ia sangat yakin jika dirinya benar-benar melakukannya. Seno memang mencintai Cristie, tetapi ia tidak ingin melakukan hal itu sebelum mereka sah menjadi pasangan suami istri.
"Cristie, apa yang terjadi, kenapa .... " Seno menggantung ucapannya, ia benar-benar tidak menyangka jika mereka telah melakukannya.
"Kamu sudah melakukannya, kamu memaksaku. Kamu lihat ini." Cristie menunjukkan tanda merah di leher serta dadanya. Begitu banyak dan terlihat jelas tanda itu.
"Tidak mungkin, ini pasti .... " lagi-lagi Seno menggantung ucapannya, pria itu menggelengkan kepalanya. Ia tidak yakin dengan apa yang baru saja terjadi.
"Arght, kenapa ini bisa terjadi! Aku memang mencintai Cristie, tetapi aku tidak ingin melakukannya sebelum kami menikah. Atau jangan-jangan ... arght sial." Seno memukul setir mobilnya berkali-kali, ia merasa frustasi saat mengingat kejadian itu.
Seno melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, rasanya ia ingin cepat sampai di rumah. Seno merasa bimbang sendiri, seharusnya ia senang karena dengan begitu. Ia punya alasan untuk menikah dengan Cristie. Namun di lain sisi, ia merasa telah mengkhianati Hanum, wanita yang hampir dua bulan ini menyandang status sebagai istrinya. Meski Seno sendiri yang bilang jika Hanum hanyalah istri sementara.
Tidak butuh waktu lama kini Seno sudah tiba di rumah, setelah memarkir mobilnya pria berkemeja putih itu melangkah masuk ke dalam rumah. Rumah nampak sepi, Hanum yang biasanya tengah duduk di sofa untuk menunggunya, kini tidak terlihat. Merasa penasaran, Seno memutuskan untuk bergegas menuju ke kamar, ia yakin jika istrinya saat ini ada di kamar.
Langkah Seno terhenti saat mendengar suara tawa seseorang dari ruang tv. Merasa penasaran Seno melangkahkan kakinya menuju ruang tv, terlihat jika Hanum tengah menonton televisi. Entah acara apa yang tengah Hanum tonton, tetapi mampu membuat wanita itu tertawa. Seno tersenyum melihat tingkah istrinya itu, karena baru kali ini ia melihat Hanum tertawa.
"Ehem, Hanum," panggil Seno. Seketika sang empu terlonjak kaget.
"Eh, Mas sudah pulang. Em, maaf kalau .... "
"Tidak apa-apa, tolong siapkan air aku ingin mandi," potong Seno dengan cepat.
"Baik, Mas." Hanum langsung mematikan televisinya, setelah itu ia beranjak dari sofa.
Di kamar mandi, Hanum langsung menyiapkan air untuk mandi suaminya. Ia merasa sedikit lega karena Seno tidak memarahinya saat melihat dirinya tengah menonton televisi. Setelah siap Hanum bergegas keluar dari kamar mandi. Terlihat jika Seno sudah menunggunya di luar, pria itu sudah melepas pakaiannya, dan hanya melilitkan handuk di pinggang.
"Silahkan, Mas airnya sudah siap," ujar Hanum
"Baik, terima kasih." Seno berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Sementara itu, Hanum segera menyiapkan pakaian yang akan suaminya pakai. Setelah siap ia mengambil baju kotor yang telah Seno pakai tadi. Namun, ada hal yang mencurigakan, Hanum melihat ada bekas lipstik di kemeja Seno. Seketika Hanum membayangkan jika suaminya telah bercumbu dengan kekasihnya, yaitu Cristie. Wanita yang sangat Seno cintai, wanita yang didambakan akan menjadi pendamping hidupnya.
Ini bukan sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali. Semenjak Cristie pulang, Hanum sering menemukan noda merah itu di baju atau kemeja yang telah Seno pakai. Sakit memang, meski Hanum hanya sekedar istri sementara. Namun justru Hanum yang lebih berhak atas Seno, karena dia adalah istri sahnya.
Malam semakin larut, setelah makan malam Hanum memutuskan untuk tidur. Sementara Seno tengah sibuk dengan pekerjaan kantornya. Setelah tugas kantor selesai Seno memutuskan untuk istirahat, bukan hanya raganya yang lelah. Namun juga dengan hati dan pikirannya, kejadian di apartemen Cristie membuat Seno merasa tidak tenang.
Saat Seno akan merebahkan tubuhnya, tiba-tiba ponselnya berdering. Pria dengan balutan kaos polos itu segera mengambil benda pipih itu. Terlihat jika nama Cristie pada layar ponselnya. Tanpa berpikir panjang Seno menggeser tombol berwarna hijau tersebut agar sambungan telepon tersambung. Sementara Hanum yang belum benar-benar tertidur, dengan sengaja ingin mendengar percakapan antara Seno dan Cristie.
[ Halo, ada apa ]
[ Kamu belum tidur ]
[ Belum, ini baru nyelesein kerjaan kantor. Memangnya ada apa ]
[ Aku hanya ingin memastikan aja, kalau kamu benar-benar akan menikahiku ]
[ Kamu tidak perlu khawatir, aku pasti akan menikahimu ]
[ Terima kasih ya, Sayang. Ya sudah udah malam sebaiknya kamu tidur, besok harus ke kantor kan ]
[ Iya, kamu juga tidur ya ]
Setelah pembicaraan selesai, Seno menutup sambungan telepon tersebut. Ia meletakkan ponselnya di atas meja, pria itu hendak membaringkan tubuhnya tetapi niatnya terhenti saat melihat istrinya sudah tertidur pulas. Sementara Hanum terisak dalam diam, ia telah mendengar semua pembicaraan suami dan wanita itu. Hanum tidak menyangka kalau Seno akan benar-benar menikahi Cristie, dan dirinya akan tersingkir.
Seno merebahkan tubuhnya di samping Hanum, ia mencoba memejamkan matanya. Namun tidak bisa, Seno memiringkan tubuhnya menghadap ke arah istrinya. Bahkan Seno mengangkat tubuh bagian atasnya dengan menggunakan tangan sebagai tumpuan. Seno memperhatikan wanita yang berbaring di sampingnya. Wanita yang sudah hampir dua bulan menemaninya.
Bukan hanya itu, Hanum juga sangat menurut dengan apa yang ia katakan. Bahkan wanita itu juga rela dianggap sebagai pembantu di hadapan teman kantor Seno. Sungguh sangat keterlaluan, tapi memang seperti itu kenyataannya. Ada rasa tak tega jika harus menceraikan Hanum, tetapi mengingat kejadian yang terjadi di apartemen Cristie, membuat Seno harus segera mengambil keputusan.
"Apa aku sanggup jika harus kehilanganmu, selama ini kamu begitu setia berada di sampingku. Kamu selalu ada setiap kali aku butuhkan, bahkan kamu selalu menyiapkan segala kebutuhanku tanpa aku minta. Kamu tidak marah saat aku menganggapmu hanya sebagai seorang pembantu di depan teman kantorku." Seno mencium bahu Hanum yang hanya terbalut baju tidur.
Setelah itu Seno merapatkan tubuhnya pada tubuh istrinya. Bahkan Seno menaruh kepala Hanum di lengan kekarnya, lalu memeluk tubuh Hanum dengan sangat erat. Seno merasa sangat takut jika harus kehilangan istri seperti dia. Hanum adalah wanita terhebat dan tertegar yang pernah ia temui.