Shen Qinglan tidak tinggal lama di rumah. Setelah makan dia pun ikut ke rumah sakit dengan Kakek Shen. Shen Xitong semula juga ingin ikut pergi, tetapi sebelum berangkat dia menerima telepon dari pemimpin orkestra. Apa boleh buat, dia pun harus pergi ke tempat tinggal sementara orkestra.
Ketika mereka sampai di rumah sakit, Nenek Shen baru bangun tidur.
"Istriku, kami datang." Kakek Shen menatap istrinya di tempat tidur, nada suaranya sangat lembut.
"Nenek." Shen Qinglan maju dan membantu mengatur posisi duduk Nenek Shen agar dia bisa duduk dengan lebih nyaman.
"Lanlan, bukankah aku memintamu agar jangan terus datang ke rumah sakit?" Nenek Shen menggenggam tangan cucunya.
Shen Qinglan tersenyum ringan, "Hari ini adalah akhir pekan, tidak ada pelajaran. Kalau tidak datang mengunjungi nenek, hatiku tidak bisa tenang."
Nenek Shen menatapnya dengan penuh kasih sayang, "Nenek tidak apa-apa, nenek pasti akan berumur panjang. Aku masih ingin melihat Qinglan kecilku menikah dan mempunyai anak."
Shen Qinglan menempelkan wajahnya di telapak tangan Nenek Shen dan bersikap seperti gadis kecil yang jarang dilakukannya, "Iya, nenek pasti akan sehat dan panjang umur."
Kakek Shen duduk di sofa di samping. Melihat raut wajah istrinya yang semakin hari semakin lesu, sorot matanya pun getir. Walaupun sudah lama mempersiapkan diri untuk saat-saat seperti ini, tetapi ketika hari itu benar-benar datang, rasa sakit dihatinya tetap tidak berkurang sedikit pun.
Ada yang mengatakan bahwa semasa muda adalah pasangan suami istri, di masa tua menjadi rekan. Dia dan Nenek Shen telah melewati pasang surut selama puluhan tahun dan tidak pernah bertengkar. Di satu sisi itu karena Nenek Shen adalah wanita terhormat yang tidak akan bertengkar dengan orang lain, di sisi lain juga karena hubungan mereka sebagai suami istri selalu baik. Kalaupun ada perbedaan, mereka tetap akan mendiskusikannya.
"Lanlan, hari ini nenek ingin makan kue rasa osmanthus dari toko Zhangji di East Street. Maukah kamu membelikannya untuk nenek?" Nenek Shen berkata pelan sambil membelai rambut panjang hitam cucunya yang halus.
Raut wajah Shen Qinglan terpaku, "Baik." Dia lalu bangkit dan berjalan keluar dari bangsal.
Setelah suara langkah kakinya perlahan-lahan menjauh, Nenek Shen baru memalingkan pandangannya dari pintu dan menghela napas dalam-dalam.
Tiba-tiba dia menutup mulutnya dan batuk dengan keras. Melihatnya seperti itu, Kakek Shen bergegas maju dan menepuk punggungnya dengan lembut, "Istriku, ada apa? Mana yang sakit? Biar kupanggilkan dokter untukmu."
Setelah itu dia hendak menekan bel di kepala tempat tidur, tetapi Nenek Shen menahan tangannya dan menggeleng, "Aku tidak apa-apa."
Melihat Nenek Shen tidak batuk lagi, Kakek Shen tidak memaksa dan membantunya untuk minum air.
Nenek Shen pulih kembali, "Suamiku, hidupku tidak lama lagi."
"Jangan bicara sembarangan." Kakek Shen agak marah, dia tidak ingin istrinya mengatakan hal yang tidak menyenangkan ini.
Tetapi Nenek Shen terlihat sangat tenang, dia menggenggam tangan Kakek Shen. Dia sangat kurus, penyakit ini menyiksanya sampai tidak berbentuk dan tampak hanya tinggal tulang.
"Aku lebih mengerti tubuhku sendiri daripada kamu. Hidup sampai seumur ini, ada seorang suami yang menyayangi dan menjagaku, sepasang anak yang berbakti, juga cucu-cucu yang patuh dan berbakti, seumur hidup aku tidak pernah khawatir. Dalam hidup ini, bisa hidup seperti aku ini juga layak. Tapi suamiku, masih ada sesuatu yang masih membuat hatiku cemas."
Mata Kakek Shen terasa pedas, tangannya menggenggam istrinya semakin erat, "Katakan, aku akan membantumu."
"Lanlan-ku, anak ini sifatnya dingin, sejak kecil meninggalkan rumah, hidupnya menderita. Kita yang tidak menjaganya dengan baik sehingga membuatnya mengalami begitu banyak kesengsaraan dan penderitaan. Kita bersalah kepadanya."
"Istriku, aku tahu. Aku akan menyayangi Lanlan dan menebus semua yang dulu telah hilang darinya."
Nenek Shen menggeleng-gelengkan kepala, "Yang ku khawatirkan bukan itu. Hubungan Lanlan dan mamanya tidak baik. Beberapa tahun ini Yunrong juga tidak mudah, aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Tapi Lanlan sebenarnya tidak bersalah, aku sedih melihatnya seperti ini."
Nenek Shen memegangi dadanya, kasih sayang di matanya terlihat begitu nyata.
"Cucuku begitu baik, begitu cantik. Seharusnya dia menjadi seorang putri yang dijaga, tetapi dia malah terpisah dari kita selama lebih dari sepuluh tahun. Sekarang hidupku sudah tidak lama lagi, aku ingin melihat cucuku bisa bahagia, bisa menemukan seseorang yang mencintainya dengan tulus, menyayanginya, dan melindunginya seumur hidup."
Air mata mengalir turun di wajah renta Nenek Shen dan jatuh ke tangannya dan Kakek Shen yang saling berpegangan. Cairan yang hangat itu membakar hati Kakek Shen.
"Istriku, jangan khawatir. Aku pasti mencarikan seseorang yang mencintainya, menyayanginya, dan melindunginya. Serahkan hal ini kepadaku." Kakek Shen memandang istrinya dan berjanji dengan sungguh-sungguh.
Di luar kamar terdengar suara langkah kaki perlahan. Kali ini, suara itu akhirnya berangsur-angsur menjauh. Namun kedua orang tua di dalam bangsal itu tidak menyadarinya.
Ketika Shen Qinglan kembali, dia tidak melihat Kakek dan Nenek Shen di dalam kamar. Setelah bertanya kepada perawat, dia pun mengetahui bahwa Kakek Shen telah membawa Nenek Shen turun ke bawah.
Dia menemukan kedua orang tua itu di taman. Pada saat itu Kakek Shen sedang berjalan-jalan sambil mendorong istrinya. Cahaya matahari terbenam menyinari tubuh mereka dan menghasilkan sebuah bayangan yang panjang.
Ada senyuman di wajah Kakek Shen. Entah apa yang sedang dibicarakannya dengan Nenek Shen. Wajah Nenek Shen pun dipenuhi dengan kerinduan.
Shen Qinglan tidak mengganggu mereka, tetapi dia berdiri di tempatnya dan menatap sosok kedua orang tua itu dalam diam.
Saling bergandengan dan menua bersama, kata-kata ini mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan.
Di dunia ini, kesalahpahaman, godaan, kematian… terlalu banyak faktor yang menyebabkan pasangan yang seharusnya bersama sampai tua menjadi berpisah. Namun melalui Kakek dan Nenek Shen, untuk pertama kalinya dia dapat merasakan betapa dalamnya kalimat itu.
Setelah beberapa saat Kakek Shen tidak bisa mendorong lagi. Dia pun duduk di atas kursi dan menggenggam tangan istrinya, "Istriku, aku sudah tua dan tidak berguna, bahkan tidak bisa mendorongmu."
Nenek Shen tersenyum lembut, "Rambutmu sudah beruban, apa masih bisa tidak tua? Aku ingat saat pertama kali melihatmu, kamu masih seorang bocah muda. Dalam sekejap mata, kita berdua sudah tua."
Saat membicarakan masa muda, Kakek Shen kehilangan keseriusannya yang biasa. Wajahnya tersenyum, "Bukan hanya aku, waktu itu kamu juga seorang gadis muda. Cuma memetik beberapa buah persik dari pohon di rumahmu saja, tidak disangka kamu bahkan memanjat sendiri ke atas pohon untuk menangkapku. Hasilnya kamu tidak bisa turun."
Nenek Shen merasa malu mendengar peristiwa masa lalu yang diungkit oleh Kakek Shen, dia pun memelototi Kakek Shen dengan galak. Meskipun wajahnya yang penuh dengan keriput tidak bisa dibilang cantik saat menunjukkan ekspresi itu, namun Kakek Shen seakan melihat wajah istrinya di masa muda yang genit dan manis.
"Suamiku, bawalah aku pulang. Aku tidak ingin tinggal di rumah sakit lagi." Nenek Shen tiba-tiba berkata.
Kakek Shen terkejut, dia langsung mengerti apa maksud perkataan istrinya.
"Apa aku masih bisa tidak memahami tubuhku? Di hari terakhirku, aku hanya ingin bersama dengan kalian. Rumah sakit terlalu dingin, aku tidak ingin tinggal di sini lagi."
Kakek Shen terdiam cukup lama. Pada akhirnya, dibawah tatapan penuh harap istrinya dia pun menganggukkan kepala.
"Kakek, nenek, ternyata kalian di sini. Aku sudah mencari kalian lama sekali." Shen Qinglan datang pada waktu yang tepat.
Kakek Shen memberitahunya tentang keputusan Nenek Shen. Shen Qinglan hanya terdiam sambil menatap sekilas kakek dan neneknya, lalu setuju. Kalau ini adalah keinginan terakhir nenek, dia memilih untuk menghormatinya.