webnovel

Istri Kecil Presdir

Keluarga Grissham memiliki 2 penerus. Hanya saja, lahir dari wanita yang berbeda. Gavin Grissham, penerus pertama dan tentu saja dari Istri pertama, seharusnya menjadi kebanggaan. Namun semua itu hanyalah sebuah mimpi. Davin Grissham terlahir tidak sempurna sehingga hanya tubuhnya saja yang berkembang pesat tapi otaknya memiliki IQ rendah dan membuat Gavin bersikap seperti anak yang berumur 5 tahun. Siapa yang sudi menikah dengan pria tidak normal? Sedangkan, menikah adalah syarat utama dari Tuan Grissham untuk mendapatkan hak waris. Guinnevere, Putri angkat Tuan Grissham harus menelan kepahitan itu karena dipaksa menggantikan Agatha menikah dengan Tuan muda Gavin. Bisakah Guin menerima Tuan muda Gavin?

Sabrina_Angelitta · Teenager
Zu wenig Bewertungen
304 Chs

28. Suatu Saat Nanti

"Ah, tidak--tidak!" tolak Guin saat Gavin mengjaknya untuk kembali berciuman.

Deg... Deg... Deg...

Gavin mendekat. Mungkin saja, jika Gavin jauh lebih dekat lagi, dia akan mendengar suara detak jantung Guin yang tak terkontrol.

'Kenapa dia mendekat? Sedekat ini? Gavin tidak terobsesi dengan ciumankan?' batin Guin.

Jarak mereka dekat dan semakin dekat. Guin sudah merona dibuatnya. Tidak ada cara lain kecuali menolak supaya Gavin tidak kembali menciumnya karena tempat dan situasi sangat tidak tepat.

"Gavin, ja..."

"Kenapa? Aku cuma membantu Guin memakai seat belt."

"Ah, begitukah?" ucap Guin canggung.

"Iya, seperti itu. Apalagi?" tanya Gavin.

"Ah, tidak ada. Gavin fokus mengemudi saja," Guin tertunduk malu.

'Bisa-bisanya aku berfikir kalau Gavin akan menciumku lagi. Sebenarnya yang terobsesi dengan ciuman itu, aku atau dia?' batin Guin.

"Apa Guin memikirkan hal lain?"

"Kyaaaaa!" Guin setengah berteriak karena terkejut dengan Gavin yang berbisik sampai bibirnya menempel didaun telinga Guin.

"Eh, apa aku mengagetkan Guin?" Gavin memakai ekspresi memelas yang tidak bisa Guin tolak pesonanya.

"Tidak. Bukan begitu, Gavin. Aku hanya terkejut saja karena Gavin berbisik. Tidak ada hal lain," jelas Guin.

"Malam ini, kita juga menginap di Villa ya. Sekarang kita berbelanja untuk pakaian kita besok."

"Loh, kenapa tidak pulang ke rumah saja?" tanya Guin.

'Dia tidak bekerja, bagaimana bisa dia membeli ini dan itu. Kalau itu uang dari Ayah Mertua, aku tidak akan menggunakannya,' batin Guin.

"Rumah dan villa beda arah. Akan memakan banyak waktu."

"Gavin, aku akan berterus terang padamu?"

"Ada apa?" tangan yang sudah siap menyalakan mesin mobil, diurungkan kembali oleh Gavin.

"Aku tidak ingin memakai uang Ayahmu. Kau belum bekerja dan sisa gajiku tinggal sedikit lagi," jelas Guin.

'Jadi ini yang dia khawatirkan? Pantas saja dia terlihat tidak nyaman,' batin Gavin.

"Guin percaya kalau mobil yang kita pakai ini, aku beli menggunakan uangku?" tanya Gavin.

"Aku selalu percaya padamu tapi kau harus menjelaskan dari mana kau mendapatkan uang," suara Guin terdengar seperti ada emosi yang tidak tertahankan.

"Aku bekerja. Aku les, sekolah dan bekerja."

"Gavin bekerja di mana? Sebagai apa?" Guin menatap Gavin dengan lekat seakan pandangannya sama sekali tidak ingin berpaling.

"Percaya padaku, Guin. Aku bisa menjadi Suami yang Guin andalkan. Menghidupi Guin dan memberikan makna keluarga."

'Apa aku harus percaya?' batin Guin.

"Suatu saat nanti," kata Gavin tiba-tiba setelah ada jeda sejenak.

"Apa?"

"Aknan ada suatu saat nanti yang akan aku tunjukkan padamu."

"Gavin, jangan memaksakan dirimu."

"Tidak ada kata terpaksa kalau demi Istriku!"

***

"Li, tunggu!" Tuan Grissham memegang tangan Nyonya Calista saat Nyonya Calista memilih beranjak pergi setelah Tuan Grissham menghampirinya.

"Kalau tidak ada yang penting, lebih baik kita tidak bicara," Nyonya Calista menarik tangannya.

Dia enggan dan jijik ketika Tuan Grissham menyentuh tangannya. Batinnya berkata ingin memaki, tubuhnya seakan bergerak ingin mencabik-cabiknya tapi Nyonya Calista membayangkan senyum Gavin.

'Aku tidak boleh hidup dipenjara karena membunuh orang-orang jahat ini. Aku harus mendampingin Gavin sampai senyum itu tidak palsu lagi,' batin Nyonya Calista.

"Li, aku ingin membicarakan soal anak kita."

"Baik!" Nyonya Calista duduk tapi memilih jauh dari Tuan Grissham.

"Li, aku ingin Gavin bekerja di perusahaan."

"Oh, terus?"

"Aku tidak ingin Gavin bergantung padaku. Dia harus menghidupi Istrinya dengan hasil kerja kerasnya sendiri."

"Apa yang kau bicarakan, semuanya benar, Griss!"

"Aku berfikir seperti itu."

"Padahal, uangmu tidak akan habis meski kau memiliki ratusan anak dari segudang wanita!" Nyonya Calista tersenyum sinis.

"Li, jangan menanggapi setiap ucapan dan niatku semuanya buruk. Semua untuk masadepan Gavin."

"Aku menghidupi Gavin dengan uangku! Selama 28 tahun, aku tidak pernah memakai uangmu, Grissham!"

"Li, jangan bicara omong kosong!"

"Kenapa? Kau takut miskin hanya karena Gavin menggerogoti uangmu? Tenang saja, aku bisa menghidupi Gavin dan istrinya, bahkan cucu-cucuku dimasadepan tanpa uangmu!"

"Li, aku hanya ingin Gavin mandiri."

"Jabatan apa yang akan kau berikan pada Putramu?"

"Mungkin staff menengah."

Nyonya Calista yang sudah menyimpan kebencian pada Tuan Grissham, selalu menilai buruk kebaikan atau arahan darinya.

Gavin yang dulu pernah tidak Tuan Grissham akui, membuat Nyonya Calista menumbuhkan benih benci.

Kebencian yang hidup selama 28 tahun, sangat subur dan berkembang pesat.

"Kau meremehkan Putramu? Kau ingin dia yang istimewa di olok-olok?" tanya Nyonya Calista sinis.

"Harus melihat kemampuannya dulu, baru bisa memberikannya jawaban. Kau tahu kalau kondisi Gavin tidak memungkinkan," ucap Tuan Grissham.

Brakkk!

Nyonya Calista menggebrak meja kaca yang ada didepannya. Pukulan keras sampai meja itu retak.

Sedikit sentuhan lagi, meja itu akan terbelah menjadi beberapa bagian.

"Kau tahu kalau kondisi Gavin tidak memungkinkan, tapi kau ingin dia bekerja dengan status rendah?"

"Semua mulai dari nol!"

"Nol? Apa Aland juga demikian? Tidak, bukan?"

"Li, maksudku..."

"Kau tidak ingin Gavin menggunakan uangmu, bukan?"

Nyonya Calista membuka dompetnya, mengambil sekitar 3 kartu dan melemparnya diwajah Tuan Grissham.

Srakkkk...

Kartu itu mengenai wajahnya dan terjatuh di pangkuannya. Nyonya Calista membungkuk dengan tangan yang terletak di atas meja utnuk menyangga tubuhnya.

"Itu adalah uangmu sejak Gavin di dalam kandungan, biasa melahirkan, pengobatan Gavin, bahkan uang jajan yang kau siapkan untuknya. Dia tidak menggunakan uangmu!"

"Li..."

"Gavin tumbuh tanpa uangmu Grissham!"

"Li..."

"Ambil dan berikan uang itu pada Putra dari selingkuhanmu!"

"Li, dengarkan dulu!"

"Anggap saja dia bukan Putramu!"

***

Guin percaya tanpa ragu. Kata suatu saat yang menjadikan Guin percaya.

Meski tidak tahu, suatu saat itu kapan akan terungkap, kapan akan terjadi, tapi dalam hati Guin, dia hanya perlu percaya tanpa ragu.

"Nah, akhirnya kita sampai!"

"Wahhhhh... Villa bagus sekali, Gavin!" puji Guin.

Mata Guin bersinar. Mereka berdua keluar dari mobil. Gavin membuka bagasi dan mengambil barang-barang yang mereka butuhkan.

"Kalau Guin suka, kenapa tidak langsung masuk?"

"Gavin!" Guin berdiri berhadapan dengan Gavin.

"Iya?" tangan Gavin penuh dengan barang-barang yang sudah mereka beli.

"Gavin, apa Gavin percaya kalau aku tidak pernah meragukanmu?" tanya Guin.

Gavin menurunkan belanjaan mereka dan memeluk Guin. Hatinya merasa nyaman ketika ada Guin yang berada disisinya.

"Kenapa harus memeluk?" tanya Guin.

"Di sini dingin. Aku hanya membantu Guin supaya merasa hangat."

"Benarkah?"

"Tentu saja. Kalau Guin kedinginan, aku sebagai Suami idaman harus peka."

"Ehem... Apa Gavin sedang merayuku?"

"Tidak!" Gavin tidak mengakuinya.

"Guin, suatu saat yang aku bicarakan itu pasti terjadi tapi..." Gavin tidak melanjutkan ucapannya.

"Tapi kenapa?" Guin semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Gavin.

"Apa yang akan aku tunjukkan disuatu saat nanti, tetaplah cintai aku seperti ini Guin."

"Aku mencintaimu, Gavin!"

Mereka berciuman beberapa saat. Melepaskan cinta yang baru saja terucap.

"Aku juga sangat mencintaimu, Guin!"