𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗶𝗻𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴, 𝗸𝗲𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀𝗮𝗻, 𝘀𝗮𝗿𝗮, 𝗕𝗮𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗸𝗮𝘁𝗮 𝘂𝗺𝗽𝗮𝘁𝗮𝗻, 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗲𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝘄𝗮𝘀𝗮, 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗽𝗼𝗿𝘀𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗰𝘂𝗸𝘂𝗽 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,𝗗𝗿𝗮𝗺𝗮, 𝗠𝘂𝗻𝗮𝗳𝗶𝗸, 𝗺𝗮𝗻𝗶𝗽𝘂𝗹𝗮𝘀𝗶, 𝗶𝗿𝗶 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗸𝗶, 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗵𝗶𝗮𝗻𝗮𝘁𝗮𝗻, 𝘁𝘂𝗻𝘁𝘂𝘁𝗮𝗻, 𝗽𝗲𝗿𝘀𝗮𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻. . . 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗴𝗮𝗯𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗺𝗮𝗵𝗮𝗺𝗮𝗻 𝗿𝗮𝗱𝗶𝗸𝗮𝗹, 𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗶𝗯𝗲𝗿𝗮𝗹𝗶𝘀.
𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗶𝗻𝗶 𝘁𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝘁𝘂𝗷𝘂𝗮𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗶𝗻𝗴𝗴𝘂𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘀𝗮𝘁𝘂 𝗮𝗴𝗮𝗺𝗮, 𝘀𝘂𝗸𝘂, 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗱𝗮𝘆𝗮 𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗽𝘂𝗻. . .
𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗶𝗻𝗶 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗶 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗸𝗺𝗮𝘁𝗶 𝗮𝗹𝘂𝗿 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗿𝗯𝗲𝗱𝗮 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗹𝗮𝗶𝗻 𝗻𝘆𝗮.
Cerita ini bermula dari tiga orang guru yang berbeda latar belakang dan kepribadian, terdiri dari Bara, seorang penulis buku yang misterius dan kontroversial yang dikenal dengan karyanya yang sesat namun melegenda, Syarif, seorang teman lama Bara yang ambisius dan memiliki pondok pesantren yang selalu ramai oleh para santri yang sedang menimba ilmu, serta Nurdin, seorang guru kanuragan yang ahli dalam penciptaan ilmu dan terkenal karena kepintarannya dalam mempelajari keilmuan.
Suatu hari, Bara memberikan misi pada kedua murid si Syarif, yakni Faizal dan Zihan, tanpa memberitahu tujuannya. Ia ingin kedua muridnya mandiri dan tahu sendiri, bagaimana cara menghadapi suatu situasi yang baru bagi mereka.
Faizal dan Zihan pun berangkat mengejar misi tersebut tanpa mengetahui di mana mereka akan dibawa dan apa yang akan mereka hadapi di sana.
"
Faizal dan Zihan berjalan menelusuri hutan dalam misi misterius yang diberikan oleh Bara. Faizal pun bertanya kepada Zihan, "Menurutmu, apa misi yang diberikan Bara?"
Namun, Zihan menjawab dengan sinis, "Entahlah. Jangan banyak tanya! Fokus saja berjalan!"
Faizal tidak terima dengan sikap Zihan yang kasar. Faizal mengejeknya dengan ejekan Candaan " Galak amat. . . Dasar nenek lampir!" sambil menjulurkan lidahnya. Hal tersebut membuat Zihan kesal.
Tidak bisa menahan amarahnya, Zihan yang dari awal tak mau mengerjakan dengan Faizal, dia menarik kerah baju Faizal dan menempelkannya di sebuah pohon.
"Jangan pernah ejek aku dengan sebutan Nenek Lampir bedebah!" ucap Zihan dengan nada marah, namun ia memastikan bahwa ia tidak serius karena Faizal adalah teman satu tim dalam misi tersebut.
dia tak ingin misi kali ini gagal. karna yang menugaskan langsung Dari Bara, dan itu suatu yang istimewa baginya.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, bergurau dan mengejek satu sama lain, mengarungi setiap sudut dan tikungan hutan yang berliku dengan langkah yang panjang dan melelahkan. Saat hari mulai beranjak senja, mereka masih terus berjalan, memutuskan untuk berlanjut hingga malam tiba.
Malam telah tiba dan menyelimuti hutan dengan kegelapan. Faizal dan Zihan hanya mengandalkan cahaya redup dari obor minyak yang mereka siapkan sebelumnya. Namun, hening yang seharusnya ada di hutan, malam itu diganggu oleh suara-saura yang menakutkan. Suara lolongan anjing yang memekakkan telinga terdengar sangat jelas, ditambah lagi dengan suara burung hantu yang berkicau dengan ngeri, membuat suasana semakin mencekam.
Bahkan, tiap serangga kecil yang terbang di sekitar mereka terlihat seperti serangan terhadap keselamatan mereka.
Mereka merasakan betapa rapatnya gelap di sekitar mereka, dan tiba-tiba merasakan adanya hal-hal yang misterius dan menyeramkan yang mengintai di kegelapan tersebut. Semua suara dan bayangan yang mereka lihat membuat mereka semakin merasa takut dan gelisah. Terlebih lagi, mereka tahu betapa sulitnya untuk menemukan jalan kembali ke jalan yang benar di tengah kegelapan seperti itu.
Dengan segala rasa takut yang membuncah di dalam hati, mereka terus berjalan, dengan harapan agar bisa menemukan jalan keluar dari hutan itu
"Jderrrrr!! .."
Suara kilat petir yang sangat keras dan menyilaukan membuat mereka hampir kehilangan keseimbangan saat berjalan. Kemudian, langit yang tadinya gelap dan angker itu berganti dengan hujan deras yang mengguyur tanah di sekitar mereka. Tanah berubah menjadi lumpur yang basah dan licin, dan setiap langkah yang mereka ambil terasa berat dan sulit.
Mereka berusaha mencari tempat berteduh, tapi kesulitan menemukan tempat yang aman dari guyuran hujan.
Obor yang sebelumnya menyala pun padam dan meninggalkan mereka dalam kegelapan total. Pakaian mereka basah kuyup dan tubuh mereka terasa dingin oleh hujan yang terus turun.
Kondisi mereka semakin sulit dan menyedihkan, tetapi mereka tidak menyerah. Mereka tetap berusaha mencari tempat berteduh dan terus berjalan hingga menemukan sebuah batu besar yang bisa dijadikan tempat berteduh sementara. Mereka terpaksa merapatkan tubuh mereka dan berusaha menghangatkan diri dengan menggosok-gosokkan tangan mereka.
Faizal memperhatikan Zihan dengan prihatin. Bibir Zihan berwarna kebiruan dan tubuhnya menggigil kedinginan.
Tiba-tiba, Faizal membuka tasnya dan mengeluarkan sarung miliknya. "Ambil ini, ganti bajumu. Aku tak ingin kamu sakit di sini," kata Faizal dengan nada khawatir.
Zihan menggelengkan kepala dan menatap Faizal dengan tatapan tajam. "Dasar mesum! Apa kau gila? Menyuruhku mengganti pakaian di depanmu?" ujarnya sambil menggerakkan kepalanya ke arah Faizal. Wajahnya tampak kesal dan sedikit marah.
Faizal terdiam sejenak dan mencoba memahami perasaan Zihan. "Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya khawatir kamu sakit karena pakaianmu basah," kata Faizal dengan nada lembut.
Zihan menatap Faizal dengan perasaan cemas dan merasa bersalah. "Baiklah, terima kasih. Aku akan ganti pakaian sekarang," ujarnya sambil mengambil sarung yang diberikan Faizal dan pergi ke belakang batu besar untuk mengganti bajunya.
Faizal merasa lega karena Zihan akhirnya mau mengganti pakaian. Ia mencari kayu dan membakar api unggun kecil untuk menghangatkan tubuh mereka
"Apakah kamu merasa lebih baik sekarang?" tanya Faizal sambil menghangatkan tangannya di depan api unggun kecil.
Zihan mengangguk perlahan. "Ya, tapi ini sangat tidak enak digunakan," ujarnya saat mengenakan sarung yang diberikan Faizal.
Seketika, Faizal tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, pantas saja tidak enak, sarung itu belum aku cuci selama sebulan," katanya dengan nada ketus.
"Isssshhh! Dasar kau Faizal!" seru Zihan kesal dengan tingkah laku Faizal yang menjadikan sarung yang kotor dan bau menjadi pakaian penggantinya
Namun setelah beberapa saat, hujan yang tadinya deras hilang dalam sekejap dengan sangat aneh.
Faizal dan Zihan saling memandang dengan heran. "Kenapa hujannya tiba-tiba berhenti?" gumam Faizal dalam hati.
Mereka juga memperhatikan bahwa pakaian yang mereka kenakan tadi tidak basah sedikitpun dan tanah yang lumur pun tidak terlihat terkena hujan sebelumnya. "Ini sangat aneh," ujar Zihan bingung.
Faizal mengangguk setuju. "Ya, ini memang sangat aneh. Tapi apapun yang terjadi, kita harus tetap waspada dan siap menghadapi apa pun yang akan terjadi," kata Faizal
Dalam keheranan, tiba-tiba terdengar suara-suara lembut dari kejauhan, memanggil nama Faizal.
"Faizal! Suara itu semakin mendekat..." gumam Faizal dalam hati, ketegangan semakin memuncak saat mereka mendengar langkah kaki di belakang semak-semak yang semakin mendekat.
Zihan dan Faizal bersiap-siap di sana, tetapi jantung mereka semakin berdegup kencang dan tubuh mereka kaku seperti patung. Saat langkah itu semakin dekat, tiba-tiba suara itu menghilang begitu saja dan membuat suasana semakin mencekam.
"Waspadalah, Zihan... Akan ada sesuatu di depan sana," ucap Faizal dengan suara serak, mencoba menahan ketakutannya.
"Dia memanggilmu, Faizal..." ucap Zihan pelan.
"Ini tipuan... Aku merasa kita sudah memasuki area hutan terlarang," ucap Faizal ketakutan semakin memuncak, memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya
Faizal memicingkan mata ke depan sana, memperhatikan sekeliling hutan dengan waspada.
"Situasi ini tidak asing. Sepertinya ini ajian yang dimiliki oleh Zaqiel, yaitu memanipulasi waktu," ucap Faizal dengan suara pelan, namun terdengar jelas di tengah keheningan malam yang mencekam.
Zihan menatap Faizal dengan tatapan bingung, tidak tahu apa yang dimaksud oleh Faizal
"Apa maksudmu, Faizal? Memanipulasi waktu? Dan siapa Zaqiel itu?" Ucap Zihan dengan waspada menatap ke depan.
"Zaqiel adalah salah satu murid Bara yang pernah berkhianat karena ingin menguasai ilmu yang ada di dalam buku karangan gurunya itu..." Faizal menerangkan.
"Jadi begitu ya? Hmm, jadi kamu mengatakan bahwa temanmu dapat memanipulasi waktu sehingga hujan yang tadinya turun menjadi seolah-olah tidak turun sama sekali? Dan pakaian kita juga tidak basah sedikitpun? Apakah itu artinya temanmu dapat memutar kembali waktu dengan mudah tanpa konsekuensi yang tidak diinginkan?"
Faizal mengangguk. "Tepat sekali."
"Swishh!!" terdengar suara angin kencang bertiup seiring dengan kehadiran seseorang di balik kegelapan. Terlihat sepasang mata yang menyala di tengah kegelapan.
Sorot mata tajam yang menyala dan balutan pakaian hitam yang misterius membuat sosok itu terlihat menyeramkan ketika ia memandang Faizal dan Zihan dari kejauhan.
Faizal merasakan detak jantungnya semakin cepat saat ia tersenyum tipis melihat sosok tersebut. "Sudah kuduga ini ulahmu, Zaqiel," ucapnya dengan suara rendah namun tegas. "Apa yang kamu inginkan? Apakah kamu kembali ingin mengkhianati gurumu dan memperoleh kekuatan dari Buku Sesat, atau mencoba merebutnya lagi?"
Zihan juga merasakan ketegangan yang sama saat melihat sosok itu. Dia mengambil posisi bertahan, siap melawan jika diperlukan.
"Sshhht!"
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sosok itu tiba-tiba melesat menyerang Faizal dengan cepat.
Faizal langsung bersiap menghadapi serangan tersebut. "Dia menyerang! Siap-siap!" ucapnya seraya mulutnya bergerak membacakan Ilmu Asroriyah, kekuatan magis Laduni yang dimilikinya untuk melawan serangan Zaqiel.
"Tskk!" Tapak tangan Zaqiel memancarkan api yang terlihat sangat panas saat hendak menyerang Faizal.
Namun, Zihan yang sudah siap sejak awal langsung bereaksi dan menangkis serangan tersebut, sehingga Faizal terhindar dari bahaya.
"Bagus," ucap Faizal, mengangguk puas. Lalu, ia mencoba menyerang Zaqiel dengan keahliannya.
Zaqiel mundur beberapa langkah dari Faizal, menyadari bahwa Faizal bukanlah orang sembarangan.
"Rupanya kau semakin hebat saja, ya Faizal. Hahaha!" Dia mengumbar tawa jahatnya, meskipun sebenarnya ia merasakan ketakutan mendalam di dalam hatinya.
"Tenanglah, Faizal. Aku hanya ditugaskan untuk menguji kerja sama kalian dalam misi ini," ucap Zaqiel, mencoba menenangkan Faizal.
Namun, Faizal merasa curiga dengan perkataannya dan merasa bahwa itu hanyalah tipuan dan alasan semata. "Heh! Aku tidak segan untuk melawanmu, Zaqiel. Aku tahu kelemahanmu," balas Faizal dengan nada tegas.
Zaqiel hanya tertawa sinis. "Hahaha! Rupanya kau masih menjadi anak yang selalu curiga, ya!"
Zihan yang melihatnya terheran dan shock, bergumam dalam hatinya, "kegilaan apa ini? Ajian Tapak Waringin Sungsang yang digunakan Zaqiel untuk menyerang Faizal hanya untuk menguji? Apa dia serius?"
Ia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin Zaqiel menggunakan ajian Tapak Waringin Sungsang yang sangat berbahaya hanya untuk menguji kerja sama mereka? Zihan merasa semakin tidak yakin dengan niat sebenarnya.
"Sebenarnya orang seperti apa kalian ini?" gumam Zihan dengan wajah yang masih tidak percaya.
Zihan semakin yakin bahwa Faizal dan Zaqiel di depannya bukan orang sembarangan. Pasalnya, ajian-ajian yang mereka gunakan sangatlah mematikan dan sering digunakan dalam pertarungan antara para pendekar di masa lalu. Namun, mereka hanya menggunakan ajian-ajian tersebut untuk candaan dan pengujian saja.
Ia merasa kagum dengan kemampuan Faizal dan Zaqiel yang mampu mengendalikan ajian-ajian tersebut dengan begitu mudah. Namun, Zihan juga merasa kecewa dengan tindakan Zaqiel yang menggunakan ajian Tapak Waringin Sungsang untuk menguji kerja sama mereka. Ia masih merasa bingung dan tidak bisa memahami niat sebenarnya dari Zaqiel.
Zihan melangkah maju berjejer dengan Faizal, menatap tajam ke arah Zaqiel yang berdiri di depan mereka.
"Bug!! Apa kau gila!!!" ucap Zihan sambil memukul dada Zaqiel, "bisa-bisanya kau menggunakan ajian itu hanya untuk menguji saja hah!! Dasar."
"Aduh!!!" Zaqiel merintih kesakitan. Ia lalu melihat Faizal dengan satu mata, "Zal, kenapa wanita ini memukulku seperti itu?" tanyanya bingung kepada Faizal
Zihan merapatkan tangan di dadanya dengan ekspresi kesal saat ia memalingkan wajahnya dari kedua orang itu.
"Maunya apa sih kalian? Apa kalian bahkan tidak menyadari bahwa satu sentuhan dari ilmu yang kalian gunakan bisa membunuh puluhan musuh? Hah! Untung saja aku pandai menangkisnya," ucap Zihan.
Zaqiel mencoba menenangkan Zihan, "Tenang saja, aku tahu siapa Faizal. Dia orang yang sangat hebat. Aku yakin jika tadi dia terkena pukulan ku, dia tidak akan mati begitu saja."