"Apa maksudmu?"
Aku tersenyum jemawa, "Kacamata adalah poin utama dari trik ini. Aku benar, kan?"
Takumi memilih untuk diam.
"Di dalam kamar Tamaki, ada surat yang bertuliskan atas nama Kenkyo yang menyuruhnya ke atap. Besar kemungkinan Tamaki merasa tertarik untuk pergi kesana, karena pelaku yang mengirimkan memakai nama Kenkyo."
Dia masih diam. Dia berhadapan dengan detektif resmi. Apalagi dia membawa Kenkyo. Sungguh bodoh, bukan? Aku memeriksa semuanya. Aku sudah tau, dan tak ada alasan dia bisa menyangkal. Dia pikir aku tak akan memeriksa sampai ke akar? Bodoh sekali!
"Kebetulan, ah tidak! Sesuai rencanamu, Kenkyo pun ke atas atap, karena kau tau kebiasaannya kalau aku datang berkunjung di hari kamis, maka Kenkyo akan ke atap untuk mengambil jasku yang di jemurnya pada malam hari. Baik, kembali pada Tamaki, secara alami dia pasti mencari Kenkyo yang sebenarnya masih belum datang. Dia pasti berkeliling untuk mencari Kenkyo. Dan ketika Tamaki berada di depan pagar pembatas, Tamaki melihat seseorang yang melambaikan tangan ke arahnya. Karena matanya yang tak bisa melihat jauh, Tamaki pun tak tau siapa yang melambaikan tangan padanya, apakah Kenkyo atau siapa. Maka dari itu gadis itu memakai kacamata untuk melihat orang yang melambaikan tangan padanya."
"Lalu apa yang aneh?" potong Takumi cepat. Ku melihat wajahnya sedikit berubah membuatku menyunggingkan senyum.
"Itulah poin utamanya. Begini, bagaimana jika kita mengganti lensa kacamata Tamaki yang tidak cocok dengan daya penglihatannya? Tamaki akan kehilangan keseimbangannya karena penglihatannya yang buram membuat kepalanya pusing, kemudian untuk menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh, ia memegang pagar yang ada di depannya tanpa menyadari bahwa pagar itu akan langsung lepas begitu di sentuh, dan itu membuatnya kehilangan keseimbangan tubuhnya dan akhirnya ikut terjatuh."
Aku terus menganalisis sambil melihat Takumi yang menunduk. Tampaknya dia sudah menyerah. Aku melanjutkan analisaku lagi.
"Kau dan Tamaki-san adalah 'teman baik' bukan? Kau sering berkunjung ke tempat Tamaki-san, jadi tidak sulit untukmu untuk mengganti kacamata Tamaki-san."
"Buktinya?" tanya Takumi. "Apa buktinya? Kau hanya menjelaskan trik yang dapat dilakukan oleh siapapun yang ada tepat di tempat yang bisa dilihat oleh Tamaki saat itu. Artinya, selain aku, masih ada tersangka lain, Rin, ayahnya dan kau juga kan?"
"Mungkin kau benar. Siapapun yang ada di TKP bisa menjadi pelaku yang membunuh Tamaki-san. Pelaku harus berada di sekitar TKP karena selain untuk memancing korban agar menyentuh pagar pembatas, Pelaku harus menukarkan lensa kacamata korban," ucapku berjalan mendekat.
Aku, berjalan hingga tubuhku kini tepat di depannya dan memandangnya tajam dan dingin. "Saat di atap, aku melihatmu menyembunyikan suatu benda yang kau ambil dari TKP ketika perhatian orang-orang tertuju kepada Kenkyo-chan." Aku memandang jari-jari Takumi yang diperban. "Jari-jari kananmu teriris pecahan kaca lensa itu kan?"
Takumi menyentuh jari tangannya. "Jariku teriris waktu aku belajar memasak," kata Takumi pelan.
"Kau bohong! Jika jarimu teriris pisau, harusnya yang teriris adalah jari di tangan kirimu, bukan tangan kanan, terkecuali jika kau adalah seorang kidal. Namun nyatanya kau bukanlah kidal. Luka di jari itu didapat saat kau mengambil secara terburu-buru pecahan kaca selagi perhatian orang-orang tertuju pada Kenkyo-chan. Kau tidak bisa beralasan lagi, Takumi-san, menyerahlah."
Hening. Dia hanya terdiam.
Aku menarik rambut ikalnya.
"Mengaku atau kau akan bernasib sama dengan Tamaki-san!" Ancamku
***
"Ji-san!" Kenkyo memelukku saat aku datang menjemputnya. Kelihatannya dia baik-baik saja.
"Kamu terlihat senang disini," kataku melirik ayahku, Kepala Polisi Tokyo Takahashi Ryosuke.
"Ryosuke Ji-san memperlakukanku seperti putri raja di sini. Tentu saja aku senang," jawab Kenkyo riang.
Tentu saja. Kamu 'kan kesayangan, Kenkyo. Lagipula, ada hubungan diantara kamu, ayah, dan aku. Jelas saja kamu di istimewakan.
Aku menghela napas. Kamu adalah menantu yang paling disayangi oleh ayah dan ibuku.
"Sudahlah, izin pada outou-san sana!" perintahku pada gadis remaja usia tujuh belas tahun ini.
Dia menurut. Ayah mengerling padaku membuatku ingin berdecih saja. Apa pula maksud kerlingan matanya itu? Mau menggodaku, huh?!
***
Aku mengajak Kenkyo ke kedai es krim. Musim panas memang membuat rasa es krim semakin lezat. Sesuai janjiku, aku mengajaknya menikmati es krim.
Seperti biasa dia akan memesan es krim coklat favoritnya. Aku memandanginya menikmati es itu. Benar-benar kekanakan.
"Ji-san kenapa melihatku begitu? Ji-san mau esku?"
Aku kelabakan. Tunggu! Mau sampai kapan dia memanggilku dengan 'paman'? Setidaknya 'kakak' saja. Hey aku masih muda!
"Nii-san!"
"Hmm??" tampaknya dia belum mengerti.
"Panggil aku nii-san. Aku tak setua itu, Kenkyo-chan. Dan lagi, kamu memanggil ayahku 'ji-san', masa memanggilku 'ji-san' juga."
Dan lagi si Takumi juga jadi mengira kalau Kenkyo adalah keponakanku karena dia memanggilku paman. Padahal, Kenkyo 'kan istriku.
Dia terkikik. "Baiklah, Nii-san," katanya
"Jadi apa motif Takumi, Nii-san?" tanyanya penasaran.
"Cinta. Cintanya ditolak Tamaki-san."
"Tentu saja, 'kan Takumi sudah memiliki Rin."
"Nah untuk itu lah pembunuhan ini terjadi, sweetheart. Sementara kamu tau rahasia ini. Jadi, untuk membalas kalian, dia berencana mengirim kamu ke penjara dan Takami-san ke akhirat. Tapi dia sungguh bodoh."
"Kenapa begitu?"
Aku menyeringai mendengar pertanyaannya.
"Karena selama aku bernapas, kamu tak akan kubiarkan jauh dariku. Selama aku hidup, tak kubiarkan bahaya mendekatimu.."
Kulihat ia merona dan menutupi wajahnya. Mungkin malu. Dan aku suka sekali ekspresinya itu.