webnovel

IHeart You

**Season I: (TAMAT) Indah Putri Soedarmo, berasal dari keluarga yang kaya raya. Apapun bisa Putri dapatkan dengan mudah. Membuat pribadi remajanya tumbuh menjadi egois dan tidak mau tersaingi oleh siapapun. Kehidupan percintaannya pun tidak berjalan mulus, ia harus memilih antara mengorbankan perasaannya atau membantu orang tuanya untuk melakukan perjodohan dengan pria tampan dan kaya raya, dan memliki sifat dingin dan angkuh. Demi menyelamatkan perusahaan keluarga yang sudah lama berdiri. **Season II - Start Chap 215. I Heart You - Unforgettable Selama ini Jane melarikan diri dari suaminya sendiri, merasa sakit hati ketika ia mengetahui bahwa Henry akan menikah lagi dengan wanita lain. Setelah bertahun-tahun menghilang, akhirnya takdir mempertemukan kembali Jane dan Henry. Tapi... anehnya dia harus menjadi sekretaris Henry, itupun karena permintaan Nicole - istri kedua dari Henry. "Sayang... tadi aku sempatkan mengatakan kalau aku menemukan sekretaris yang cocok untukmu. Dan perkenalkan dia adalah Nona Jane." Ucap Nicole yang menunjuk pada Jane, senyum yang ia berikan berkesan ramah. Apakah Nicole tahu hubungan antara Jane dan Henry? Apakah dia tahu, jika wanita yang akan dijadikan sekretaris suaminya adalah... istri pertama Henry?

Sita_eh · Urban
Zu wenig Bewertungen
393 Chs

Kelabu.

Roy menarikkan selimut hingga menutupi leher Putri. Wira pun mematikan lampu kamar dan menghidupkan lampu tidur. Roy memberikan instruksi kepada kedua adiknya agar segera keluar dari kamar.

"Kalian berdua, urusan kita belum selesai. Jelaskan apa yang terjadi." Ucap Roy dengan berbisik. Mereka bertiga pun menuju dapur, tempat untuk mereka saling memberikan penjelasan.

Wira memulai penjelasannya dengan sikap Putri yang mulai kembali kasar ke Mega, dan mulai menceritakan bagaimana Putri dan Andi datang menghampiri Raja dan Rafa. Serta bagaimana Raja meluapkan emosinya terhadap Putri.

Rian juga mulai menjelaskan bagaimana Raja dan Rafa memulai hobi mereka dan bagaimana Rian membantu si kembar untuk menyalurkan hobi si kembar dengan tepat dan benar. Mengajari mereka mengenai cara penjualan dan promosi.

Roy menarik napasnya dengan sangat panjang, dan menyeruput kopi yang baru dibuatnya. "Hhh, sepertinya Raja terlalu berpikir jauh, seharusnya dia bisa menanyakan terlebih dahulu. Alasan kenapa papa bersikap keras seperti ini." Roy kembali meletakkan kopinya. "Maksudnya Kak?" Tanya Rian bingung.

"Orang tua mana sih yang akan membiarkan anaknya dalam bahaya, apa yang dilakukan ayah kita kepada Raja dan Rafa sebenarnya adalah sebuah perlindungan orangtua terhadap anaknya." Roy kembali menyeruput kopinya. Wira dan Rian masih mengamati kakaknya.

"Hanya saja sudut pandang kalian yang harus dirubah. Ayah kita lebih melihat ke arah masa depan. Misalkan saja..." Roy menatap kedua adiknya, mencari suatu hal yang bisa ia berikan contoh. Sehinga Rian dan Wirya, bisa memahami maksud penjelasannya. "...Bayangkan jika Putri, memang harus di pidana akan kesalahannya atas perbuatannya dengan Mega." Roy menyandarkan punggungnya pada sisi bangku dan menatap ke arah Wira, seakan-akan menunggu Wira untuk bisa memberikan kesimpulan.

"Aku tau Mega itu pacarmu Wira, tapi aku tidak yakin Putri masih mau melakukan hal kasar yang sama seperti dulu." Roy menggaruk kepalanya, seperti bingung untuk menjelaskan. "Kalian gak paham ya? OK... Jika saja...Putri saat itu dipidana, dan... Ya... dia menerima hukuman atas perbuatan yang dilakukannya. Tapi apa akan memperbaiki situasi yang ada saat itu? Bukankah, yang terpenting saat itu adalah memastikan Mega dalam kondisi selamat dan baik bukan?" Roy sesaat berhenti untuk melihat reaksi adik-adiknya.

"Dan hal yang sama dilakukan papa untuk Raja dan Rafa. Apakah dengan mengijinkan mereka melakukan atau melanjutkan apa yang sudah mereka mulai, akan membuat situasi menjadi lebih baik. Tidak bukan, Ayah kita hanya memikirkan masa depan Raja dan Rafa." Terlihat raut wajah Roy yang lelah dan sedih.

"Yah.. Harus aku akui. Memang ada sikap papa yang sudah keterlaluan malam itu. Tapi... Itu semua, karena saat ini beban papa sudah cukup banyak." Roy memegang dan menatap gelas kopinya dengan sangat erat.

"Sejujurnya, ah... Aku tidak tahu apa kalian sudah siap untuk mendengar ini atau tidak." Ucap Roy yang mulai terdengar khawatir. "Apa Kak Roy?" Tanya Rian Ragu.

"Jadi kalian ingin mengetahuinya?" Tanya Roy kembali. Rian dan Wira mengangguk bersamaan, dengan pelan. "Mmm... Baiklah kakak rasa kalian sudah seharusnya mengetahui kondisi yang sebenarnya." Roy mengambil napasnya dengan dalam, sepertinya yang akan ia sampaikan terdengar sangat sulit dan berat.

"Asal kalian tahu, beberapa tahun belakangan ini perusahaan mengalami kemunduran yang cepat bahkan terlalu cepat." Roy kembali melihat reaksi adik-adiknya yang masih bingung, dan kaget dengan ucapan Roy.

"Bahkan perkawinanku dengan Renata, ternyata tidak dapat membantu banyak. Yahh walaupun ayah mertuaku sudah memberikan beberapa suntikan dana segar. Tetap saja kami harus menutup beberapa perusahaan cabang kecil."Roy terlihat sedih saat mengucapkan hal itu.

"Sebenarnya aku sungguh kasihan dengan papa. Ada baiknya jika kalian sesekali, menyempatkan atau mungkin harus datang ke perusahaan! Melihat betapa crowded-nya situasi disana. Kami tidak mungkin melakukan PHK besar-besaran, kami hanya bisa memindahkan banyak karyawan. Bagi mereka yang mau akan bertahan, sedangkan mereka yang tidak mau, akan mengundurkan diri dengan sukarela." Roy mendengus dengan kesal.

Wira dan Rian saling menatap dalam diam, belum ada satu patah yang keluar dari mulut mereka. Masih terus menyimak penjelasan Roy, yang semakin gelisah saat menceritakan.

"Terlihat sangat kejam bukan? Karena kami tidak memiliki pilihan.Ta-pi... kami sudah mencoba berbagai macam hal untuk membantu meningkatkan pemasukan." Roy menghabiskan kopinya dengan sekali tegukan.

"Itu sebabnya, papa sangat bersikeras agar Raja dan Rafa bisa serius dengan kuliah mereka, karena papa berharap mereka bisa memberikan bantuan di perusahaan." Ucap Rian yang kini sadar dengan arah pembicaraan Roy.

"Ya benar, bayangkan berapa banyak karyawan yang bekerja sudah bertahun-tahun dan harus keluar tanpa mendapatkan apapun, karena perusahannya mengalami pemerosotan income dan belum mampu membayar tunjangan dalam jumlah besar. Mungkin kalau satu atau dua karyawan kami masih mampu. Tapi bagaimana jika sampai ratusan?" Roy menjelaskan, dan terlihat raut wajahnya yang sangat lelah.

"Hei tenang, jangan terlalu khawatir." Roy kembali tersenyum melihat reaksi Rian dan Wira yang cukup kaget mendengar penjelasan Roy. "Kita pasti akan cari jalan keluarnya." Roy kembali menyemangati dirinya.

"Kak Surya?" Tanya Rian. Roy sedikit terkejut Rian menanyakan Surya, tapi kemudian kembali memberikan senyuman kepada Rian. "Surya, ya tentunya dia sangat tahu mengenai hal ini. Sejujurnya aku berharap Surya bisa kembali ke perusahaan dan membantu kami untuk pemulihan." Pikiran Roy kembali menerawang.

"Beberapa kali aku mengajaknya untuk kembali bergabung, tapi dia menolak dan tentunya ini karena sikap papa yang masih belum menerima Leyna sebagai menantunya." Roy memegang dahinya, seakan ia merasakan pusing di kepalanya.

"Ternyata keluarga sempurna kita perlahan mulai hancur ya." Ucap Wira dengan tersenyum sinis. "Hei, kita gak boleh pesimis seperti ini bukan." Rian menegaskan. "Gue gak akan nyangka, Putri berani melakukan hal nekad." Rian kembali berbicara.

"Apa perlu kita beritau papa dan mama soal ini." Wira menegakkan posisi badannya, menatap Roy yang masih memegang dahinya. "Hmm, saat ini jangan dulu. Biarkan orang tua kita menyelesaikan masalah mereka." Jawab Roy dengan tenang.

"Cukup awasi adik kita, jangan sampai dia melakukan hal yang lebih parah lagi." Roy berkata dengan serius, menatap kembali wajah Rian dan Wira yang memperhatikannya.

Malam itu mereka bertiga banyak menghabiskan waktu untuk saling bercerita, mereka sepakat untuk mendukung apapun keputusan orang tua mereka. Asalkan semua bisa berakhir dengan baik. Malam itu hujan pun turun, seakan turut bersedih dengan apa yang dialami keluarga mereka. Wira dan Rian memutuskan untuk beranjak ke kamar mereka, sedangkan Roy masih menunggu kabar dari kedua orangtuanya. Terus menatap hujan yang turun dengan lebat dari arah jendela.