"Kita apakan mayat rusa ini?"
"Biarkan saja" seru Delta
"Ehhh! menurutku kita
bisa jadikan kulit rusa ini sebagai mantel penangkal hawa dingin" ucap Fiona
"Memang, tapi bagaimana cara membawa mayat ini ke kota?" Kataku
"Bagaimana kalau begini" Fiona tiba-tiba mengangkat tangannya ke atas, setelah beberapa saat cahaya berwarna-warni muncul, bercampur dengan warna cahaya bulan yang sangat terang, pemandangan tersebut sangat indah untuk dipandang.
"Mau dilihat sampai kapanpun cahaya itu sangat indah" ucap Delta
"Hei, apa yang kau lakukan? Jangan buang-buang sihirmu"
"Hehehe, tunggu dan lihat rencanaku!"
.....
"Jadi rencanamu hanya membuang mantra sihirmu terus diam selama 10 menit?" Aku memasang wajah datar.
"A-hh u-hmm kenapa ya?" Fiona menatap sekitar dengan wajah panik"tunggu! Tunggu sebentar lagi!"
"Ini buang-buang waktu, lebih baik kita masuk ke reruntuhan itu" aku pergi menuju lubang yang menghubungkan ke dalam reruntuhan
"Aku setuju dengan Zero" Delta menatap ke arah Fiona kemudian menggerakkan tangannya, memberi gestur untuk mengikuti kami "ayo"
"Aku akan menunggu disini" Fiona menggembungkan pipinya.
Keras kepala sekali.
"Delta, kau temani Fiona saja, biar aku yang masuk kedalam"
"Tapi, aku ingin ikut menjelajah" Delta terlihat tidak bersemangat.
Aku merangkul bahu Delta kemudian berbisik "kau ingin terlihat keren kan? Mungkin tiba-tiba masalah datang, dan kau bisa menolong Fiona, dan mungkin dia akan jatuh cinta padamu"
Delta menganggukkan kepalanya dan dia melamun sebentar "hmm, aku mengerti, itu ide yang cukup brilian"
Aku menepuk-nepuk punggungnya "Baiklah, ini sudah ditentukan. Aku akan kesana seorang diri" Aku melangkah menuju lubang yang menghubungkan ke dalam reruntuhan sambil melambaikan tanganku "tolong jaga Fiona dengan benar"
Mungkin alasan tersebut kenapa aku menyukai reruntuhan adalah karena di duniaku dulu, aku sering bermain game RPG. Alasan yang cukup simpel bukan?
Pada awalnya aku berpikir apa aku masuk ke dalam dunia game, tapi dalam dunia ini tidak ada namanya 'level up' atau hal lain semacam itu.
Aku menelusuri reruntuhan seorang diri. Aku merasa alasan rusa putih itu diam disini, mungkin dia sedang menjaga sesuatu yang sangat berharga dari orang-orang.
Di dalam reruntuhan terdapat ruangan yang cukup luas dan di bagian tengah ruangan terdapat 4 patung elf yang memakai jubah. Reruntuhan ini hanya punya satu lorong dan dua ruangan yang ditutup oleh dinding batu yang cukup kokoh, dinding tersebut tidak bisa dibuka dengan cara biasa.
Aku yakin dibalik ini pasti ada harta Karun.
Aku meraba dinding reruntuhan berharap menemukan tombol rahasia yang membuka pintu batu itu.
Aku yakin pasti ada tombol rahasia disini.
.....
"Haaaaa, sial! Aku menyerah!"
Dengan pasrah aku mencoba menggeser pintu batu itu menggunakan segenap kekuatanku.
Krekk!
Tiba-tiba pintu yang kugeser bergerak kesamping.
"Berhasil"
Saat pintu itu terbuka sebagian, seekor serigala melompat ke arahku.
Dengan gesit aku menahan mulutnya dengan tanganku, taring tajamnya menusuk tanganku, menembus mantel dan pakaianku.
Dengan sekuat tenaga aku melempar serigala itu ke samping.
Serigala itu terbanting ke samping dan melolong, tubuh serigala itu tiba-tiba berubah menjadi sosok gadis berambut panjang dan memakai mantel berbahan bulu hewan. Di kedua lengannya dia membawa sabit kecil yang terbuat dari es.
Apa dia seorang Druid?"
(Druid adalah mereka yang memuja dewa hutan dan dapat kekuatan magis dari dewa hutan itu sendiri. Biasanya ada beberapa tradisi supaya bisa masuk ke dalam sekte ini. Biasanya ras elf adalah seorang druid)
"Tenang dulu" aku mengangkat kedua tanganku, memberi gestur kalau aku tidak ingin melawan dia.
"Kau! apa kau belum puas hah? dasar pemburu brengsek!" Gadis itu menatap ke arahku dengan penuh kebencian. Hasrat membunuh dari gadis itu mulai terasa.
Apa kau tahu apa itu hasrat membunuh? Singkatnya itu adalah aura yang bisa dirasakan oleh orang lain. Semakin besar niat membunuh semakin besar juga aura yang bisa dia keluarkan.
Orang-orang yang kuatlah yang bisa mengeluarkan hasrat membunuh ini sampai bisa dirasakan oleh orang lain.
Dalam level lebih tinggi, hasrat membunuh bisa membuat orang di sekitar merasakan perasaan yang tidak nyaman bahkan bisa membuat seseorang pingsan.
Gadis ini punya hasrat membunuh, tapi tidak cukup kuat, setidaknya bagiku.
Gadis itu berlari dengan gesit ke arahku sambil menghunuskan sabitnya.
Aku dengan cepat menarik pedangku dan mengayunkan tepat di hadapannya.
Dia melompat ke dinding sebagai batu pijakan dan mulai menyerangku dari atas.
Tangan kiriku dengan gesit menarik belati cadangan yang kusimpan di samping pahaku.
Tanpa jeda sedikitpun, aku langsung melayangkan serangan balasan dan membuatnya melompat mundur.
"Tunggu, aku bukan pemburu!"
Gadis itu berdiri dan menatap tajam ke arahku.
"Kau pikir aku akan percaya dengan omong kosong-mu itu!?
"Aku hanya se-"
"Tutup mulutmu!" Gadis itu berubah bentuk menjadi burung hantu dan melesat terbang menuju ke arahku.
Sial, tidak ada cara lain.
Aku melempar belatiku,mencoba mengenai burung hantu itu.
Swing!
Burung hantu itu dengan mudah menghindari lemparan belati itu
Tidak mungkin dia menyerang menggunakan tubuh seekor burung hantu, pasti dia akan berubah wujud menjadi tubuh aslinya untuk menyerangku.
Saat burung hantu itu tepat berada di atasku, burung itu berubah wujud menjadi tubuh aslinya, gadis itu sudah menghunuskan sabitnya tepat diatas kepalaku.
Aku menahan serangan tersebut menggunakan pedangku,tetapi seketika lutut gadis itu menghantam wajahku.
Brughh!
Dengan gerakan yang cepat, gadis itu sudah melayangkan sabitnya tepat ke bahuku dan menancapkannya.
"Arghhhhh!" Sambil menahan rasa sakit, aku membalas serangan gadis itu dengan meninju wajah gadis itu sekuat tenaga, serangan itu membuat gadis itu terpental kebelakang.
Sial, aku lengah. tapi untungnya lukanya tidak dalam.
Aku menarik sabit yang tertancap di bahuku.
Gadis itu melompat dan mencoba menyerang dengan sabitnya.
Aku mengayunkan pedangku, membalas serangan tersebut. Kedua senjata kami bergesekan satu sama lain. Aku mencoba memberikan serangan lanjutan dengan menyerang menggunakan sabit yang kuambil tadi.
Gadis itu melompat ke belakang dan seketika berubah menjadi seekor kambing gunung dan menyeruduk ke arahku.
Brughh!
Serangan kejutan tersebut membuatku terpental dan membuatku terjatuh.
Setelah berhasil melakukan serangan itu, diapun kembali ke wujud aslinya.
"Ah sial, aku sudah muak, tadinya aku berpikir untuk mengakhiri ini dengan damai" aku mulai berdiri kemudian menatap tajam ke arahnya "apa kubunuh saja ya?"
Saat aku menatap tajam kearahnya, aku bisa melihat tubuhnya sedikit bergetar.
Aku melempar sabit sekuat tenaga.
Tanpa sempat menghindar, sabit tersebut melesat tepat ke bagian bahunya.
Gadis itu merintih kesakitan.
Aku melesat berlari ke arahnya, saat aku sudah berada di depannya, gadis itu terlihat sangat terkejut.
Aku melayangkan pedangku, menebas tubuhnya, membuat gadis itu merintih kesakitan lagi, saat gadis itu mencoba kabur dengan melompat kebelakang, sepersekian detik sebelum dia melompat, aku sudah memegang kerah bajunya kemudian membantingnya.
Saat aku hendak menginjaknya, dia berubah menjadi burung hantu dan terbang seketika. Sabit yang tadinya tertancap di perutnya kini terjatuh.
Aku mengambil belati yang kubawa, melempar dengan cepat.
Lemparan tersebut mengenai punggung burung hantu itu dan membuatnya terjatuh, tubuhnya berubah menjadi tubuh seorang gadis lagi.
Belati yang kulempar tadi masih menancap di punggung gadis itu.
Aku melompat sambil mencoba menusukkan pedangku ke perutnya.
Serangan tersebut berhasil mengenainya dan membuat gadis itu mengeluarkan darah dari mulutnya.
"Ada kata-kata terakhir?"
"Ka-kau! Kau dan kelompok pemburu bodohmu itu akan merasakan pembalasan!karma pasti akan berlaku! Dasar kalian para bajingan!" Dari tatapannya aku bisa merasakan kalau kebencian yang dia rasakan sangat besar.
"Baiklah, aku menantikannya"
Aku merasa kalau aku tidak membunuhnya sekarang, aku yang akan dibunuh nantinya. lagipula, gadis itu sudah dibutakan oleh kebencian.
X--X
Meski aku pernah membunuh seseorang sebelumnya, rasa sesak sesudah membunuh seseorang selalu menghantuiku.
Perasaan itu menurutku begitu berharga karena menandakan kalau aku masih seorang manusia.
Di duniaku dulu, membunuh seseorang adalah hal yang tabu, meski begitu pekerjaanku dulu tetap memaksaku membunuh. Yah... Bagaimanapun, dunia ini juga tetap memaksaku untuk membunuh.
Entah dunia ini ataupun duniaku dulu, pahlawan yang tangannya benar-benar bersih itu tidak pernah ada. Bahkan kalimat pahlawan itu sendiri sebenarnya hanyalah omong kosong belaka.
Dengan perasaan sesak ini, aku melangkahkan kakiku ke depan menuju ke ruangan dimana gadis itu keluar.