webnovel

16. BERHASIL KELUAR DARI RUANG BAWAH TANAH

Aku segera mendekat ke Jihan. Kedua tanganku langsung menaruh tubuh Jihan di pahaku. Aku duduk berselonjor. Aku berusaha membangunkan Jihan dengan menepuk-nepuk pipinya.

"Jihan, bangunlah!" seruku dengan cepat. Hatiku sangat panik sekali. Aku sangat berharap Jihan bisa bangun sekarang juga. Karena untuk keluar dari ruangan ini Jihan tentunya harus berjalan ke tangga dengan kedua sisi tembok yang sempit.

Aku baru ingat kalau aku membawa botol minuman. Segera saja aku membuka tas ranselku dengan satu tangan. Karena tangan yang satunya aku memeluk Jihan.

Aku segera membuat Jihan untuk bersender di dada dan lengan atasku. Aku terus membangunkannya dan memberikan dia minum. Agar dia bisa sadar.

"Ayo, Jihan! Bangunlah. Aku di sini untuk menyelamatkan kamu. Aku mohon Jihan ayo bangun," ucapku dengan lirih berbisik di telinganya.

Kembali lagi aku menepuk pipinya dengan keras dan beberapa detik aku melihat kedua matanya terbuka dengan pelan. Wajahnya tampak heran.

"Aku Aslan, ayo kita pergi dari sini," ucapku dengan bersemangat.

"Tapi aku merasa lemas sekali, Aslan," keluh Jihan dengan wajah lemas.

"Ayo minum ini lagi," aku segera membantu Jihan meminum air minum itu. Aku hanya membawa air putih dan roti.

Kini Jihan sudah bisa duduk sendiri setelah minum air putih.

"Aku sangat lapar sekali," kata Jihan langsung meraih roti dari tas ranselku sebelum aku akan memberikan kepadanya.

"Makanlah semua rotinya. Itu untuk kau semua," kataku dengan melihat Jihan terpana. Ia sangat menikmati roti dan air putih. Meski hanya itu tapi dia sangat lahap. Jack sangat tega membiarkan anak gadisnya kelaparan seperti ini. Aku benar-benar tidak habis pikir sama sekali.

Kini Jihan mengelap mulutnya. Dia rupanya sudah merasa sedikit kenyang.

"Terimakasih banyak Aslan. Kau benar-benar mengerti aku. Kau bahkan membawa ini semua demi menyelamatkan aku," kata Jihan dengan tersenyum manis melihatku.

"Ya Tuhan, Jihan kau tau tidak? Ketika kau meneleponku aku sungguh sangat panik sekali. Aku langsung saja membawa barang apa saja yang mungkin di perlukan. Lalu aku langsung menuju ke sini,"

"Terimakasih sekali Aslan,"

"Iya sama-sama Jihan. Kau tidak perlu mengatakan itu seharusnya. Karena ini adalah panggilan hati untuk aku membantumu," ucapku dengan tanpa malu.

Jihan hanya tersenyum sesaat. Lalu melihat ke sekelilingnya dengan datar. Mungkin dia kaget aku berkata seperti itu. Entahlah aku tidak tahu bagaimana perasaan Jihan.

Kini aku segera mengatakan kepada Jihan. Kalau harus segera pergi karena tidak bisa lama-lama di tempat ini. Tempat ini juga sangat terasa pengap sekali.

"Kau bisa berjalan naik tangga ke atas kan Jihan?" tanyaku dengan ragu.

"Aku pasti bisa, Aslna. Itu tidak terlalu tinggi. Lagi pula aku sudah kenyang jadi aku sudah mempunyai tenaga," kata Jihan dengan tersenyum lebar.

Aku melihat wajahnya yang bercahaya. Aku seolah bisa merasakan betapa Jihan sangat bahagia bisa terbebas dari ruangan ini.

Jihan terlebih dahulu naik ke tangga. Aku berada di belakangnya. Karena aku berusaha untuk melindungi dari dirinya supaya dia tidak jatuh. Aku melihat sepatu Jihan yang melangkah naik ke atas dengan pelan pelan.

Setelahnya kami berdua berhasil. Kini kami sudah berada di tanah berumput dan aku menutup besi itu dengan rapat lalu menguburnya dengan rumput rumput yang menggunung.

"Ya Tuhan, aku merasa ada di surga. Aku senang sekali bisa menghirup udara segar seperti ini. Ya Tuhan, terimakasih atas semua nikmat ini," gadis dengan rambut pirang panjang itu merentangkan kedua tangan sambil melihat ke langit malam yang luas.

Aku tersenyum melihat Jihan yang sangat bahagia. Kini Jihan melihatku dan mendekat. Aku sempat bingung dengan gerakannya dan dia langsung memeluk aku dengan hangat.

Kepalanya kini sangat dekat di pundakku. Aku bisa menghirup tengkuknya dengan lembut. Tanganku juga memeluk perutnya yang kecil. Pelukan itu tidak lama. Dia melepaskannya kalau berterimakasih dengan sangat tulus. Kau hanya mengangguk dan terus mengatakan jangan berkata seperti itu lagi Jihan. Aku merasa malu. Aku tertawa kecil.

Entahlah tadi itu adegan apa. Namun saat dia memelukku. Aku merasa sangat bahagia sekali. Aku merasa menemukan seseorang yang selama ini aku butuhkan. Aku merasa Jihan mempunyai hati yang tulus.

Kini aku berada di depan dan Jihan di belakangku. Aku melihat situasi halaman rumah miliknya. Aku berharap tidak ada tanda-tanda Jack ayah Jihan muncul atau sedang beraktivitas. Halaman berumput itu tampak sepi. Lampu juga menyala. Aku dan Jihan berjalan dengan mengendap-endap berusaha tidak ada suara yang di timbulkan. Setelahnya Jihan melihat ke belakang. Ia melihat rumahnya sendiri dengan wajah yang aku rasa dia sedih.

"Ada apa Jihan?" tanyaku dengan lirih sambil menyentuh pundaknya.

"Aku hanya merasa aneh saja. Kini rumahku sudah seperti penjara. Aku sudah tidak lagi merindukan rumah itu. Rasanya sangat aneh bagi jiwaku," kata Jihan lirih dengan menunduk.

Aku segera mendorong pundaknya agar cepat berjalan lagi sebelum sang ayah melihat kami berdua. Bisa bisa Jack mungkin mempunyai tembakan dan dia segera menembak aku. Aku segera mempercepat langkahku agar pikiran itu tidak datang lagi.

Kini aku dan Jihan sudah ada di mobilku. Dengan cepat aku melajukan mobil. Mobil segera bergerak maju ke jalanan yang sepi itu. Rumah komplek yang sepi sudah ada di belakang mobil. Aku menghembuskan nafas dengan lega. Kulihat Jihan yang melihat jendela. Matanya melihat dengan pandangan kosong. Mungkin dia sedih.

"Apa kau merasa sedih?" tanyaku dengan hati-hati.

"Ya mungkin, tapi aku merasa benar-benar kosong. Bahkan ayahku sendiri tidak peduli dengan perasaanku dan aku juga tidak mempunyai ibu. Aku tidak tahu ibuku dimana. Wajah ibuku saja aku juga tidak tahu. Nama apalagi. Aku merasa kosong. Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi," jelas Jihan dengan wajah nelangsa dan polos.

Aku hanya diam. Jadi bagaimana denganku? Jihan menganggap aku tidak ada selama ini?

"Jangan bersedih Jihan. Aku ini 'kan temanmu," kataku tersenyum.

"Hanya kau temanku seorang. Sungguh aku tidak punya teman lagi selain kau Aslan. Selama menjadi seorang kupu-kupu malam. Aku hanya berkutik di club' lalu keluar untuk membeli makanan atau bersantai sebentar di taman dan aku sama sekali takut untuk berbicara dengan seseorang. Ya mungkin karena aku adalah seorang kupu-kupu malam. Jadi aku merasa tidak percaya diri dan kau tahu kan aku pernah bilang padamu. Bahwa hanya kau yang berani untuk berbicara denganku sampai kau mengikuti aku ke danau. padahal jarak taman dan danau lumayan jauh. Tapi kau mengikutiku terus," Jihan tersenyum melihatku.

Aku sambil mengendarai mobil melihat ke jalanan dan sesekali melihat Jihan. Aku bahagia dia bisa mengingat itu semua. Artinya aku ada di pikirannya. Ya mungkin saja.