webnovel

Motor Mogok Javas

"Ini kira-kira bisa kelar hari ini gak ?"

Javas memperhatikan motor dan seorang pria tua yang pemilik bengkel sekaligus orang yang memperbaiki motornya saat ini. "Sebentar Javas, sepertinya motormu harus ganti ban karena bocor ini, terus juga Aku liat olinya sudah kotor betul harus ganti juga" ucap pria tua itu dengan logat batak, sedikit agak keras.

Javas berdecak pesimis, wajahnya tampak frustasi sambil melihat kearah jam tangan yang dikenakan. "Haduhhh… macam mana pulak ini, aku sudah telat, akalin saja dulu lah, nanti pulang kerja aku balik lagi kesini untuk ganti ban sekaligus ganti oli" terang Javas dengan suara yang menirukan orang batak bicara.

"Helehhh kau ini, macam aku tak tau saja otakmu Javas, detik ini kau bicara, lima menit pun sudah lupa kau pasti" ledeknya si tukang bengkel dengan kepala tergeleng merasa konyol dengan ucapan Javas.

"Yah! Ayolah bang, sudah telat ini aku loh, tambal saja ban itu jangan di ganti ban baru" bujuk Javas sekali lagi.

Beruntung motornya bermasalah saat dia masih di dekat rumah, jadi ada bengkel langganannya yang bisa di mintain tolong, gak ngerti lagi kalau motor ini bermasalah di tengah-tengah jalan yang tidak ada bengkel satupun, mana sudah hampir jam delapan dan aku masih belum sampai di kantor.

"Okelah oke, kau duduk lah disitu, aku tambalkan dulu ban mu"

"Iya iya makasih bang, Horras!"

Pemilik bengkel itu hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum sipul melihat Javas yang selalu saja bertingkah konyol meski dalam kondisi genting begini sambil dia mulai menambal ban yang mengalami kebocoran.

Sementara Javas duduk di sebuah kursi dengan wajah yang gusar dan kaki yang terus menghentak-hentak karena sangking gugup dan khawatirnya dia, memikirkan wajah Rafan dengan mata melotot menatap padanya sudah membuat perutnya mules rasanya.

Mampus dah gua ini kalau telat mah, diancam potong gaji pasti!

Ditengah kekalutan, aku mencoba menepikan rasa itu dengan melihat kearah jalan yang lumayan padat merayap dengan mobil-motor yang lalu-lalang, bengkel motor milik Bang Horras memang kebetulan berada tepat di pinggir jalan, tak jarang suara klakson kendaraan memekakan telinga.

"Loh… Dia ?"

Aku terpaku sesaat, kepalaku maju saat mataku menangkap siluet tubuh yang sedang ingin menyebarang, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri memastikan keadaan, aku terus memperhatikannya sambil meyakinkan pada diri sendiri dengan apa yang saat ini matanya lihat tidak keliru.

Laras ?!

Javas sontak berdiri dari duduk, dengan pandangan yang tak lepas menatap wanita disebrang jalan yang dia yakini sebagai Laras, wanita yang selama satu tahun belakangan ini menghilang secara tiba-tiba, yang membuat bosnya hampir gila karena tidak bisa menemukannya.

"Laras…" ucap Javas dengan suara yang tertelan, motor mobil yang terus lalu-lalang di hadapannya yang menghalangi pandangannya, aku yakin sekali kalau wanita yang sedang ingin menyebrang itu adalah Laras, rambut panjang bergelombang, rok span dibawah lutut dan wajah tirus juga pandangan yang sendu, gadis itu masih sama seperti satu tahun lalu, tidak berubah, aku yakin itu pasti Laras, tidak, aku tidak mungkin salah lihat.

"La…"

Hilang! Gadis itu tiba-tiba menghilang tak kala mobil sedang yang lewat menutupi tubuhnya, kepalaku berjengkit memastikan keberadaan, menoleh ke segala arah mencari keberadaannya, tapi gadis itu tidak ada.

"Hey Javas! Sedang apa kau ini ?"

Aku melihat kearah Abang Horras yang masih berjongkok di depan motorku, pria itu memandang aku dengan tatapan yang bingung. "Apa ?" tanyaku masih seperti di awang-awang.

"Heh! Kenapa kau ? Malah balik bertanya, masih belum bangun kau ya ?!" ledeknya saat melihat tampang Javas yang kebingung seperti orang setengah sadar.

Mata Javas kembali melihat kearah jalan, mencari keberadaan sosok wanita yang dia yakini sebagai Laras, tapi lagi-lagi dia tidak menemukan sosok itu, pandangan kembali tertuju pada Horras, berjalan mendekat lalu berjongkok di sebelah pria itu hingga membuat pria itu terjungkal sangking kagetnya.

"Apa kau ?!"

"Bang, cubit…" ucap Javas sambil menyodorkan pipi kananya kearah Horras, membuat pria itu semakin memandang Javas bingung.

"Apaan kau ini, minggir! Aku mau tambal ban, makin lama kalau kau recoki terus" sahut Horras yang langsung mendorong tubuh Javas sampai pria itu terjengkang kebelakang.

Mungkin aku salah lihat, tidak mungkin itu dia… Ya, mungkin aku hanya sedang salah lihat, karena ini mungkin efek aku yang terus mendengar curhatan Rafan yang terus-menerus bicara soal gadis itu, ya, pasti karena itu.

***

Sementara di kantor Rafan tengah di sibukkan membaca lembar proposal yang tertumpuk di mejanya, ditemani secangkir kopi juga rintik hujan di luar yang tidak berhenti dari tiga puluh menit yang lalu.

"Kemana Javas belum datang juga sampai sekarang ?" gumamnya, melihat jam tangan yang hampir menujukkan pukul setengah sembilan pagi.

Rafan menaruh lembar kertas setelah dia membaca kata terakhir pada kertas itu, lalu membenarkan letak kaca mata yang ia pakai, Rafan menarik piring kecil yang menjadi alas cangkir kopi hitam miliknya dan meminum kopi itu perlahan.

Tok… Tok…

Rafan menaruh kembali cangkir kopi itu, menegakkan tubuhnya sambil memandang pintu yang baru saja di ketuk. "Masuk!" perintahnya dengan suara lantang dan tegas.

Benar saja dugaanku kalau yang mengetuk pintunya tak lain adalah Javas, pria itu masuk dengan kepala yang tertunduk tak berani melihatku, di wajah dan bajunya terlihat bekas-bekas air yang mungkin efek dari gerimis yang sedang berlangsung di luar.

"Darimana kamu jam segini baru datang ?" Rafan bertanya dengan tatapan menelisik seperti sedang menguliti pria itu.

"Maaf Pak, motor saya mogok pagi ini, ditambah hujan turun, mohon maaf sekali lagi"

"Mogok ? Hujan ?" Rafan mengeryit dengan sebelah alis terangkat, dia seperti tidak menerima alasan Javas terlambat. "Cuma gara-gara itu ? Memang gak ada kendaraan lain di jakarta ini selain motor, terus hujan ? Ini bahkan gak bisa di bilang hujan, ini cuma gerimis Javas" sambung Rafan lengkap senyum mencemooh, merasa geli dengan alasan Javas.

"Maaf Pak" hanya itu yang Javas ucapkan, karena aku tahu alasan apapun tidak akan diterima oleh Rafan, pria gila kerja bahkan seluruh hidupnya ada di kantor, mana mungkin menerima alasan itu.

"Yasudahlah, hari ini tolong kamu siapkan semua hal, saya mau ke pabrik, sekalian bilang sama Seno untuk persiapkan semua karena saya mau mengadakan rapat"

"Baik Pak"

"Terus itu… Kamu tolong hubungi Pak Vano, saya juga akan ke kantornya hari ini untuk bahas program kerja tahun ini, mungkin setelah makan siang saya saya pergi kesana"

"Baik Pak"

"Yasudah kamu boleh keluar"

Rafan kembali membaca lembaran penting sambil sesekali melihat ke layar komputernya yang menyala, sementara Javas bukannya keluar dari ruangan itu malah terus berdiri sambil terus menatap Rafan.

Aku terus memikirkan kejadian hari ini, saat aku melihat gadis itu. Walaupun aku tidak bisa memastikan bahwa yang aku lihat itu nyata dan benar atau sebaliknya, tapi aku tetap tidak melupakannya, bahkan saat ini aku berpikir bagaimana reaksi Rafan kalau aku memberitahukan apa yang aku lihat hari ini.

"Ada apa ?" tanya Rafan dengan pandangan aneh pada Javas yang terus berdiri sambil menatapnya dalam diam.

"Eungg…ngak Pak, kalau begitu saya permisi"

Tidak ada bukti yang bisa menguatkan kejadian yang aku alami beberapa jam lalu, jika nanti aku menceritakan dan Rafan jadi ingin tahu lebih dalam, aku pasti tidak akan bisa menjawab semua pertanyaannya, lebih baik tidak bicara sampai tapi jika nanti aku bertemu dengan gadis itu lagi, aku pasti akan langsung menceritakan ini pada Rafan.

Javas keluar dari ruangan, tapi sebelum dia menutup pintu dia kembali menoleh untuk melihat Rafan, memperhatiakannya lekat-lekat sebelum akhirnya keluar dan menutup kembali pintu ruangan bosnya.