webnovel

Informasi Baru

"Gua ijin ke toilet bentar"

Rafan bangun dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang rapat, meninggalkan Vano dan Javas yang juga berada di dalam ruangan itu, Ketiga pria itu baru saja selesai rapat tapi mereka bertiga memilih untuk tidak keluar untuk mengobrol lebih lama lagi.

Baik Javas dan Vano tidak ada yang membuka suara, Vano fokus dengan layar ponselnya sementara Javas sesekali memperhatikan kolega bisnis bosnya itu, di wajah Javas terlihat gurat kegugupan serta keraguan, seperti ada yang ingin dia bicarakan tapi dia juga bingung mau mengatakan apa.

"Pak Vano" panggil Javas.

"Ya, kenapa ?" Vano menjawab, tapi wajah pria itu tidak sama sekali memperhatikan Vano.

Javas kembali diam, dia menunduk lalu memandang kearah lain, membuat Vano mengeryitkan dahi karena tak mendengar suara Javas, pria itu akhirnya mendongakkan kepala menatap Javas. "Kenapa Javas ? Ada yang mau kamu omongin sama saya ?" Vano kembali bertanya, kali ini dia benar-benar fokus memperhatikan Vano.

"Begini Pak, saya sebenarnya gak mau cerita karena saya juga belum memastikan kalau apa yang saya lihat benar atau salah, tapi…" ucap Javas menggantung, pria itu kembali diam dan malah memandang dengan raut yang membingungkan.

Vano menggeser duduknya menjadi tegap, lelaki itu tampak penasaran. "Ada apa Javas, bicara aja langsung, jangan bikin saya bingung!" tegas Vano.

"Kemarin motor saya mogok di pinggir jalan dan sewaktu saya menunggu saya gak sengaja melihat Laras"

Untuk beberapa saat waktu seperti terhenti, kedua pria itu sama-sama membeku dengan saling menatap, terlihat jelas matanya membesar karena pria itu mungkin kaget saat mendengar Javas menyebut nama gadis yang selama satu tahun ini mereka cari.

"Kamu yakin kamu gak salah lihat ?" tanya Vano, suara pria itu tiba-tiba memelan, namun tatapannya tetap tajam dan nyalang. "Kamu yakin itu dia ?"

Javas rancu, kepalanya menggeleng kaku. "Saya tidak bisa memastikan kalau yang saya lihat itu benar atau tidak, tapi entah kenapa saya tetap mau menceritakan ini" jawab Javas dengan gugup.

"Kamu sudah bilang sama Rafan ?"

Lagi-lagi Javas menggelengkan kepala. "Bagus! Bagus kalau kamu belum cerita, sebaiknya memang dia gak perlu tahu dulu sebelum kita benar-benar bisa pastikan apa yang kamu lihat itu benar atau salah" ucap Vano yang membuat Javas mengangguk setuju.

"Kamu ketemu perempuan itu dimana ?"

"Di dekat bengkel langganan saya, bengkel pinggir jalan di daerah Cinere"

"Oke, kamu nanti kirim tepatnya alamat bengkel langganan kamu itu ke saya, saya akan minta orang untuk telusuri daerah itu"

"Baik Pak"

"Ingat! Jangan bilang sama Rafan soal ini"

Tepat saat Vano mengatakan itu, pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan terlihatlah wajah Rafan, seketika Vano dan Javas terdiam dengan tatapan aneh menatap Rafan.

Pria itu duduk kembali di kursinya, Vano dan Javas masih menatapnya dengan aneh yang membuat Rafan memandang aneh. "Kenapa lo ? Kok diem pas gua masuk ?" tanya Rafan membalas tatapan Vano.

"Hah ? Ngak… Gak ada apa-apa, gak penting"

Rafan memperhatikan Vano dan Javas yang saling melirik seolah sedang memberi kode yang membuat pria itu melihat mereka dengan curiga.

"Kalo gak penting kenapa tegang gitu mukanya ? Biasa aja kali" Rafan tersenyum dingin.

Vano mengusap tengkuknya sementara Javas menunduk, kedua orang itu tampak salah tingkah sementara Rafan begitu santai menyender di kursinya sambil membenarkan berkas penting miliknya. "Yaudah ya gua balik dulu"

"Hah! kok balik ? Nanti aja kali, ngobrol dululah, baru aja gua mau ajak lo ke kedai kopi langganan gua, Ayo."

Rafan berdecak tanpa minat. "Kapan-kapan aja, lagian gua udah banyak banget minum kopi hari ini"

"Yah gak seru lo!"

Rafan tampak tidak perduli, pria itu tetap melanjutkan tindakannya. "Javas ayo, saya masih banyak kerjaan"

"Baik Pak"

"Ini lo beneran balik ? Serius nih ?!" Vano lagi memastikan, tapi Rafan memang sialan, pria itu sama sekali tidak menanggapi ucapannya.

"Gua balik dulu" ucap Rafan sambil melayangkan tangannya lalu berjalan keluar dari ruangan meeting diikuti Javas di belakangnya.

Vano memandang punggung Rafan yang berjalan sampai pintu kembali tertutup dan ruangan itu kembali sunyi karena hanya ada dirinya seorang diri, pria itu tersenyum samar sesaat lalu mengambil ponselnya yang tergetelak, mencari satu nama kontak dan menghubunginya.

"Halo…" ucap Vano begitu panggilan teleponnya diangkat, rautnya begitu serius saat mendengar suara orang di dalam panggilan itu.

"Saya sedang butuh informasi tentang seseorang, tolong kamu cari tau, Informasinya akan saya kasih menyusul"

Selepas mengatakan hal itu, Vano kembali memutus panggilan dan menaruh kembali ponselnya diatas meja, tubuhnya melemas menyender di kursi, menghelah nafas panjang dengan jendela besar yang menampilkan awan biru yang bercampur dangan warna putih, angin dingin membuat pria itu tampak nyaman dan memejakan mata.

"Kalau sampai itu terbukti benar, gua yakin lo pasti jadi orang paling bahagia Raf, gua janji bakal cari tahu ini dengan serius, kalau memang itu dia gua akan ceritakan langsung sama lo, tapi… Kalau ternyata itu bukan dia, gua gak akan biarin informasi ini kedengeran di telinga lo"

"Tapi gila juga kalau sampai itu benar dia, Kita satu tahun cari dia dan hampir setiap kota kita telusuri, bahkan kita sampai periksa setiap nama penumpang pesawat yang ada di Indonesia, buat apa semua itu kalau dia ternyata tinggal di daerah dekat rumah sekertaris lo sendiri Raf, yang bahkan gak sampai satu jam untuk sampai ke kantor lo"

***

"Tadi Vano ngomongin soal apa sama kamu ?"

Aku dan Javas berada di dalam mobil yang berjalan menuju kantor, sambil fokus menyetir pikiranku terbagi dua memikirkan hal tadi di ruang rapat, walaupun tadi aku tampak acuh dan tidak ingin tahu soal apa yang mereka bicarakan, tapi sebenarnya aku ingin tahu apalagi saat aku melihat wajah Vano yang tegang bagai disengat listrik begitu melihat aku masuk.

Rafan menatap kursi penumpang disebelahnya yang mana Javas duduk, pria itu tampak gugup dan tidak langsung menjawab pertanyaan bosnya. "Tidak ada apa-apa, hanya hal kecil yang tidak penting" jawab Javas dengan gugup.

"Iya dan saya mau tau hal tidak penting apa yang kalian bicarakan itu ?"

Bagaimana aku harus menjawab ini ? Aku benar-benar bingung sekali Rafan tiba-tiba menembak dengan pertanyaan yang seharusnya tidak dia tanyakan, perasaan pria itu tadi tampak tidak peduli dengan pembicaraan apa yang aku lakukan dengan Vano, tapi sekarang kenapa dia memaksa aku untuk mengatakannya begini.

"Oh!" Javas bertepuk tangan. "Itu Pak, soal… Soal pertunangan Pak Rafan, Pak Vano tanya Pak Rafan menerima atau menolak perjodohan itu" cerita Javas dengan heboh, tiba-tiba aku mendapatkan ilham mengarang cerita itu, untung saja.

Tapi sekarang wajah Rafan yang berubah masam, pria itu menyipit mendengar Javas mengatakan hal yang menurutnya konyol. "Perasaan gua udah bilang kalau gua nolak, Dia budeg apa tuli si ?!" dumel Rafan yang lansung tancap gas.

Di tengah kekesalan Rafan, Javas menghelah nafas lega, pria itu berhasil membuat Rafan teralihkan dan sudah pasti tidak akan bertanya lagi soal percakapan mereka berdua.