webnovel

Chapter 23 - Pria Dominan

Satu hari di kantor terasa memakan waktu yang cukup lama. Seolah dunia sedang berusaha membuatku patah hati dengan sangat. Rasanya aku ingin segera pergi dari kantor ini. Mengetahui ada dua orang yang mengkhianatiku di kantor ini cukup membuat hatiku seakan semakin terkikis.

Grace, sesekali ia melirikku. Mungkin ia mencoba untuk baikan sama aku, tapi hei ... memangnya akan semudah itu? Selama ini kupikir ia adalah wanita yang setia terhadap kekasihnya. Ternyata semua itu hanya topeng saja. Apa sebegitu tak bergunanyakah Aaron di ranjang untuknya?

"Hei, Mayleen, seseorang ingin bertemu denganmu," tiba-tiba Lena, si resepsionis kantor datang ke mejaku.

"Siapa?"

"Hendrick. Dia bilang dia sahabatmu. Temuilah."

Aku mengangguk dan berdiri. Lalu aku menuju resepsionis dan Hendrick duduk di sofa. Kakinya tak bisa berhenti bergerak saat ia sedang menunggu.

"Ada apa?" tanyaku sedikit cuek.

"Kenapa kau pulang? Kenapa tak mengabariku? Bagaimana jika-"

"Dan kenapa kau pergi tanpa berpamitan padaku? Apa kau baru saja kembali dari tempat seseorang?" tanyaku memotongnya.

Aku punya alasan untuk melawannya. Memangnya apa enaknya ditinggal pergi tanpa berpamitan? Sekalipun aku bukan kekasihnya, tapi tidak bisakah ia punya sopan santun? Dia pikir aku tidak bisa melakukan hal yang sama.

Hendrick tercengang mendengar pertanyaanku. "Mayleen, kadang ada beberapa hal yang tak perlu kau ketahui," katanya.

Aku memberikan ekspresi takjubku padanya. Tentu saja dengan maksud 'apa kau sekarang bercanda?'

"Well, kalau begitu jawabanku sama sepertimu. Aku harus kembali bekerja," kataku berbalik. Namun Hendrick menghentikan langkahku.

"Aku bertemu dengan Sera," katanya akhirnya.

"Oh, ok."

"Maaf tidak memberitahumu saat di awal."

"Bukan masalah. Sekarang aku harus kembali bekerja."

Dan aku benar-benar pergi dari hadapannya. Hendrick tidak lagi menghentikan langkahku. Sebenarnya aku ingin tahu apa alasannya bertemu dengan Sera dari mulutnya sendiri, bukan dari mulut teman-temannya. Tapi sepertinya Hendrick belum bisa sepenuhnya jujur tentang Sera padaku.

Aku hampir saja menabrak Steven yang keluar dari ruang divisi. Kami berhenti dan saling pandang-pandangan sebentar.

"A-aku harus meeting dengan klien. Sepertinya kau lupa mengingatkanku," katanya.

Kupejamkan mataku karena keteledoranku. "Maaf, aku baru saja ada urusan. Pergilah kalau begitu."

Steven mengangguk dan menatap wajahku. "Apa kau baik-baik saja?"

"Bukan urusanmu, Steven."

"Baiklah, kalau begitu aku pergi."

Aku minggir dan memberi akses untuknya. Kuembuskan napasku dan kemudian aku kembali ke mejaku. Berurusan dengan laki-laki membuat kepalaku pusing. Tidak! Maksudku, berkomitmen dengan laki-laki pun membuatku merasa sakit hati.

Kulanjutkan pekerjaanku hingga batas jam kerja selesai. Aku keluar dari kantor untuk menghindar dari siapapun.

"Mayleen, tunggu!" Sial! Baru saja aku ingin menghindar, suara Grace menghentikan langkahku. Dan sekarang ia di hadapanku.

"Apa kita bisa bicara?" tanyanya.

"Sekarang kita lagi bicara. Dan kau tenang saja, aku tak akan memberitahu kepada Aaron," kataku seraya menunjukkan bahwa Aaron sedang berjalan ke arah kami.

Grace menatap Aaron yang mendekat hingga Aaron tersenyum padaku saat ia sudah di sekitar kami. "Hei, Mayleen. Apa kabar?" tanyanya.

"Aku baik, Aaron. Bagaimana denganmu?"

"Sama sepertimu. Apa kau mau ke kafe bersama kita? Sudah lama kita tidak berkumpul," ajaknya seraya menatap Grace penuh dengan cinta.

Aku menatap Aaron dengan keprihatinanku yang sangat kasihan padanya. Pacarnya mengkhianatinya dan ia bahkan tidak tahu.

"Maaf, Aaron. Kurasa aku tidak bisa. Aku ada janji dengan Momku," tolakku.

"Well, ok. Mungkin lain kali. Kami duluan kalau begitu."

Dan mereka pergi dari hadapanku tanpa Grace mengatakan sepatah kata.

***

Aku tidak pulang ke rumah langsung. Yang kubutuhkan di hari gajianku adalah berbelanja. Setidaknya ini adalah salah satu hal yang bisa kulakukan untuk menghibur diriku sendiri. Jadi dengan menyendiri di pusat perbelanjaan, kuharap aku bisa merasa bahagia.

Sedikit aku berharap bertemu dengan seseorang untuk menemaniku dalam kesendirian. Mungkin one night stand akan sangat membantuku. Bukan bersikap murahan, tapi aku sangat muak dengan hal-hal di mana laki-laki yang dekat denganku, melakukan seks dengan wanita lain atau pun kekasihnya. Bukankah aku juga harusnya bisa? Toh, tidak akan ada yang melarangku karena aku tidak memiliki seseorang yang berhak atasku, well ... kecuali Dad.

Aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang mungkin sedikit mengundang ketertarikan laki-laki untuk mendekat. Tentunya pakaian yang kubeli di pusat perbelanjaan juga. Lalu aku duduk di salah satu kafe yang berada di mal.

"Sepertinya kau sedang sendiri," seorang laki-laki bertubuh tinggi dengn kemeja yang lengan panjangnya telah digulung dan dasi, menghampiriku.

Apakah keinginanku akan segera tercapai?

"Ya, aku sendiri," jawabku datar. Aku bersungguh dalam ekspresi datar. Maksudku, aku menginginkan one night stand bersama laki-laki. Tapi tentu saja aku tidak akan merubah sifat kerasku demi menjadi wanita murahan.

"Boleh aku bergabung?" tanyanya.

"Pesan dan bayar sendirilah kalau begitu," jawabku.

"Wow! Kau sangat mandiri sekali," katanya dan ia pun duduk seraya memanggil pelayan.

Aku menyeruput es coklatku dan mengabaikannya. Akan kubuat agar ia yang lebih dulu mengajakku berbicara.

"Matamu terlihat sedih, Nona," ujarnya menilai.

"Mayleen. Namaku Mayleen," kataku. "Dan aku tidak sedang sedih."

"Mayleen ... nama yang manis sesuai dirimu. Namaku Ken."

Kuanggukkan kepalaku saat ia menyebut namanya. Tidak begitu susah dengan nama sesingkat itu.

Aroma maskulin Ken benar-benar sangat menyeruak di hidungku. Aku tidak tahu parfum apa yang ia pakai, tapi jelas menggodaku. Aku suka dengan laki-laki yang memiliki wewangian yang khas.

"Kenapa kau sendirian, Mayleen? Pakaianmu mengundang mata laki-laki ingin mendatangimu," tanya Ken.

"Hanya sedang menghibur diri."

"Kau keberatan jika aku menaruh jasku di tubuhmu?"

"Silakan," jawabku.

Ken menyampirkan jasnya pas tubuhku. Sedikit ia menyentuhku dan aku tahu, dialah laki-laki yang akan one night stand bersamaku.

"Setidaknya seperti inilah saat bersamaku," kataku.

"Wow, kau sangat posesif dan berani sekali, ya."

Ken lalu mengedipkan satu matanya padaku dengan senyuman. Ia begitu jujur mengungkapkan isi hatinya.

"Aku laki-laki yang berjiwa dominan, Mayleen."

Kukerutkan dahiku mendengar ucapannya. Memintanya untuk menjelaskannya. "Katakan maksudmu."

Ken melirik ke kanan dan kiri. Ia berdeham dan mendekat ke arahku. "Kau tahu ... ketika laki-laki dan wanita melakukan seks, di situlah aku akan bersikap sesuai keinginanku."

Kutelan ludahku susah payah ketika mendengarnya. Menggiurkan dan terdengar seperti Hendrick yang beberapa hari lalu bercinta dengan kasar padaku.

"Kau kelihatan kaget," katanya.

"Ya ... sangat. Hmm, boleh kutanya sesuatu?"

"Tanyakan apapun."

"Apa itu seperti bercinta dengan kasar?" tanyaku.

Ken tersenyum. "Ya. Kau sedikit benar. Tapi aku tidak akan melakukannya dengan kasar. Aku tidak ingin membuat lawanku merasa tersakiti."

"Jadi ... apa kau mau bercinta denganku, Ken?" tanyaku tanpa merasa malu, enggan dan bahkan tanpa merasa takut. Aku hanya tidak sabar melakukannya dengan laki-laki ini dan melupakan Hendrick serta Steven.