webnovel

I Love You, Kak Laras!

"Kakak mau bilang sesuatu," ujar Andra dengan nada bertanya. "Sesuatu?" tanya Laras, mengulang kata belakang yang Andra ucapkan. "Bener, 'kan?" Andra berhore-ria tidak jelas. Gadis berponi itu menggeleng dan memegang kepala. Ia mulai takut kalau tahun terakhirnya di masa SMA akan berakhir nahas, karena kehadiran sosok Andra yang selalu saja mengikutinya. Semenjak awal bertemu ketika masa orientasi, Andra tak henti-henti mendatangi Laras. Sekalipun datang hanya untuk menyapa tanpa menyampaikan hal yang penting, Andra akan tetap melakukannya. Hal itu membuat si gadis berponi merasa jengah dan kesal, rasanya ia ingin pergi yang jauh ke tempat di mana tidak ada seorang Andra. Padahal gadis itu terus menolak, tapi anak laki-laki berkulit putih itu terus saja mengejarnya. "Andra, aku kan udah bilang kalau kamu jangan gini terus," ucap Laras lirih nan hati-hati. "Gini gimana?" Andra tampak tak mengerti. Laras menghela napas panjang dan memejamkan mata sesaat. "Kita itu nggak seumur, Ndra. Harusnya kamu juga tau." "Tapi aku mau seumur hidup sama Kak Laras," sahut Andra dengan cepat. Bagaimana tanggapan Laras tentang hal tersebut? Langsung saja ikuti kisahnya di "I Love You, Kak Laras!" karya Author Ampas. Created by: Ampass_Kopi23 Jatim, Jum'at, 20 Agustus 2021

Ampass_Kopi23 · Teenager
Zu wenig Bewertungen
195 Chs

Rapat Weekend

Andra mengembuskan napas panjang dan merosot di punggung sofa ruang tamu. Ia merasa bosan di hari minggu yang cukup cerah tersebut. Meskipun beberapa hari terakhir ia hanya dihukum di sekolah, tetap ia sangat merindukan suasana sekolah. Apalagi ia dihukum memang karena tingkahnya sendiri.

Anak laki-laki berkulit putih itu memang sengaja berangkat terlalu siang, hingga Bima sering meninggalkannya dan membuat Andra harus naik angkutan umum atau diantar sopir yang usai mengantar papanya. Alhasil, Andra tetap terlambat dan dihukum berlarian di lapangan gedung kelas 12. Bukannya merasa Lelah dan kesal, Andra justru merasa senang karena bisa melihat Laras dari lapangan setiap kali ia berlari melewati kelasnya. Ia tak tahu saja kalau sang kakak terus memantaunya, takut kalau-kalau ia kembali pingsan karena cuaca yang cukup terik.

Kini, ia pun merasa bosan karena tak bisa berlarian di depan kelas Laras dan melihat gadis pujaannya tersebut.

"Bunda!" panggil Bima setengah berteriak.

Mendengar suara sang kakak yang terdengar keras, Andra pun langsung duduk dengan tegak dan melihat sang kakak yang tengah berjalan menuruni anak tangga.

"Mau ke mana, Bang?" tanya Andra pada sang kakak.

"Bunda mana?" Bima menoleh dan balik bertanya.

"Yeeeu, ditanya malah balik nanya. Lo mau ke mana, dah?"

Bima menghela napas panjang dan berjalan menuju dapur, tak memedulikan sang adik yang bertanya. Ia terus memanggil sang bunda yang tak kunjung menjawab panggilannya.

Andra yang kesal karena terabaikan pun mulai naik pitam. Dengan geram ia berjalan mengikuti langkah sang kakak yang tengah menuju ke dapur. Di dalam dapur, tak mereka jumpai sang bunda, yang mana hal itu membuat Bima mulai keluar ke halaman belakang rumah untuk mencarinya.

Andra tak mengganggu dengan banyak bicara, hanya saja ia terus membuntuti langkah Bima yang tengah mencari keberadaan sang bunda. Sampai di halaman belakang rumah pun tetap tak mereka jumpai. Bima mengerang lirih dan langsung berbalik badan hingga ia menabrak tubuh sang adik. Keduanya sama-sama jatuh dan terhempas ke lantai di bawahnya.

"Lo ngapain, sih?!" sentak Bima di sela rintihan sakitnya.

Andra mengelus pinggulnya yang sakit karena menabrak ubin dengan cukup kuat. "Lo yang nabrak, gue yang malah lo salahin."

Bima berdecak kesal dan berdiri. "Ini bunda ke mana, sih?" gerutu Bima, seraya membersihkan celananya.

"Ke rumah mas Aris, katanya mau ada acara 7 bulanannya mbak Ghea," jawab Andra, mulai ikut berdiri.

Bima mengernyit dalam. "Jadi lo dari tadi tau kalo bunda nggak di rumah?" tanya Bima lagi-lagi dengan emosi yang meluap.

"Ya, tau," jawab Andra tak merasa bersalah.

"Lo tau bunda nggak di rumah dan lo malah biarin gue keliling rumah cuman buat cari bunda yang emang nggak di rumah?" tanya Bima terlihat sangat emosional.

Andra mengangguk dengan ringannya dan justru menguap lebar. Padahal di depannya sang kakak tengah menahan emosinya yang meledak-ledak karena ulahnya.

"Lo ma uke mana, sih, Bang? Gue ikut lo aja, yak! Bosen di rumah mulu tiap weekend," ujar Andra, mulai menunjukkan wajah memelas dan puppy eyes-nya.

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Bima langsung bergegas pergi menuju halaman depan rumah, di mana motornya telah terparkir dengan aman. Andra yang masih mengikutinya pun hanya bungkam dan terus mengikuti Langkah sang kakak.

'Nih anak ngikut mulu, dah!' batin Bima, merasa kesal dengan tingkah sang adik. 'Gue kerjain, mampus, lo!'

"Bang, lo mau ke mana, sih? Gue beneran mo ngikut, yak!" Andra masih menatap sang kakak yang mulai memasang helm.

Tanpa berkata apa pun, Bima menyerahkan helm satunya kepada sang adik dan langsung diterima oleh Andra dengan senang hati. Bima mulai menaiki motor dan menyalakan mesinnya, Andra yang belum usai memasang helm pun dengan cepat menaiki jok belakang motor Bima. Dengan kecepatan yang cukup tinggi, Bima menarik gas motor dan meninggalkan halaman rumah.

"Woy! Jan ngebut-ngebut!" teriak Andra di selah kebutan motor.

Tak sampai dua menit motor melaju, Bima menghentikannya di depan sebuah gerbang rumah dengan nuansa biru laut yang menyegarkan. Mesin motor dimatikan dan Bima langsung turun tanpa mencabut kunci motor. Anak laki-laki berkulit sedikit keclokatan itu berjalan masuk ke dalam gerbang yang terbuka, dengan tetap mengenakan helmnya. Begitupun Andra yang sedari tadi mengikuti langkah sang kakak pun kini tetap mengikutinya. Andra juga ikut tak melepas helmnya dan ikut masuk ke dalam rumah tersebut.

Bima mulai masuk dan mengucapkan salam, Andra pun demikian. Tampak di dalam rumah tersebut sangat ramai dan riuh oleh ibu-ibu tetangga yang tengah memasak dan menyiapkan hajatan untuk Ghea yang katanya telah hamil 7 bulan.

Bima langsung menghampiri sang bunda yang terlihat tengah mengupas bawang merah. Dengan senyum ramah, Bima juga Andra menyapa ibu-ibu yang juga menyapanya.

"Loh, didatengin anak-anakmu yang ganteng ini, loh, Rin," ujar salah satu ibu yang duduk di dekat sang bunda dari Bima juga Andra.

Bunda pun mendongak dan tersenyum sekaligus bingung melihat anak-anaknya yang datang menemuinya.

"Ada apa, Nak?" tanya Bunda dengan lembut.

"Ini anakmu yang kembar itu, ya?" seru salah seorang yang baru saja lewat.

"Heh, nggak kembar, Mbak Ndin. Orang selisih satu tahun, kok," jawab Raiha yang duduk di samping sang bunda.

"Kirain kembar tapi beda rupa gitu."

"Sama tetanga sendiri kok nggak tau, sih, Mbak."

Ibu pemilik rumah itu pun tertawa dengan bu Raiha juga sang bunda.

"Hehehe. Anu, Bunda … Bima mau pamit ada urusan sebentar." Bima mengutarakan niatnya untuk berpamitan pada sang bunda.

"Oh, iya. Adikmu ikut?" jawab bunda, ikut bertanya karena melihat Andra yang tengah berdiri Bima.

Bima memejamkan mata sejenak dan mengembuskan napas pelan.'Maunya, sih, nggak usah ikut aja,' ujar Bima dalam hati.

"Iya, Bun. Adek ikut sama Abang aja, bosen di rumah mulu," jawab Andra dengan cepat.

Dengan gesit Bima menoleh ke arah Andra dan tampilkan wajah jijiknya yang tak direspon atau bahkan dilirik oleh sang adik. 'Najis banget Adek-Abang,' batin Bima merasa ingin muntah saat ini juga.

"Eh, ada Andre," ujar Ghea si pemilik hajat 7 bulanan, ketika berjalan menuruni tangga.

"Andra, Mbak," jawab Andra dengan tersenyum dan menganggukkan lehernya ringan.

Ghea terkekeh dan mengiyakan, lantas ia meminta Andra untuk ikut membantu Aris, suaminya, untuk mengangkat kardus-kardus air yang masih di luar rumah.

"Noh, lo bantu Mbak Ghea aja, deh!" ujar Bima berbisik.

"Jahat banget, lo!" balas Andra ikut berbisik. " Anu, Mbak … Andra mau ikut bang Bima. Katanya, sih, ada rapat OSIS. Andra sebagai calon ketua OSIS selanjutnya musti ikut, dong," ujarnya, menolak dengan 'sok' gaya.

"Wah, jadi kamu mencalonkan diri sebagai ketua OSIS? Keren banget, sih." Ghea memuji dengan senyum manisnya.

Semua orang tersenyum dan sedikit terhibur dengan bagaimana cara Andra berujar, padahal sang bunda tampak mulai tak acuh dan terus melanjutkan mengupas bawang.

Bima yang terhenyak pun hanya diam. Dalam hati ia bertanya-tanya dari mana Andra tahu kalau ia sebenarnya sedang akan menghadiri rapat OSIS? Dan kalaupun Andra tahu sejak awal, mengapa Andra dari tadi terus bertanya sang kakak hendak ke mana?

*****

Lamongan,

Kamis, 28 Oktober 2021