Sejak lulus SMA Anjani Cua Kim berusia 18 tahun memilih kuliah di kota metropolitan Jakarta. Kuliah di Universitas ternama. Cua biasa disapa, mengambil kuliah jurusan bisnis. Wajahnya yang sangat oriental termasuk gadis lugu dari daerah terpencil Riau.
Cua menyewa sebuah kamar kos tidak jauh dari kampus. Bersama seorang temannya Lingga. Dua gadis kepulauan, merantau ke Jakarta, jauh dari orang tua, untuk melanjutkan cita-citanya sebagai bisnis women.
"Kau mau kemana?" Tanya Lingga tengah merapikan pakaian dilemari.
"Aku beli makan dulu, kalau ada yang nelfon, kau angkat aja, mana tau mamak kau nelfon, rindu." Jelas Cua.
"Kalau mamak kau yang nelfon, gimana aku jawabnya?" Lingga melirik kearah sahabat SMA-nya itu.
"Kau jawablah aku beli makan." Kekehnya berlalu menuruni anak tangga, menyisir gang sempit daerah kota, mencari warung kecil membeli makan siangnya.
Cua menghampiri warung kecil bertuliskan warteg atau warung tegal. "Pasti enak nih." batinnya.
"Bu, beli nasi bungkus." Cua mencari lauknya, "hmmmm... nggak ada yang menggugah selera." bisiknya. "Pake ayam berapa bu?" berhubung anak kos jadi mesti ngirit.
"12 ribu neng, mau?" senyum si ibu ramah.
"Hmmmm... ya udah, ayam dan krupuk aja yah bu, buatkan dua bungkus." Cua menatap keluar warung, begitu banyak gedung pencakar langit, tersenyum sumringah penuh takjub. "Di daerahku mana ada yang begini." Batin Cua.
"Nih neng, 24 ribu." senyum si ibu ramah.
"Ooooh iya bu." Cua merogoh kantongnya, memberikan uang pecahan 50 ribu.
Si ibu dengan sigap memberi kembaliannya.
Cua bernyanyi kecil, tiba tiba melihat sosok Angga, sahabat masa sekolah, lebih tepat abang kelas semasa SMA. "Bang Angga." Teriak Cua.
Angga menoleh, merasa mengenal suara gadis yang memanggil. "Heeeeiii....kamu disini?" Senyum Angga tipis menyeringai bak orang kaya.
"Iya..." Jawab Cua terkekeh.
"Kerja?" Tanya Angga melihat penampilan Cua tidak begitu banyak perubahan, secara Cua gadis sangat cuek didaerahnya.
"Kuliah bang." Jelas Cua.
"Oooh... dimana?" tanya Angga remeh.
Cua tidak menjawab, cukup tersenyum karena Angga menganggap Cua adalah gadis bodoh tidak ternilai.
Angga menemani Cua melewati gang sempit menuju kosnya.
"Hmmmm.... nanti abang juga tau." kekehnya berlalu, setelah tiba didepan kosannya. Senyum Cua membuat hati Angga sedikit penasaran.
Cua dan Angga pernah satu acara, di acara music, tapi terpisah karena berbeda dalam pergaulan.
Angga seorang anak band, digandrungi kaum hawa pada masanya.
Cua gadis lugu yang friendly, lebih mementingkan pertemanan dari pada diri sendiri, tidak bucin pada zamannya, tapi cukup terkenal di daerahnya.
Prestasi belajar juga tidak begitu pintar, hanya faktor keberuntungan. Banyak teman-teman Cua yang meremehkan dia dalam study, tapi berbeda dengan hasil akhirnya cukup memuaskan, membuat teman-temannya beranggapan negatif.
"Keberuntungan." itulah moto hidup Cua memilih merantau di kota besar. Cua dari keluarga biasa saja, tidak kaya tapi cukup. Semua yang dinginkannya selalu dikabulkan Papa. Cua memiliki satu abang, lebih memilih kuliah dikota Bandung. Disalah satu kampus pariwisata. Hubungan Cua dan abangnya Tanser tidak begitu harmonis.
Yaaaah... kecemburuan sosial lebih tepat dialami Cua dan abangnya, tapi Cua tidak begitu memikirkan hubungannya dengan Tanser, akan berakhir seperti apa, yang penting saat ini mereka lebih menikmati diri sendiri. Menghabiskan hari-hari sebagai mahasiswa di kota Jakarta, membuat Cua berfikir untuk bekerja, mencari pengalaman. Hitung-hitung agar Cua juga bisa berpenghasilan.
"Pa... aku kerja yah?" Mohonnya lewat telfon duduk dibalik lemari kamar.
"Nggak... kamu kuliah yang bener, beres kuliah baru kerja. Papa masih bisa membiayaimu."
tegas Papa terhadap Cua.
"Iya." kesalnya pelan. Menutup telfonnya, membanting handphone dengan kesal.
Semenjak kuliah Cua dan Lingga berpisah. Lingga dijemput saudaranya, agar tinggal di rumah saudara. Takut anak kos sering bergaul tidak senonoh.
Cua melanjutkan kuliah. Setahun pertama kuliah lancar.
Gimana nggak, pulang kuliah langsung pulang jarang keluar, hanya menghabiskan waktu dikamar kos yang yaaaah... lumayan... 3x4... hehehe...
Semua fasilitas kos dilengkapi oleh Papa. Agar Cua tidak keluar, diawasi tante Nanik, setiap minggu datang ke kosan melihat keadaan Cua. "Seperti anak kecil, selalu didatangi beliau, grrrrrrrh..... resah Cua dalam hati.
Tante Nanik adalah teman Papa, setelah pensiun dia menetap di Jakarta mengawasi kedua putranya. Yaaaah... Setahun pertama bisa dikendalikan. Semua teratur mendapat nilai IPK 3,2.
Cua mendapat beasiswa dari tempat Papa berkerja sebesar 1,5juta pertiga bulan. "Lumayan... yah untuk anak kos seperti aku." Ditahun kedua semua berubah. Cua kembali didekati Angga. Abang kelas yang awalnya songong, tiba-tiba luluh lantah hanya karena main dikos Cua yang baru, menurut beliau elite. Mendengar study Cua yang bagus, mendapat beasiswa.
Angga membawa cinta, katanya
cinta masa remaja. Di usia Cua 18 tahun, yang tidak memahami cinta. Merasa perhatian Angga sangat membantunya dalam menemukan tambatan hati. Cua mau berteman dengan Angga.
Cua gadis yang tidak pernah mendatangi dunia malam. Mulai tergoda oleh bujuk rayu Angga.
Suatu malam Angga datang akan membawa Cua melihat band Padi idola Cua masa sekolah. "Ayuuuklah... abang jagain, aman kok." pujuknya.
"Pulangnya jam berapa?" tegas Cua.
"Hmmm... jam 11 udah beres, mau yah adek sayang." rayu Angga seraya memohon.
"Ya deh, besok aku kuliah bang, aku nggak mau telat." tegas Cua lagi.
"Iya adek sayang."
Angga senang, karena niat Angga membawa Cua malam ini adalah untuk membayar minumannya. Mereka menggunakan taxi online, tentu dibayari Cua.
Cua hanya menggunakan baju kaos putih, celana jeans, sangat santai. Dia bukan tipe wanita modis. Tibalah saatnya Cua hadir dalam club.
"Tidak ada band Padi seperti yang dikatakan Angga." geram Cua.
Cua memilih berpisah dari Angga. Nafas Cua terasa sesak berada di keramaian club, music yang berdentum kencang seperti akan mengeluarkan gendang telinganya.
Tiba-tiba, tangan Cua ditarik oleh orang yang tidak dikenalnya, membawanya ke sudut club. "Halo..." ramah seseorang merangkul Cua.
"Ya haaii..." dentuman suara music mengalahkan suara seseorang itu.
"Nama lo siapa?" kata seseorang sedikit berteriak.
"Cua..." bisik Cua.
"Siapa... kencengan dikit, nggak kedengeran." suara seseorang itu kembali berteriak.
"Cua..."
"Ooooh, ya... gue Dani." bisiknya.
Cua memperhatikan Dani,
'Hmmmm... good, manis, tatto di lengan kiri bergambar Dewa.'
"Kuliah?" teriaknya lagi.
"Iya." jawab Cua.
"Dimana?" Dani kembali bertanya.
"Universitas Pelita Harapan." jawab Cua lagi.
"Ooooh... sama dong, jurusan apa?" Tanya Dani sambil memeluk pinggul Cua dari belakang.
"Bisnis." Cua mulai nyaman dengan perlakuan Dani.
"Gue di media." peluknya dengan nafas menderu.
"Lo disini ama siapa?" Dani bertanya kembali.
"Hmmmm... sama temen." jelas Cua.
"Lo suka tempat ini?" Bisik Dani.
"Ehmmm... nggak seeh... biasa aja, kamu mabuk?" Cua membalikkan tubuhnya.
"Kamu ??? lo pake kamu ?" Dani menaikkan kedua alisnya. Wajah tampannya sangat menyilaukan mata hati Cua.
"Hmmm... nggak boleh?" Cua penasaran.
"Boleh seeeh... gue seneng, ada cewek sopan kayak lo." jawabnya masih memeluk.
"Ehmmm... keluar yuk... pusing aku disini, nggak biasa, nafas ku terasa sesak." Jujur Cua lugu.
"Lo nggak minum?" tanya Dani lagi menggandeng tangan Cua.
"Nggak lah, aku pusing, nanti aku pingsan kamu mau gendong aku." Cua menarik tangan Dani agar keluar dari club, mencari angin seger.
Dani mengikuti langkah Cua menuju pintu keluar, menyandarkan Cua ditembok, kemudian langsung mencium bibir gadis lugu itu.
Cua kaget, tapi tidak menolak, ada perasaan berbeda, Cua menatap mata Dani. "Hmmmm... kamu mabuk?" tanya Cua penasaran.
"Nggak, kenapa?" Dani menempelkan kepalanya dikening Cua.
"Sory, aku nggak bisa membalas." jujur Cua.
"Hmmmm... is this your first kiss?" Dani menangkup wajah Cua dengan kedua tangannya.
Cua mengangguk. "But... I like it." Senyum Cua jujur.
"Ok, you just do what I do." Dani melakukan kembali, mencium bibirnya kembali dengan sangat lembut.
Cua membalas ciuman Dani sesuai yang diarahkan Dani.
"Cua... What are you doing here?? hmmmm.... jangan bilang kamu menyukai sesama jenis." Bentak Angga.
"Haaaaah... kamu cewek?" Mata Cua menatap Dani dengan seksama. "Aaaaaaiiiih... Pantes, tangannya beda." batin Cua.
"Uuuups sory." Dani memilih pergi meninggalkan Cua dan Angga masih dengan wajah kaget.
"Aku fikir dia cowok bang, hikz..." Cua menyandarkan kepalanya kebahu Angga.
'Sedikit kecewa permirsah... dikira cowok, rupanya cewek. Secara... Sangat tampan.'hahahaha....***