webnovel

I Choose Him

Ketika namaku sudah melejit terkenal dan menjadi seorang selebritis terkenal. Aku masih harus menerima kenyataan pahit dikhianati oleh kekasihku sendiri, Phill, yang berselingkuh diam - diam dengan manajerku, Majaner Shen. Sungguh sangat menyakitkan hatiku mendapat kado terburuk dihari ulang tahunku. Belum selesai masalah lain datang, aku mulai diteror oleh ulah seseorang yang iseng dan harus mendadak mencari seorang pengawal pribadi untuk menjagaku. Tapi dimana aku harus mencarinya dengan waktu yang cepat? Kemudian perusahaan juga telah menyiapkan manajer baru untukku. Wanita atau Pria kah? Aku menjadi cemas dan takut karena masih trauma. Sementara itu, Presiden Min bersikap aneh dan membingungkan. Tiba - tiba saja menunjukkan sikap tidak biasa dan terlihat tidak menyukai pengawal pribadiku. Aku bingung, ada apa sebenarnya? Andrew, pengawalku pun juga menyimpan banyak rahasia yang tidak aku ketahui. Perasaanku mengatakan banyak yang akan terjadi mulai sekarang..

Terra_W · Urban
Zu wenig Bewertungen
3 Chs

2. TEROR DIMULAI

{Valley Hill}

Presiden Min duduk dengan santai diruang kerjanya ditempat kediamannya yang megah. Sambil membaca beberapa dokumen yang belum selesai ditandatangani saat dikantor. Konsentrasinya buyar karena ada keributan yang tidak penting tadi siang.

Tiba-tiba ponsel disampingnya berdering. Dia melirik dan menghela nafas pelan saat melihat satu panggilan masuk dari seseorang yang dihormatinya. Ibunya memanggil.

"Je Min." terdengar suara lembut ibunya. "Kapan kamu punya waktu untuk ibumu yang tercinta ini?"

"Maaf, Ma. Saya sedang sibuk akhir - akhir ini. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Kalau sudah luang saya akan mampir kerumah."

"Bahkan untuk makan malam pun tidak bisa??" ibunya masih memaksa. Je Min hanya meminta maaf dan berjanji pada ibunya besok sore akan meluangkan waktu untuk mengajak makan malam di restoran langganan mereka.

Terdengar hela nafas ibunya. Susah sekali membujuk anak semata wayangnya kalau sudah keras kepala begini.

"Ya sudah." Ibunya menyudahi percakapan mereka dan mematikan telepon.

Je Min meletakkan kembali ponselnya dan beranjak berdiri dalam diam didepan kaca jendela ruang kerjanya. Menatap langit malam dan ribuan lampu yang berada dikejauhan sana menambah keindahan suasana malam ini.

Dia sudah terbiasa dengan kesendiriannya. Memikirkan kehadiran orang lain dalam hidupnya pasti sangat mengganggunya. Itu kenapa dia menjaga jarak dengan ibunya yang seringkali memaksanya mencari istri untuk menemaninya. Sayangnya, tidak segampang itu. Je Min membenci para wanita yang kerap mengejarnya karena ketampanan dan kekayaannya. Je Min tidak suka. Dia bukan seorang budak cinta. Dia harus menjadi pria yang tetap berkuasa, dingin dan kuat dimata semua orang. Supaya tidak ada yang berani mencari masalah dan menciptakan permusuhan dengannya.

Je Min mengernyit hampir melupakan sesuatu. Dia meraih ponselnya kembali dan memencet nomor asistennya.

"Ali. Kirimkan dokumen para manajer yang menangani artis perusahaan kita ke email saya segera."

Lalu Je Min menutup teleponnya, melangkah ke dapur mengambil minuman dan kembali ke layar laptopnya untuk mengecek email masuk. Bagus sekali, Ali. Asistennya sungguh luar biasa.

Je Min serius mengamati dan mendapatkan nama yang bagus untuk menggantikan Manajer Shen yang tidak setia membantu perusahaan dan artisnya sendiri.

Jihan..

Salah satu artisnya yang mulai naik daun dengan segala penghargaannya menjadikan Jihan salah satu selebritis yang terkenal sejagad raya. Dia maju dengan pesat dan terkenal juga dengan kepribadiannya yang ramah dan tidak pilih - pilih. Jihan sebenarnya seorang anak konglomerat ternama di kota ini tapi dia tidak mendompleng nama orangtuanya. Meskipun hidup bergelimang harta dan dimanjakan, dia adalah orang yang punya prinsip untuk melakukan semuanya dengan keahlian dan kemampuannya sendiri tanpa bantuan sepeserpun dari orangtuanya.

Sayangnya, gadis itu terlalu polos dan mudah ditipu. Je Min mendengus. Sangat tidak bisa dibiarkan.

* * * * * *

{Apartemen Jihan}

Aku sedang rebahan dengan malas saat ponselku berbunyi. Masih merasakan sedikit pusing akibat banyak minum. Untung aku langsung mandi setelah sampai apartemen, jadi badanku terasa agak segar sekarang. Sahabatku, Elea sudah pulang setelah mengantarku kembali ke apartemen.

Aku mengambil ponselku dan nama mama muncul dilayar. Mama menelpon. "Iya, Ma." aku menjawabnya sambil memijit pelan dahiku. Lalu berdiri menuju kulkas mengambil susu.

"Bagaimana kerjaanmu, sayang?" tanya mama lembut. Terdengar suara bunyi mesin jahit disana, sepertinya mama sedang menjahit.

"Baik dan lancar, Ma." jawabku. "Sehat selalu." tambahku. Mama tertawa diujung sana. Anaknya suka melucu.

"Syukurlah, kalau kamu sehat Jihan. Mama tidak perlu cemas lagi memikirkanmu"

Aku bisa membayangkan senyum mama yang manis dengan lesung pipitnya yang menambah kecantikannya.

"Mama sedang menjahit apa?" tanyaku sambil duduk disofa dan memutar chanel tipi mencari acara yang bisa menghibur hati.

"Ini baju papamu ada yang sobek jadi mama menjahitnya. Papa baru saja pulang dan lagi mandi sekarang. Kamu mau bicara sama papa?"

"Nanti saja kalau papa sudah selesai berendamnya, Ma." Mama tertawa lagi.

"Jihan.." panggil mamanya lagi. "Apa suasana hatimu lagi buruk? Ada masalah, nak?"

Aku melempar remote tipi ke sampingku. Meraih cermin diatas meja bufet samping sofa dan melihat kedua mataku bengkak akibat menangis habis - habisan hari ini.

"It's okey, Ma. Aku baik-baik saja masih bisa kuatasi. Nanti kalau ada berita tentang aku mama dan papa jangan kaget ya."

Aku tersenyum sedih. Yah, punya anak seorang selebritis yang lagi naik daun memang tidak gampang bagi orangtuaku. Setiap saat pasti akan muncul gosip-gosip baru, berita hot lainnya yang bahkan melebihi rasa permen lolipop hot-hot pop. Tapi kedua orangtuaku selalu mendukung apapun yang aku inginkan. Selama jalurku masih dijalan yang benar.

Aku sudah berusaha keras dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Cita-citaku tercapai akhirnya dan harusnya aku bahagia sekarang bukannya terpuruk sedih hanya karena lelaki seperti Phill yang sudah menjadi upil yang harusnya aku buang jauh-jauh. Aku harus move on dan melupakannya.

"Okey, honey. Jangan ragukan mental mama sama papamu yang kuat kayak satria baja hitam idolamu waktu kecil dulu, nak."

Aku mau tidak mau tertawa. Mama masih ingat saja aku suka satria baja hitam.

"Jihan.. " tiba-tiba suara papa mengambil alih telepon mama. Aku terdiam dan menyahutnya.

"Besok Jihan ada waktu luang, gak? Mari kita makan malam ditempat kesukaanmu. Ayo, kita makan steak!" ajak papa. Aku mengingat-ingat jadwalku apakah ada janji atau acara penting besok. Aku tidak mau menghubungi Manajer Shen yang jahat itu. Mengingatnya kembali hatiku jadi sakit.

"Hmmm.. sepertinya tidak ada, Pa. Jihan tunggu mama sama papa jemput kesini ya."

Papanya mengiyakan dan perbincangan kami selesai. Mama pamit dan menutup teleponnya. Aku menghela nafas dan mengambil bantal kursi melanjutkan aktifitas malasku. Nanti saja aku kompres mataku.

* * * * * *

"Say, bagaimana kabarmu?" Elea menelponku menanyakan kabar. Suaranya masih khawatir takut kalau - kalau aku menjadi depresi dan gila.

"Sudah mengompres matamu?"

Ini anak kok tau aku lagi kompres kedua mataku? Terkadang perasaan kami terasa kuat dalam hal - hal tertentu. Elea juga seorang selebritis terkenal sama sepertiku bekerja dalam naungan Blessing Entertaiment tapi dia tidak merasa aku menjadi saingannya dan kami pun tetap bersahabat sampai sekarang. Motto hidupnya adalah: Mari kita bersama untuk maju! Aku geli dengan motto hidupnya.

"Aku sudah mendingan, Elea. It's okey." Aku menghela nafas berat.

[BRUUKKK!!]

Aku menoleh kesamping. Bunyi apa itu tadi? Seperti ada barang yang jatuh. Aku berdiri dari sofa mencari asal suara itu. Mungkin ada salah satu perabotku terjatuh.

"Jihan.. Jihan.. Heyy.. " Elea memangggil namaku.

"Sssstttt!" aku menyuruhnya diam, berbicara dengan berbisik. "Sebentar Elea.. ada sesuatu yang jatuh tapi aku tidak tahu apa itu.."

Elea terdiam. Ikutan tegang. "Okeyyyy.." jawabnya berbisik pula. Ngapain dia ikutan berbisik.

Aku sibuk berkeliling mencari asal bunyi itu tapi tidak menemukan satupun perabotku yang terjatuh. Mataku terbelalak sadar. Apakah diluar? Aku mengecek kamera pengawasku tapi tidak ada satupun sosok disana. Penasaran. Baiklah akan kulihat sendiri keluar pintu. Aku membuka pintu apartemenku dengan pelan dan melihat keluar.

Sepi seperti biasanya. Aku menoleh kekiri dan kanan tapi tidak ada siapapun disini. Mungkin hanya perasaanku saja. Lingkungan disini kan selalu aman dan punya sistem keamanan tinggi. Jadi kalau ada orang asing datang pasti akan ketahuan oleh pihak keamanan disini. Aku mengangkat bahu sambil mau menutup pintu. Eh! Apa itu?? Sudut mataku menangkap sesuatu yang tergeletak didepan pintu. Kotak berukuran sedang berpita merah.

Aku menjadi waspada. Selebritis sepertiku pasti punya banyak haters dan ada yang sampai bertindak anarkis mengganggu idolanya. Aku memucat. Apa harus membukanya? Bagaimana kalau isinya itu bom? Aku mulai takut dan mengambil ancang - ancang melangkah mundur masuk kembali.

Tapi aku penasaran isinya. Argghh! Akhirnya kuambil kado itu sambil menutup pintu dan mengunci dengan cepat. Gemetar menatap benda itu yang langsung kuletakkan diatas meja.

"Jihan... " suara Elea kembali terdengar. "Ada apa disana??"

"Elea, sepertinya ada yang melempar kotak ini ke depan pintu apartemenku." sahutku.

"Apa?? Kotak apa??" Elea setengah berteriak tapi kemudian sadar. "Jihan jangan dibuka! Jangan dibuka, okeee?!" Suaranya terdengar panik. "Aku akan telepon polisi untuk kesana." tambahnya.

"Aku ingin membukanya."

"Jangan Jihan!"

"Talinya sudah kulepas."

"Tidaakk!"

"Apaan sih lu"

"Gile lu ya! Kalau itu bom gimana?!!"

"Makanya mau lihat dulu"

"Jirrr. Terserah lu dahhh" sahut Elea sewot. "Eh beneran jangan lu buka Jihaannn !!"

Aku sudah membuka kotak misterius itu dan tercekat. Syok. Ya Tuhan.. apa ini?? Didalam kotak itu tergeletak boneka santet berdarah bertuliskan nama "Jihan" didadanya. Aku bergidik.

* * * * * *

Beberapa polisi berkeliling memeriksa apartemenku dan sudah berkeliling sekitar lingkungan apartemen. Pihak keamanan yang bertugas menjaga diperiksa dan diintogerasi.

Elea duduk menemaniku. Melirik diam - diam pada rombongan polisi yang tampan sedang berseliweran disekeliling kami berdua.

"Jaga sikapmu." Bisikku mengingatkan. Elea mencibir. "Ada untungnya juga polisi kesini." dia terkikik pelan. Manajer Elea yang juga ikut menemani kami hanya tersenyum melihat ulah artisnya.

"Nona Jihan." salah satu polisi yang mungkin pemimpin mereka kembali mendekati kami.

"Kami sudah berkeliling tapi belum mendapatkan hasil. Kami akan menindaklanjuti kasus ini sementara barang bukti ini kami bawa untuk diperiksa. Kalau nona Jihan tidak keberatan?"

"Oh, iya pak. Silahkan dibawa saja.. saya tidak keberatan sama sekali." jawabku setuju. Untung sudah sempat kufoto sebelum mereka datang.

"Sementara itu, nona Jihan harus berhati - hati dan waspada. Harus ada orang yang menjaga anda setiap saat karena dengan status nona Jihan yang seorang artis yang terkenal sangat berbahaya kalau sendirian. Apakah anda ada pengawal pribadi?"

Aku terhenyak. Pengawal pribadi?

* * * * * *

[Penulis]

Mohon saran dan pendapat dari teman - teman yang membaca ceritaku ini ya. Supaya menjadi penyemangat dalam menulis dan mempersembahkan yang terbaik untuk kalian. Terima kasih.