webnovel

Pak Dosen dan Dek Bella

Mampir sebentar di salah satu tempat pembelanjaan bukan sesuatu yang rutin Bella lakukan. Namun dia ingin melakukannya hari ini karena suatu hal. Dia merasa perlu lagi meletakkan banyak coklat di rumah mama. Entahlah! Masalahnya dengan Galas membuat perempuan itu sering kali melupakan hal-hal yang dianggap penting selama ini. Atau suatu kebiasaan rutin yang sudah lama sekali Bella lakukan. Kehilangan Galas membuat fokus Bella teralih sempurna. Saat dia perlahan mulai menerima, saat itu pula beberapa kebiasaan itu kembali diingatkan. Seiring dengan pancingan-pancingan dari orang sekitarnya.

"Padahal kamu bisa mengambil semua yang ada di apartemen, Bel."

Neo bersuara disamping wanita itu. Laki-laki itu selalu bertindak menjadi laki-laki yang selalu siaga untuk Bella. Perempuan itu sendiri mulai jengah mengusir Neo terus-terusan yang keras kepala itu. Dia membiarkannya sekarang. Berbuat sesukanya tapi tentu saja Bella tidak akan terlalu ramah padanya.

"Gue enggak butuh dengan yang di apartemen. Gue butuh untuk diri gue sendiri! Udah mending sana bantuin cari yang lain biar cepat!"

Bella mengibaskan tangannya memberikan daftar belanjaan titipan dari mana. tentu saja mantan mertua Galas itu selalu heboh dengan kegiatan anaknya hingga mencari tahu. ;Hal hasil mama menitipkan daftar belanjaan mereka. Mungkin tujuannya agar Bella dan Neo bisa menghabiskan waktu untuk lama. Kenyataannya Bella malah mengusir pria itu sedikit menjauh seburu-buru mungkin mempersingkat waktunya dengan Neo.

Neo menurut saja tanpa banyak bantahan. Dari pada Bella menyuruhnya untuk lebih menjauh darinya. Setidaknya mereka tetap melakukan kegiatan bersama. Tidak menolak kehadiran Neo seakan tidak mau melihat pria itu. Memang menaklukkan hati Bella sangat sulit. Seperti yang dia lakukan di masa lalu. sayangnya Neo tidak bisa memakai formula yang sama untuk mendapatkan Bella.

"Bel, kalau ketemu susu untuk meningkatkan massa ototku, titip ya!" itu yang Neo pesan tadi sebelum mereka berpisah. Makanya dia memilih satu ketika menemukan benda titipan Neo tersebut. tangannya tidak sengaja bersinggungan dengan seseorang saat mengambilnya.

"Maaf!" Bella bersuara buru-buru melepaskan untuk mengambil yang lainnya. Untung stok yang lainnya masih ada.

"Be…llla?" suara itu membuat Bella menengadah.

"Pak Anka?" Bella memerah malu. "Hai …" sapa Bella dengan manisnya.

"Jangan Pak. Formal sekali. Lagipula kamu juga bukan mahasiswa aku."

"Tapi kamu, dosen." Bella tersenyum lebar membuat Anka tertawa kecil.

"Di luar kelas dan sekarang aku sedang tidak mengajar. Juga sedang tidak melakukan pengabdian. Panggilan Pak terkesan canggung." Anka menyerngitkan hidungnya ketika berkata demikian.

Bella tertawa sambil menganggukkan kepalanya. "Baiklah! Mas Anka? Karena aku udah lihat ktpnya aku jadi tahu usia, Mas. Enggak apa-apakan?"

Anka tertawa. "Itu menjadi strategi yang curang. Padahal bisa saja kamu yang lebih tua dibandingkan dengan aku."

Bella tertawa kecil. "Apa wajahku seboros itu?"

Anka mengusap kepalanya bagian belakang. "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu."

Bella tertawa. "Aku tahu Mas tidak bermaksud seperti itu. Jangan terlalu merasa bersalah Pak dosen."

Anka geleng-geleng kepala. "Kalau dipanggil Mas aku boleh dong manggil juga dengan dek Bella?"

Bella spontan meledakkan tawanya. "Maaf!" ujarnya kemudian menutup mulutnya agar lebih anggun sedikit. "Aku belum pernah dipanggil Adek sebelumnya dan sepertinya tidak cocok disambung dengan nama Bella. Bella saja tolong! Aku merasa aneh ketika mendapatkan panggilan seperti itu."

Anka tertawa. "Mungkin bisa digunakan jika kamu memanggilku dengan Pak dosen lagi."

"Ah …. Curang sekali!"

"Bel?" Neo berdiri dibelakang Bella mendekati perempuan itu untuk mengusap lengan Bella menunjukkan keposesifan. Sayangnya Bella tidak peka dengan Neo yang sedang cemburu –atau justru tidak peduli-. Ia malah melepaskan tangan laki-laki tersebut dan masih menebarkan senyumnya dengan lebar pada Anka.

Tatapan Anka tentu saja langsung beralih pada Neo. Bagaimanapun dia pria dan mengerti sekali bagaimana bahasa tubuh laki-laki terhadap lawan jenisnya. Karena hal tersebut juga yang dilakukannya. Dia hanya bisa tersenyum tipis menghadapi Neo. Meladeni pria yang sedang mempertahankan daerah teritorinya. Sudah menjadi insting pria untuk saling menantang seperti itu mempertahankan betinanya. Menunjukkan sisi maskulinitasnya berharap si wanita bertahan dengannya.

"Anka!" Anka yang lebih dulu mengulurkan tangannya.

"Neo!" ujarnya ogah-ogahan.

Tatapan Anka beralih pada Bella. "Dia …"

Bella menggelengkan kepalanya. "Bukan siapa-siapa." Membuat dada Neo nyeri. Anka menganggukkan kepalanya.

"Hmm …" tidak bertanya lebih lagi. memahami saja cinta Neo yang sepertinya bertepuk sebelah tangan. "Kamu masih bisa menghubungiku. Itupun jika kau menerima tawaranku. Apa jangan-jangan sudah bertemu?"

Bella menggelengkan kepalanya tapi kali ini sudah bisa merelakan lagi. "Bagaimana jika topik lainnya? Apa aku boleh menghubungi kamu juga?"

Anka tertawa. "Memastikan apakah ada seseorang yang cemburu?"

Menakankan kata cemburu yang membuat Bella tertawa. Anka menyerngitkan hidungnya. "Aku memang populer tapi sayang sekali masih lajang."

Bella tertawa. "Siapa yang mengatakan kamu populer?"

"Tentu saja mahasiswaku."

Bella menyerngit. "Bukan rayuan untuk sebuah nilai?"

Anka tertawa. "Entahlah! Aku baru memikirkannya sekarang."

"Bel, kita pulang sekarang?" Neo mulai tidak nyaman diacuhkan seperti itu.

Bella menatap laki-laki itu sinis menggulirkan bola matanya. Namun tersenyum ramah pada Anka. Membuat Neo ingin memukuli wajah laki-laki itu sebenarnya. Atau dia menutup mata Bella agar tidak menatap Anka dengan binar seperti itu.

"Aku akan pertimbangkan tawarannya. Tapi kamu akan membalaskan?"

Anka tertawa. "Aku tidak bisa berjanji. Tapi akan aku balas ataupun aku angkat selama aku tahu."

Bella menganggukkan kepalanya kemudian pergi dari sana membayar semua belanjaan tersebut di kasir. Ia kemudian memasuki mobil Neo membiarkan Neo memindahkan plastik belanja dari troli sendirian. Bella masih sempat melambaikan tangannya pada Anka sebelum menghilang.

Neo melihat semua interaksi itu meremas stir mobilnya cukup kuat. Apa Bella tidak tahu bahwa Neo sudah kebakaran jenggot. "Teman kamu?" Neo pada akhirnya tidak tahan untuk bertanya karena Neo belum pernah bertemu dengan laki-laki itu.

"Apa urusannya sama Loe?"

Membuat Neo mau tidak mau menegarkan saja hatinya menahan nyeri. "Aku benar-benar tidak boleh tahu memangnya?" Neo sudah mau menangis saja rasanya. Katakanlah dia cengeng untuk Bella. Dia tidak sanggup menghadapi kenyataan seandainya Bella menemukan orang lain.

Bella menarik nafasnya. "Ehm .. belum lama ini kenal."

Neo melihat perempuan itu memastikan. "Belum lama kenal tapi sudah akrab gitu? Hati-hati lho bisa aja dia orang jahat."

Mata Bella membola. "tidak semua orang itu berengsek itu kayak Loe." Sekian kalinya ucapan Bella tidak bisa Neo bantah.

"Tapi enggak ada salahnya kamu buat jaga-jaga, Bel."

"Dia dosen. Di ktpnya masih lajang. Umurnya tiga puluh dua tahun."

Alis Neo naik. "Katanya baru kenal."

Mata Bella sendu. "Gue kira dia mantan suami Gue. Karena itu yang foto yang dikasih mama ternyata bukan. Dia buktiinnya dengan kasih tunjuk ktp-nya." Neo menggigit bibirnya.

"Kamu masih mengharapkan suami kamu itu?" Neo bertanya ragu.

"Mantan suami." Bella memperjelas. Oh! Neo tidak sanggup nadanya nyeri. "Enggak! Gue udah capek sama orang pengecut kayak gitu."

Neo menggigit pipi bagian dalamnya.