webnovel

Mimpi yang Terasa Nyata

Bella merasakan ada tangan kekar yang memeluknya saat terlelap. Tangan kekar dengan teksturnya yang familiar. Bella pasti tidak akan pernah melupakan tangan ini. Tangan yang selalu datang untuknya. Bella tersenyum menduga bahwa Galas sudah pulang.

Dekapan Galas menenangkannya membuat Bella menyuruk pada dada bidang laki-laki itu. "Pekerjaannya sudah selesai?" tanya Bella berbisik tanpa membuka matanya. Dia sangat mengantuk apalagi usapan Galas pada kepalanya benar-benar menggoda Bella untuk semakin terlelap. Bella sangat merindukan suasana ini.

Entah berapa lama Bella tenggelam dalam kehangatan Galas hingga dia dibangunkan oleh cahaya matahari yang masuk ke celah-celah gorden kamarnya. Ah, dia lupa menutupnya rapat semalam. Bella perlahan membuka matanya. Tersenyum hangat. Dia memperhatikan sekitar tidak ada Galas, mungkin berada di luar kamar?

Bella melangkahkan kakinya. Mencari Galas di setiap sudut ruangan. Namun nihil membuat Bella mengerutkan keningnya bingung.

"Mungkin Galas di beranda," pikirnya. Bella pun melangkahkan kakinya. Kosong. Tidak ada siapa-siapa disana selain seorang makhluk di unit sebelah yang memberikan senyum hangatnya pada Bella.

"Pagi! Tidurmu nyenyak?" Neo bertanya dengan nada perhatian padanya.

Bella hanya mendelik kesal. Pagi-pagi dia sudah dihadapkan dengan Neo. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja membuat Neo cukup terkejut dengan sikap Bella. Bella masuk ke dalam rumahnya lagi dan menangis disana.

Dia sudah senang semalam, mengira bahwa Galas sudah pulang. Namun kenyataan yang dia temui malah berbeda. Semuanya kosong. Tidak ada Galas, tidak ada siapa-siapa. Hanya satu makhluk yang ingin Bella dia tenggelam saja ke dalam perut bumi.

"Apa semalam aku hanya berhalusinasi atau bermimpi?"

Rasanya terlalu nyata usapan tangan Galas pada kepalanya. Terlalu hidup hingga Bella bisa mencium aroma sabun favorit Galas yang bercampur dengan aroma tubuhnya.

Bella tidak mungkin sampai merindukan Galas hingga dia merasa seperti ini. Apa dia terlalu mengharap Galas hingga dia sampai pada keadaan seperti itu? Bella tidak tahu. Tapi yang jelas dia kecewa hingga dia menumpahkan air matanya begitu saja.

Bunyi bel pada pintunya membuat Bella beranjak. "Kamu baik-baik saja?" Wajah Neo langsung tampak dengan raut wajah yang terlihat khawatir. Bella menepis tangan laki-laki itu. Bahkan Bella mundur untuk memberi jarak.

"Baik-baik saja atau bukan, apa pedulinya sama kamu?!" Bella bertanya berang. Sekali lagi Neo menggigit bibirnya.

"Apa kamu benar-benar tidak bisa memberikan aku kesempatan untuk memperbaiki masa lalu?" Bella bertanya khawatir.

"Kesempatan memperbaiki apa? Kamu bisa menjemput waktu enam tahunku itu?" ucap Bella dengan nada ketus pada Neo.

"Bell…" Neo memelas berusaha menggapai tangan perempuan yang membuat Bella lagi-lagi menepisnya.

"Jangan sok akrab dengan memanggil namaku seperti itu." Bella tidak heran dengan Neo yang tahu namanya.

Melihat bagaimana laki-laki itu berada di rumah sakit saat dia membuka mata Neo pasti sudah sering bercengkrama lama dengan keluarganya. Kalau tidak dia tidak mungkin tahu hari dimana Bella bisa membuka matanya. Bella juga sudah mengkonfirmasi hal itu pada mamanya. Mengatakan bahwa Neo hanya ingin menebus semua kesalahannya.

"maaf!" hanya itu yang bisa Neo katakan.

"Stop bilang kata itu karena gue jijik dengarnya!" Bella menangis keras. Perempuan itu bahkan tidak bisa menutup mulutnya untuk meraung. Bibir Neo terkatup tapi yang jelas dia terlihat makin menyesal.

"Kenapa sih ketika gue membuka mata yang gue temuin itu Loe dan bukan Galas?!" Air mata Bella makin deras. Dia kesal, marah dan kecewa. Semuanya terasa campur aduk baginya. Neo hanya diam membawa Bella dalam pelukannya sekalipun perempuan itu meronta-ronta di dekapnya.

"Pergi Loe! Gue nggak butuh Loe!" Bella yang setelah lepas dari kungkungan Neo membanting pintu unitnya. Tidak peduli apakah hidung mancung Neo akan bersentuhan dengan pintu atau bukan. Perempuan itu luruh, menenggelamkan dirinya diantara pahanya dengan memangku kedua lututnya.

***

"Daripada kamu mikirin Galas kapan pulangnya, gimana kalau kamu mulai lagi fotografi kamu." Mama memberikan usulannya ketika Bella pergi main ke ruma mamanya tersebut. berbagi kesedihannya di sana. menceritakan pada mamanya perihal Neo yang menjadi tetangganya.

Dari mama juga Bella tahu bahwa unit itu baru diisi Neo. Tapi sepengetahuan mama hanyalah sebuah kebetulan belaka. Pasalnya Mama tidak pernah memberikan alamat Bella pada Neo. Bella ingin pindah sebenarnya, sayangnya itu hadiah pernikahan dari Galas untuknya. Perempuan itu tidak mungkin merengek pada Galas saat ini asal pindah rumah sementara Galas sedang disibukkan dengan pekerjaan yang lain.

"Kita bisa nyari tempat buat studio foto kamu, atau kamu mau sekolah lagi untuk mengasah kemampuan kamu?" Bella mengusap air matanya. Mama ada benarnya. Mungkin dengan selalu bersedih memaksa Galas pulang makin menyulitkan laki-laki itu. Lebih baik Bella menunggu saja.

"ekhm… studio foto kayaknya lebih menarik." Bella berusaha tersenyum lagi memikirkan bagaimana dia akan memiliki studio. Ah, baru membayangkan saja dia sudah senang.

"Besok deh, ma! Aku mau pulang dulu." Mamanya mengangguk. Mengantarkan anaknya sampai naik ke atas taksi. Kemudian Bella berhenti sebentar di sebuah toko membeli kamera baru dan beberapa peralatan lain yang diinginkannya.

Setelah selesai Bella keluar dari toko tersebut hanya berjalan saja menuju unitnya karena jaraknya yang sudah dekat. Sekitaran beberapa langkah, perempuan itu berbalik menatap pada pengendara yang mengikutinya sedari tadi.

"Apa kamu tidak mengerti kata pergi? Aku bilang aku muak melihat kamu." Neo mengusap kepalanya yang tidak gatal.

"Aku pikir kamu butuh tumpangan." Bella mendengus. Kalau dia bisa meludah mungkin dia sudah meludah jijik pada Neo saat ini.

"Kakiku masih berfungsi dengan baik." Bella kemudian berjalan lagi. sementara Neo masih mengiringinya. Saat Bella menatap nyalang padanya Neo menaikkan sebelah alisnya.

"Apa? unit kita bersebelahan tentu saja aku akan mengambil jalan yang sama dengan kamu." Neo berucap enteng membuat Bella baru mengerti bahwa sosok Neo memang menyebalkan. Mereka diam saja selama dalam lift dengan Neo yang memperhatikannya dan Bella yang membuang muka padanya.

Di depan pintu Bella dikejutkan dengan sebuah boneka yang nyaris setingginya. Perempuan 160 cm meter itu berdecak. 'tolong tekan dadaku' begitulah catatan yang tertulis di sana. Bella melakukannya.

"Hai sayang! Ini aku Galas!" Bella berdecak. Bagaimana bisa Galas menggantikan dirinya dengan boneka sebesar itu. Tapi mood Bella langsung berubah begitu saja. memeluk boneka pemberian Galas tersebut dengan bahagia.

"Ayo Galas kita masuk!" Bella menempelkan jarinya pada pintu masuk sebagai kode aksesnya. Ia kemudian berdecak dengan boneka itu yang diam saja. "Harusnya kalau kamu Galas, kamu bisa jalan!" sedikit pukulan ringan Bella layangkan pada boneka itu. Ia kemudian membawa Galas sebelum menghilang dia melihat Neo dengan tatapan tidak sukanya lagi.

"Apa liat-liat?! Nggak pernah lihat orang bicara sama boneka?!" wajah Bella masam dengan bantingan pintu yang cukup keras. Neo mengusap dadanya. Berusaha mengerti dengan sikap Bella yang membencinya.