"Atas dasar apa kamu bertanya seperti itu, Kinayya?" selidik Nyai Inayah dengan tatapan tajamnya. Sepertinya ia sangat curiga dengan pertanyaan Kinayya.
Kinayya menunduk dalam. Sejujurnya, ia bertanya karena ingin menambah ilmu dan pengetahuan. Tentu saja sebelum berumah tangga, ia harus tahu apa saja rukun, haram dan sunahnya menjadi seorang istri. Mengenai perceraian, semua orang pun perlu tahu apa itu hukumnya bercerai di dalam islam.
"Mungkin karena Kinayya khawatir dengan pernikahannya nanti, Umi," timpal Kiyai Salahuddin dengan bijak dan tetap santai.
"Khawatir? Apakah Kinayya khawatir tidak akan bahagia? Jika begitu Ya Allah, jangan jadikan Kinayya istri untuk Ghaisan. Biarkan dia bahagia dengan pilihannya sendiri," ucap Akmal di dalam hati.
"Benar begitu, Kinayy?" tanya Nyai Inayah dengan suara yang lembut.
Kinayya membuang napasnya berat. "Bukan, Umi. Kinayya bertanya soal perceraian karena ingin tahu saja apa hukumnya dan bagaimana pandangan islam terhadap perceraian itu." Ia menjawab tanpa mengangkat wajahnya.
"Bagus. Sebelum menikah, memang perlu tahu banyak tentang rumah tangga, termasuk perceraian," ucap Kiyai Salahuddin.
"Benar. Tapi, Kinayy. Umi harap, kamu tidak berburuk sangka pada Allah, ya. Jangan karena kamu tidak mengenal Ghaisan dan kalian tidak pernah saling cinta, kamu sampai berpikir bahwa pernikahan kalian nanti akan rumit dan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perlu kamu tahu, Nak Kinayy. Bahwa cinta yang indah itu setelah pernikahan. Yakinlah bahwa Allah pasti akan menumbuhkan rasa cinta di antara kalian berdua," timpal Nyai Inayyah panjang lebar menasihati Kinayya.
Akmal membuang wajahnya ke udara saat mendengar setiap kata yang keluar dari mulut sang Umi. Ingin rasanya ia berteriak saat ini juga di tempat itu. Namun, seakan lidahnya terasa kelu dan nyalinya menciut begitu saja. Tiada yang tahu bagaimana perihnya hati lelaki itu saat tahu bahwa wanita pujaan hatinya akan menikah dengan lelaki yang bernama Ghaisan. Tidak! Bukan akan menikah. Lebih tepatnya, dipaksa menikah.
Ya! Akmal dan Kinayya memang sepasang muda-mudi yang saling mencintai. Perasaan tumbuh di antara keduanya sejak tiga tahun yang lalu. Tiga tahun pula lah Akmal dan Kinayya merahasiakan hubungan haram mereka. Hubungan yang dinamakan pacaran. Tentu saja jika ketahuan, Akmal maupun Kinayya akan dimarahi habis-habisan oleh Kiyai Salahuddin yang sangat melarang anak-anak maupun santrinya pacaran.
"In syaa Allah tidak, Umi. Kinayya akan terus berbaik sangka pada Allah. Allah lah dzat yang maha pemberi nikmat cinta," ucap Kinayya dengan hati yang teriris perih. Walau sebenarnya ia tidak yakin dengan ucapannya sendiri.
"Syukurlah kalau begitu. Mengenai perceraian, tentu saja dalam agama islam perceraian itu bukan sesuatu yang dilarang. Namun, dibenci oleh Allah. Perceraian itu 'kan berasal dari kata talak yang artinya melepaskan ikatan," ungkap Kiyai Salahuddin dengan jelas.
Kinayya tampak mendengarkan secara saksama dan begitu serius. "Jika begitu, Abah, bagaimana dengan pasangan suami istri yang bercerai? Mereka semua telah dibenci Allah?" Kembali, ia mengajukan pertanyaan.
Kiyai Shalahuddin tersenyum untuk sesaat. "Dibenci Allah jika perceraian mereka tanpa alasan yang jelas dan syar'i."
"Contohnya?" tanya Akmal yang kembali mengeluarkan suaranya.
"Tanpa memiliki masalah yang berat dan fatal. Pernikahan mereka baik-baik saja tanpa masalah apa pun, tiba-tiba bercerai karena bosan menjalani rumah tangga. Padahal, masih banyak cara atau kemungkinan untuk melanjutkan pernikahan mereka dengan harmonis dan sebagaimana mestinya. Itu bisa dikatakan perceraian yang dibenci oleh Allah," terang Kiyai Salahuddin panjang lebar.
Akmal manggut-manggut tanda mengerti. Sejujurnya ia sedang merekam dan mengantongi senjata untuk dapat mengingatkan Kinayya jika suatu saat nanti pernikahan gadis cantik pujaan hatinya itu terasa hambar dan tanpa adanya rasa cinta. Ia sendiri sungguh berharap Ghaisan tidak akan pernah mencintai Kinayya sampai kapan pun. Membayangkan wanita pujaan hatinya disentuh oleh lelaki lain, sungguh membuat dadanya sesak dan sakit.
"Namun, perceraian juga dibolehkan jika pernikahan memang sudah tak dapat lagi dipertahankan. Banyak faktor-faktornya dalam perceraian. Suami diperbolehkan menceraikan istrinya yang berprilaku tidak baik padanya, tidak pernah menjalankan tugas sebagai seorang istri, durhaka pada suami dan selalu memberi efek negatif pada suami. Itu jelas istri yang patut untuk diceraikan," sambung Kiyai Salahuddin dengan jelas dan detail.
Kinayya tampak mengangguk tanda mengerti. Ia begitu merinding mendengar penjelasan mengenai perceraian. Setiap manusia pasti akan memiliki mimpi dan harapan yang indah dan tinggi. Seperti dirinya yang sempat bermimpi akan dinikahi oleh pemuda tampan putra bungsu kiyai besar pemilik pondok pesantren Al-Barokah. Namun, sepertinya itu hanyalah mimpi dan tidak akan menjadi nyata. Jika Allah memberikan garis takdir yang lain padanya, tentu ia sama sekali tak dapat menolak atau menghindari.
"Sudah jelas kalau Kinayya ini pasti akan menjadi istri yang baik dan sholehah bagi suaminya. Ingat, Kinayy! Saat sudah menikah, kedudukan seorang suami itu sungguh tinggi derajatnya. Maka, janganlah sekali-kali durhaka pada yang namanya suami. Allah sungguh akan melaknat istri-istri yang durhaka pada suami. Umi yakin, akan selalu tertanam rasa takut dan taatmu pada Allah azza wa jalla. Perjalanan kita masih panjang, Kinayy. Jadilah insan yang mulia dan bertakwa," pesan Nyai Inayyah yang begitu menyayat hati.
Tak terasa, kristal bening berloncatan dari sudut mata indah milik Kinayya. Anak sungai dengan rasa yang asin itu tercipta di wajah cantiknya. Kinayya tak kuasa menahan tangis. Rasanya perih, tak sanggup, ingin menolak, tidak yakin dan sungguh berat melepaskan cinta yang sudah tertanam selama tiga tahun untuk sang putra bungsu gurunya sendiri.
"Kinayya pasti bisa jadi istri yang sholehah, Umi. Tapi, bagaimana dengan Ghaisan? Apakah dia bisa jadi suami yang baik dan sholeh untuk Kinayya?" timpal Akmal dengan rahang yang mengeras dan wajah yang merah padam. Kedua matanya sudah berapi-api.
"Kenapa kamu selalu menyudutkan Ghaisan, Nak? Dari setiap ucapanmu, terdengar jelas jika kamu menghalang-halangi Kinayya untuk dinikahi oleh Ghaisan." Nyai Inayyah kini merasa heran pada putranya. Ia tampak menatap tajam dan penuh selidik.
Akmal terdiam dan tak sanggup bicara. Ia sungguh tak ingin sampai khilaf dan tak mampu meredam emosinya. Bisa fatal urusannya jika lisannya keceplosan mengakui hubungannya dengan Kinayya. Tanpa menjawab sepatah kata pun, Akmal beranjak dari duduknya lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
"Astaghfirullahaladzim," desis Nyai Inayah seraya menggeleng kecil.
Kinayya mengusap kasar air matanya. Jika sudah seperti ini, ia sungguh yakin jika cinta di antara dirinya dengan Akmal sudah tak dapat lagi dipertahankan. Cintanya pada sang guru sungguh lebih besar dari cintanya pada kekasih hatinya itu. Ya, ia akan siap menerima takdir yang Allah beri padanya. Sekalipun ia harus menikah dengan Ghaisan.
BERSAMBUNG...