webnovel

Papa ngambek

Malam harinya,

Rayhan keluar dari kamar dan melewati papanya yang sedang berdiri di dekat pintu kamar. Entah apa yang di lakukan oleh Raka yang sama sekali gak ada gunanya.

"Ray," panggil Raka tapi tak di balas oleh Rayhan.

Rayhan berjalan ke ruang tamu di mana mamanya sedang menelepon seseorang.

Rayhan mendekati mamanya dan duduk disampingnya, sambil menyandarkan kepalanya pada bahu sang mama efek bangun tidur, nyawanya masih setengah terkumpul.

Raka datang dan tentu saja dia cemburu melihat Rayhan yang menyandarkan kepala pada Dinda. Ingin protes, namun saat melihat Dinda yang tak merasa terganggu sedikitpun membuat ia hanya diam dan berjalan ke samping Rayhan yang sedang memejamkan mata.

"Din," panggil Raka yang pada Dinda yang sedang sibuk namun Dinda tak berniat menanggapi.

"Dinda dosa loh gak nyahut saat suami lagi manggil,"ucap raka sambil mengerucutkan bibirnya.

Dinda meletakkan handphonenya kasar dan beralih menatap Raka.

"Apa," jawab dinda agak ketus. Apa Raka gak melihat Dinda sedang berbicara dengan seseorang di telepon.

"Din jalan jalan yuk, udah lama kita gak keluar berdua," ajak Raka, sambil tersenyum manis pada Dinda.

"Udah malam," balas Dinda.

"Justru bagus dong, kan lebih romantis," kata Raka dengan senyum yang membuatnya semakin tampan.

Dinda memutar bola matanya malas.

"gue bukan kelelawar kek lu."

"Tega lu, ngatain suami sendiri kelelawar. Kan kita sama aja, sering pergi malam pulang nya pas siang."

"Kan emang pantas buat Lo, Lo kan setiap malam kerjaannya keluyuran, balapan dan pulang saat pagi." kata Dinda yang membuat Rayhan tertawa.

"Dan gue pulang malam karena gue kerja, sedangkan lo cuma balapan," ucap Dinda lagi.

"Mama, julukan itu memang cocok buat papa," kata Rayhan masih dengan tawanya.

Sedangkan seseorang yang di tertawa kan itu hanya mendelik tak suka namun tak ayal dia tersenyum ketika melihat Rayhan tertawa bahagia dan melupakan kejadian tadi.

"Jadi anak jangan durhaka lu, nistain bapak sendiri."

"Kan papa emang pantas di nista kan " namun kemudian dia terdiam ketika mengingat, seharusnya dia mendiami papanya itu agar dia merasa bersalah. Gagal sudah rencana nya."

"Durhaka Lo ngatain bapak sendiri, kalo bukan gue Lo gak bakal ada di dunia ini"

"Mama," panggil Rayhan cepat mengabaikan ucapan Raka.

"Hmm."

"Ray mau cerita."

"Cerita apa," balas Dinda.

"Tadi kan saat mama pergi, ada satu om yang tanya Rayhan bisa naik motor apa enggak terus Rayhan jawab Ray gak bisa," ucap Rayhan mulai menceritakan saat tadi pagi saat bersama para om nya.

"Terus?" tanya Dinda penasaran.

"Terus si om itu bilang kek gini ma.

Masa iyya Ray gak bisa naik motor padahal papa pembalap yang gak ada bisa ngalahin dia, terus kan yah Rayhan ngambek dan sebagai permintaan maaf Rayhan main kuda kudaan sampai om itu pingsan," ucap Rayhan menceritakan kejadian tadi bersama om om nya.

Dinda tertawa sangat kencang mendengar ucapan dari putranya, ia tak menyangka putranya itu jahil juga.

Dinda gak tau aja, gimana jahilnya Rayhan saat masih tinggal di rumah Bima.

"Beneran pingsan?" tanya Dinda masih dengan tawanya.

Tawa yang selama belasan tahun hilang kini kembali, karena kehadiran putranya yang begitu Dinda rindukan.

Kebahagiaan terbesar bagi Dinda adalah ketika Rayhan lahir ke dunia dan hal yang begitu menyakitkan selama hidup nya adalah merelakan putranya di bawa pergi bersama kakak iparnya. Di rawat dan di besarkan oleh mereka.

"Iya ma, om itu beneran pingsan namun tak lama ia bangun bangun."

"Ada yang nolongin gak?"

"Gak ada, yang lain cuma nge tawain aja."

"Om siapa sih yang Lo maksud?" Tanya Dinda penasaran.

"Ray gak tahu namanya, kan susah masa iyya Rayhan bisa hafal nama nama mereka yang 20 orang itu hanya dalam sekali ketemu."

"Itu Adam," kata Raka mencoba menimbrung namun di abaikan oleh mereka berdua.

"Oh iya mah, masa tadi dari semua om itu ada satu yang wajahnya paling tampan," ucap Rayhan melirik Raka yang memasang wajah kesal.

"Siapa?"

"Ray gak tahu namanya, tapi yang pasti dia itu ganteng, dan yang paling tinggi sih keknya."

"Ardi?" Tanya Dinda mengingat sahabat Raka yang memang memiliki wajah paling rupawan adalah Ardi.

"Iya Ardi. Dia memang tampan tapi gue lebih tampan," bukan Rayhan yang menjawab tapi Raka.

Dinda yang mendengar ucapan kelewat Percaya diri itu, ingin muntah rasanya.

"Napa Din, gue benar kan."

"Tapi menurut Ray ya ma, om itu yang paling tampan dari semua laki laki yang pernah Ray temuin," ucap Rayhan bermaksud membuat papanya kesal dan marah. Sebagai balasan karena membuat ia tadi kesal.

Kalimat itu benar benar menusuk hati Raka, siapa yang gak sakit hati ketika anak sendiri lebih melebih lebihkan orang lain apa lagi itu mantan dari istrinya.

"Kalo menurut Ray sih mama lebih cocok sama om Ardi," celetuk Rayhan santai.

"Enteng banget lu bilang kek gitu, kalo seandainya Dinda sama si Ardi otomatis lu gak ada di dunia ini," kata Raka sewot dan lagi lagi ia diabaikan.

"Iyakan ma?"

Dinda hanya tersenyum sambil menatap wajah masam Raka.

"Oh Iyah om Ardi itu udah menikah ma?" Tanya Rayhan penasaran.

"Belum, dia punya pacar tapi belum di nikah nikahin juga sampe sekarang."

"Mungkin dia cinta kali sama mama, makanya gak mau nikah dulu," kata Rayhan asal.

Raka berdiri dari duduknya dan pergi dari rumah begitu saja sambil membawa motor kesayangannya itu.

Setelah Raka pergi, Rayhan tak lagi melanjutkan ucapannya, sebenarnya ia merasa bersalah karena berkata demikian namun ia hanya ingin papanya itu tahu rasanya di abaikan itu sakit.

"Ma, papa pergi tuh," kata Rayhan.

"Hmm."

"Tadi gue perhatiin lu kayak berusaha mengabaikan ucapan dari Raka. Kenapa?"

"Ray kesal sama papa karena tadi saat para om itu udah pergi, papa sibuk sama handphonenya, mengabaikan Rayhan," kata Rayhan.

"Jadi balas dendam nih ceritanya."

"Niatnya sih gitu, tapi papa beneran marah dan pergi," kata Rayhan menunduk merasa bersalah.

"Udah, gak usah di pikirin papa Lo itu, palingan juga dia ke basecamp nya, mending sekarang lu tidur," kata Dinda.

"Iya ma," kata Rayhan dan pergi ke kamar.

Di dalam kamar, Rayhan tak langsung tidur. Ia memikirkan apa perkataanya benar benar kelewatan sehingga membuat Raka pergi begitu saja.

Niatnya, memang cuma untuk membuat Raka kesal sebagai pembalasan dari Rayhan. Tapi melihat papanya yang marah dan kecewa Rayhan kan merasa bersalah. Ia takut papanya gak akan mau bicara atau menyayanginya lagi.