"Aku percaya padamu"
Kata Henry. Suaranya terdengar tulus seperti biasa. Mata almond nya menatap Maida dengan lembut. Tapi ada kilasan kekhawatiran, di kedalaman iris hitamnya yang segelap malam.
Maida yang melihatnya. Mengangkat bibirnya tersenyum tulus.
"Tapi aku tidak ingin kau-"
Henry belum menyelesaikan kalimatnya. Karena Maida sudah mengunci bibirnya dengan jari telunjuknya yang lentik.
"Jangan khawatir!" Kata Maida.
Suaranya rendah. Seperti titisan embun yang jatuh ke bumi.
"Bukankah kau mempercayai ku?" Lanjutnya.
Mata merahnya tampak gelap karena malam. Mendongak keatas. Maida tenggelam memperhatikan paras pria dihadapannya.
Itu adalah lekuk wajah yang menawan. Yang memiliki ketenangan seperti malam yang sunyi. Wajah yang tidak pernah membuat nya bosan. Dan selalu membuat nya jatuh cinta setiap hari.
"Berjanjilah padaku untuk tidak melanggar perjanjian Batanfrien?"
Untuk lebih meyakinkan. Henry memilih untuk mengikat perjanjian. Bukan karena tidak percaya. Tapi ini adalah untuk kepastian mutlak.
Ini bukan kali pertama mereka saling bertukar janji. Dan setiap kali mereka melakukan nya. Mereka akan menepati nya sampai akhir.
"Aku janji"
"Dan juga tidak mengotori tanganmu?"
Maida mengerti dengan apa yang dimaksud mengotori itu.
Henry tidak ingin ia melakukan sesuatu yang keji yang akan mengotori tangannya. Henry tidak ingin karena cinta antara mereka, Maida merusak profil gadis murni yang ada dalam dirinya.
Mengangkat kelopak matanya lebih lebar. Maida membiarkan binar matanya tampak lebih kuat dan jelas. Ia merasa sangat tersentuh dengan cara Henry mencintai nya.
Itu murni. Dan tidak pernah membiarkan ambisinya menodai cinta mereka. Mencintainya tapi tidak dengan egonya. Tapi dengan ketulusan dan kerelaannya.
"Ya, aku berjanji padamu"
Dan akhirnya Henry keluar dari hutan. Tinggallah Maida seorang diri bersama gadis yang sudah tertidur pulas karena mantra sihirnya.
Berjalan kearahnya. Maida bersimpuh ketanah tepat disamping tubuh gadis itu.
Dan bibirnya yang merah seperti kelopak mawar terbuka. Kembali menyanyikan lagu di tengah hutan yang sunyi.
'Bumi dan tanah dengarlah...'
'Terbelah dan tenggelam kan kami...'
Setelah dua baris terucap. Tanah tempat mereka berpijak bergetar. Dan sesudahnya terbelah.
Membuat kedua gadis itu jatuh kedalam perut bumi. Setelah keduanya ditelan. Tanah itu merapat dan tertutup kembali.
Selang beberapa menit kemudian. Mereka dimuntahkan kembali ke sesuatu tempat. Dan begitulah cara Maida berteleportasi.
Keesokan harinya. Cecile yang sudah tertidur pulas sepanjang malam akhirnya tersadar.
Membuka matanya. Cecile melihat hari sudah pagi. Sinar matahari bersimbah diwajahnya yang halus. Menyapu sekitar. Itu adalah hutan yang luas tapi dengan pesona yang berbeda.
Tidak hanya penuh dengan beberapa pohon pinus dan jenis lainnya. Tapi juga banyak bunga-bunga yang tumbuh cantik di sekitar.
Sebagian menyembul keluar dari semak belukar. Sebagian nya lagi tumbuh liar melilit beberapa pohon. Dan juga ada yang tumbuh bebas di tanah.
Itu sangat banyak. Cecile merasa seakan baru saja berada di kebun bunga.
Dan ada pula beberapa pepohonan lainnya yang berbuah. Seperti mangga, jeruk dan buah segar lainnya.
Melihat semua buahan itu. Perut Cecile menggeram lapar. Ingin sekali Cecile berdiri dan segera memetik beberapa dari mereka.
Tapi menemukan dirinya terikat di sebuah pohon besar. Cecile sedikit terkejut dan kembali mengingat peristiwa semalam.
"Kau sudah bangun?"
Sebuah suara segar menyambut nya.
Cecile mendongak keatas. Dan menemukan gadis semalam. Seketika ia menjadi takut. Apakah gadis penunggu ini akan mengambil bola matanya sekarang?
Maida dapat melihat tampilan ketakutan Cecile. Menarik kedua sudut bibirnya. Ia berusaha tersenyum lebih bersahabat dibandingkan semalam.
"Tidak perlu takut!" Tukasnya. Nada suaranya juga lebih bersahabat daripada semalam.
"Kita hanya bertukar bola mata" Kata Maida santai. Seakan ia sedang membicarakan tentang tukar-menukar pakaian dengan gadis sebayanya.
"Kau tidak akan kehilangan penglihatan mu"
Tangan Cecile yang berada di tanah. Mulai menggali bubuk coklat itu hingga kuku-kuku putihnya kotor. Ia merasa sangat marah dalam hatinya.
Apa gadis penunggu ini sedang mempermainkan nya?
"Aku mohon padamu..."
Tiba-tiba Maida bersuara dengan lirih. Mata merahnya tampak terendam air. Seperti berlian merah yang tergenang diatas air.
Maida merasa masam dihatinya. Ia juga tidak ingin melakukan ini. Tapi jika tidak melakukannya ia harus melepaskan cintanya begitu saja.
"Aku berjanji prosesnya tidak akan menyakiti mu"
Cecile dapat melihat perubahan suasana hati Maida. Matanya yang tampak mengerikan semalam seperti hantu. Tapi kini tampak seperti gadis kecil murni yang memohon.
Raut wajahnya pun seperti seorang gadis yang tertekan. Tampak redup dan seperti menyimpan banyak tekanan.
Dan seperti sudah menahannya sejak lama. Setitik air mata pun jatuh. Meluncuri kedua belah pipinya yang merah seperti kelopak mawar.
Cecile yang melihat pemandangan itu. Merasa terenyuh. Ia seperti melihat cahaya lain darinya. Itu seperti gadis penunggu ini adalah orang yang baik hati.
Tapi apakah itu benar?
"Sebenarnya kenapa kau ingin menukar kedua bola mata mu?" Cecile pada akhirnya memutuskan untuk bertanya.
Meski sudah menanyakan nya sekali. Tapi kali ini Cecile mengharapkan jawaban yang memuaskan.
"Aku mencintai seseorang" Maida akhirnya memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Tapi cinta kami terhalang karena perbedaan ini" Dan air matanya mengalir lebih deras. Suaranya pun terdengar sedikit bergetar. Seakan ia sedang menahan tangis.
"Hanya karena bola mata mu?"
Cecile merasakan itu kisah yang sedikit rumit. Itu seperti tak jauh menyedihkan nya dengan kisah cinta sepupu perempuannya Anne.
Melihat pada bola matanya yang merah. Itu memang aneh. Itu lebih seperti mata hantu atau monster dalam cerita rakyat.
Tapi bukankah itu wajar karena gadis ini adalah gadis penunggu hutan?
Oh tidak!
Akhirnya Cecile mengerti. Gadis penunggu ini terlibat perasaan dengan manusia? Dan gagal menutupi identitasnya hanya karena bola matanya yang mencolok. Mungkin perkara rambut adalah hal yang mudah. Ia dapat mewarnai nya. Tapi bola mata?
"Apakah kau sungguh mempunyai cara untuk menukar kedua bola mata kita?"
Mendengar pertanyaan itu. Maida merasa ada harapan.
"Tentu saja!"
Terdiam sesaat, Cecile berpikir. Apakah seharusnya ia memutuskan untuk membantu gadis penunggu hutan ini?
Mengenang Anne yang tampak begitu menyedihkan setelah kisah cinta pertamanya pupus. Ia dapat melihat Anne yang biasanya tampak begitu ekspresif dari luar dan dalam. Berubah menjadi gadis terluka di dalam yang berusaha keras untuk tampil lebih hidup dari luar.
Mau tidak mau Cecile merasa iba untuk gadis asing di hadapannya ini. Apakah ia harus menyetujui permintaannya untuk membantu nya?
"Baiklah aku setuju"
Pada akhirnya Cecile memutuskan untuk membantu. Setidaknya ia dapat menyelamatkan kisah cinta gadis itu.
Cecile membenci kisah yang tidak berakhir bahagia. Itulah kenapa ia memutuskan untuk mendekatkan Anne pada Edwin. Cecile berharap mereka dapat menemukan akhir yang bahagia.
"Kau sungguh menyetujuinya?" Maida tidak pernah berpikir semua ini akan semudah itu.
"Ya! Selama aku tidak kehilangan penglihatan ku"
___