Malamnya Cecile sudah siap dalam balutan gaun putih polos yang tampak menawan di tubuhnya. Rambut coklat keemasannya yang ikal, tersanggul dengan rapi. Wajah tirus nya yang putih semakin pucat dengan polesan bedak. Bibirnya yang merah segar seperti ceri, semakin merah seperti darah karena polesan gincu. Kedua belah pipinya yang sudah seperti kelopak mawar mekar semakin merekah karena pemerah pipi.
Anne berhasil meriasnya dengan sempurna.
"Tidakkah ini terlalu berlebihan?" Komentar Cecile yang mendapati dirinya cukup berbeda dari pantulan cermin.
Dan Anne yang melihat hasilnya merasa sangat puas.
"Tidak, kau sangat cantik!" Seru Anne. Ia selalu mengagumi kecantikan sepupu perempuannya itu. Gen ibunya Cecile tewarisi sempurna padanya. Mendengar pujian itu Cecile hanya tersenyum. Sedang hatinya remuk redam seakan ingin menangis.
Meski tersenyum, tapi matanya bersinar ketidakbahagiaan. Tentu saja Anne menangkap hal itu. Anne menepuk pundaknya pelan dan berkata dengan tulus.
"Jika kau tidak suka dengan si pelamar, katakan padaku. Karena aku..." Katanya sembari meletakkan tangannya yang terkepal di dadanya lalu melanjutkan. "Sepupu perempuan mu yang beharga ini akan selalu berada di pihak mu" Lanjutnya dengan mengulas senyuman yang lembut dan tulus.
Cecile menganggukkan kepalanya dengan mata berbinar menyiratkan rasa terimakasih yang sangat.
"Cecile"
Pintu kamarnya terbuka dan seseorang muncul di sebalik nya. Itu adalah pria berumur yang memiliki kontur wajah seorang pemimpin yang tegas.
"Mereka sudah sampai, bergegaslah!" Itu adalah Eckbert, ayahnya Cecile. Setelah menyampaikan itu ia segera pergi.
Dengan pasrah Cecile mengikuti ayahnya dan begitupun dengan Anne. Malam ini ia sengaja memilih untuk menginap. Bagaimanapun Cecile pasti sangat membutuhkan teman di situasi seperti ini.
"Cecile berhenti!" Mendadak Anne mengingat sesuatu.
"Ada apa?" Cecile segera menghentikan langkahnya, sedang ayahnya sudah melangkah ke ruang perjamuan menyambut kehadiran keluarga dari mempelai pria.
"Sebaiknya kau pergi untuk menyeduh teh dan menyiapkan beberapa camilan untuk perjamuan, lalu baru bawa semua itu ke sana"
Dari yang Anne tau, sudah merupakan kebiasaan dari mempelai wanita yang dilamar untuk menyajikan hidangan perjamuan untuk keluarga dari pihak pria yang melamar.
Cecile yang mendengar hal itu mengangguk mengiyakan. Ia berpikir akan sangat tidak sopan jika mereka tidak menghidangkan apa-apa.
"Kalau begitu aku akan kedapur dulu"
Setelah perginya Cecile kedapur. Anne melangkah keruang perjamuan. Disana ia melihat pamannya yang tengah berbincang dengan keluarga pihak pria. Melangkah lebih jauh, semua mata terpusat kearahnya.
"Anne dimana Cecile?" Tanya Eckbert. Sebenarnya ia melupakan sesuatu, tapi melihat putrinya yang belum melangkah keruang tamu. Sepertinya Anne sudah menyampaikan hal itu.
"Ia akan segera menyusul paman" Jawab Anne sopan. Eckbert segera mengerti.
Anne sedikit membungkukkan badannya dengan sopan untuk menyapa pihak keluarga pria.
Tapi tepat ketika ia mengangkat wajahnya, matanya segera bertemu dengan sosok yang tak lagi asing.
Wajah yang terpahat menakjubkan itu seperti sosok ksatria tampan idaman kaum hawa. Melihatnya seperti menyambut matahari pagi di musim semi. Tatapannya tenang seperti embun di pagi buta. Sosok itu yang juga melihat kearahnya, mengangguk dengan sopan dan tersenyum. Segera kupu-kupu menyeruak terbang dari hatinya.
"Anne?"
Deg! Suara itu sedamai aliran sungai yang jernih. Mendamaikan si pendengar dan nyaris membuatnya jatuh hati. Itu bukan pertama kalinya Anne merasakan semua situasi yang menegangkan ini. Itu akan selalu bersitegang, jika berjumpa dengan sosoknya.
"I-ya" Jawabnya sedikit gugup, keduabelah pipinya segera memerah.
"Kalian saling mengenal?" Gennifer yang merupakan ibu dari pria itu segera bertanya. Itu adalah wanita sekitar empat puluhan yang masih tampak sangat muda. Wajahnya tirus dan kulit putihnya tampak berkilau seperti mutiara. Banyak kemiripan antara ibu dan anak itu. Mereka adalah kumpulan gen yang sempurna.
"Kita pernah berjumpa sebelumnya Bu" Edwin menjelaskan.
Mereka memang pernah bertemu sebelumnya. Itu pertama kali saat di pasar. Hari itu Anne dalam kesusahan karena dihadang oleh beberapa penjahat yang ingin merampas barang-barangnya.
Saat itulah Edwin datang untuk membantunya melawan para penjahat itu. Saat itu Edwin seperti ksatria penyelamatnya. Dan Anne takkan pernah bisa melupakan momen itu dari ingatannya.
"Oh jadi kalian sudah saling mengenal" Sahut Ainsley yang merupakan ayah dari Edwin. Ia berkulit sawo matang, sedikit berbeda dari istri dan putranya. Itu karena ia berasal dari suku Pataw.
"Oh perkenalkan ini adalah Anne keponakanku. Ia sering kemari untuk menemani putriku Cecile" Kata Eckbert memperkenalkan Anne lebih lanjut. Mereka pun mengangguk mengerti.
"Kalau begitu saya permisi dulu" Anne membungkuk sopan dan bergegas pergi meninggalkan ruangan.
Dadanya terasa sesak, hidungnya terasa asam dan matanya memanas. Ia tidak akan pernah mengira pria yang datang melamar sepupu perempuannya adalah cinta pertamanya.
Cecile yang baru saja keluar dari dapur membawa senampan makanan dan teh, di tengah langkahnya ia menemukan Anne yang tampak linglung di sudut.
Tubuhnya bersandar ke dinding, ia dapat melihat kedua bahunya bergetar. Cecile langsung mengira pasti ada sesuatu yang terjadi. Tapi apa itu? apakah ini ada hubungannya dengan si pelamar?
"Anne" Tegur Cecile.
Anne terkesiap dan dengan gegabah mengusap keduabelah pipinya yang ternyata sudah banjir dengan airmata.
Cecile sangat terkejut melihat kondisinya yang ternyata lebih buruk dari yang ia pikirkan. Meskipun Anne bergerak cepak menghapusnya, tapi matanya sudah bengkak dan memerah. Wajahnya pun tampak kuyu dan lengket.
Apakah ia sudah lama menangis? Anne berusaha memperbaiki posisinya. Menarik kedua sudut bibirnya, ia tersenyum lebar.
"Cepatlah kedepan, pria yang melamar mu sangat tampan"
"Benarkah?"
"Em! Ayo cepat!" Anne mendorong tubuhnya dan mendesaknya pergi.
"Tapi ada apa denganmu? kenapa kau menangis?" Tanya Cecile curiga.
Anne datang dengan baik-baik saja hari ini dan ia sangat yakin ia tidak memiliki masalah apapun. Dan sekarang ia menangis dengan sangat berlebihan. Cecile mulai menebak, ini pasti ada hubungannya dengan si pelamar.
"Itu nanti saja kita bicarakan. Sekarang kamu pergi saja dulu, tidak baik membuat mereka menunggu"
Akhirnya Cecile pun menurut dan pergi.
Diruang perjamuan, Cecile menyapa semuanya dengan sopan. Lalu ia menghidangkan semua bawaannya dengan rapi di atas meja.
Gennifer yang melihat kehadiran gadis didepannya merasa sangat senang. Apakah itu calon menantunya? Dalam hati ia sangat mengakui betapa cantiknya gadis itu. Jika disandingkan dengan putranya, mereka pasti akan menjadi pasangan yang serasi.
"Ini adalah Cecile putriku" Eckbert dengan bangga memperkenalkan putrinya.
Cecile dengan sopan membungkuk lalu mengambil tempat untuk duduk di sebelah ayahnya. Saat itulah ia bertemu pandang dengan sosok pria tampan yang duduk didepan sana. Apakah ia pria yang melamarnya?
"Ia sangat mirip dengan almarhumah ibunya"
Kata Ainsley, sama seperti istrinya ia merasa sangat puas dengan keindahan menantunya.
"Ya, keduanya adalah kecantikan yang sama. Aku seperti melihat Clarissa terlahir kembali"
Ketika nama itu disebut ada kesedihan yang menelusup kehatinya. Itu adalah nama dari wanita yang sangat ia cintai dan paling ia rindukan, yakni ibunya.
"Ah, perkenalkan aku Edwin" Tangan pria itu terulur kearahnya. Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya, tapi kenapa pria ini datang melamar gadis yang tidak dikenalnya?
"Cecile" Dan ia menyambut uluran itu dengan sopan.
Dan percakapan panjang antara keduabelah pihak keluarga pun terjadi. Saat itulah ia mengetahui Edwin adalah seorang saudagar muda yang sangat kaya. Itu prestasi yang sangat mengagumkan untuk pria seumuran nya.
Dan Ayah dan ibu Edwin adalah sahabat dekat ayah dan ibunya. Jadi lamaran ini datang untuk mempererat hubungan antar keluarga. Sebagai kepala suku adalah suatu keharusan memiliki calon menantu yang memiliki status baik dan terhormat di kalangan masyarakat. Dan Edwin sangat memenuhi standar itu.
Edwin tidak hanya dikenal dengan saudagar kaya muda. Tapi ia juga memiliki rasa empati yang tinggi untuk masyarakat, dimana ia meluangkan waktu untuk memberi arahan kepada masyarakat bagaimana cara berniaga dengan baik bahkan juga meminjamkan modal tanpa harus mengkhawatirkan bunga.
Karena hal itu popularitas nya melonjak di kalangan masyarakat luas. Itulah kenapa ayahnya tidak ragu menerima lamaran dari pria itu. Bagaimanapun juga, Edwin dapat dikatakan adalah idaman setiap mertua.
Cecile harus mengakui bahwa pilihan ayahnya untuknya sangat bagus, seorang pemuda yang baik hati dan cerdas. Itu adalah pria yang tampan, tapi ia sama sekali tidak merasakan apapun saat melihatnya. Cecile belum pernah merasakan seperti apa rasanya jatuh cinta.
Tapi ia tau sedikit dari Anne yang berpengalaman dalam hal itu. Katanya, 'kau akan merasa seperti kupu-kupu terbang disekitar mu. Dan saat kau melihatnya kau akan sangat terkesima seakan waktu berhenti berputar detik itu.'
Tapi jika ia sekali lagi berpikir, ia seperti pernah mengalami salah satunya. Tapi kapan dan dengan siapa itu?
___