webnovel

Bertemu dengan Peramal Aneh

Oh Sial!

 

Ku lihat jarum panjang jam weker merahku menunjukan angka sepuluh, dan si kembarannya yang lebih pendek menunjuk angka tujuh. Ku sambar handuk yang tergantung di belakang pintu kamarku dan berlari kecil menuju ke kamar mandi.

 

Bruk!

 

"Aww. Bokongku!"

Ku elus bokongku yang baru saja terhempas ke lantai kamar mandi. Aduh! aku baru ingat sudah lama aku tidak membersihkan kamar mandiku ini. Aku pun mengelus sedikit lantai kamar mandi yang lumayan licin itu dan dengan susah payah aku pun berusaha berdiri.

 

Aku harap ini bukan hari sial ku!

Aku pun segera mandi dan berkemas dengan secepat kilat, lalu aku segera berangkat menuju sekolah dengan sepeda berwarna biru kesayanganku.

 

Ku kayuh sepedaku dengan cepat. Tidak yakin apakah sepedaku ini akan mampu bertahan ku perlakukan seperti ini. Kalau ku ceritakan kapan aku dan Biru, si sepeda tersayangku ini dipertemukan dan berapa banyak waktu dan kenangan yang telah kami lalui bersama mungkin akan membuat beruraian air mata. Tapi aku tidak akan menceritakan nostalgia indah penuh haru tentang aku dan Biru ini, karena akan sangat panjang dan akan membuatku tidak fokus dalam kegiatan mengayuh sepeda dengan mengerahkan seluruh tenaga ku ini.

 

 

Hei, tunggu dulu! kenapa tiba-tiba kecepatan sepedaku melambat? Padahal aku kan sudah mengayuh sepedaku ini dengan lumayan cepat.

 

"Oh tidak lagi! Mungkin ini memang hari sialku!"

 

Ku tatap nanar rantai sepedaku yang putus. Ku lihat ke sekelilingku tetapi tidak terlihat tanda-tanda adanya bengkel di jangkauan pandanganku. Apa yang harus aku lakukan?

 

"Tuhan kenapa ini harus terjadi?"

 

Kualihkan pandanganku ke arah jam tanganku dan mataku langsung melotot menyadari dalam waktu lima belas menit bel tanda masuk kelas akan segera dibunyikan. Buk Susi si guru killer yang kini menjabat sebagai wali kelasku akan memasuki kelas di jam pelajaran pertama dan mengabsen satu persatu murid  dengan sangat teliti.

 

Aduh! Ini baru seperempat perjalanan dari rumahku ke sekolah, bengkel pun tidak aku temukan. Bagaimana cara ku ke sekolah? Naik ojek? Ah tidak aku takut kalau nanti yang kunaiki bukan ojek tetapi itu penculik yang menyamar jadi Kang ojek duh. Apa aku harus jalan kaki? Aku pasti akan benar-benar telambat dan dihukum.

 

Sudah terbayang jelas di kepalaku bagaimana nasibku setiba di sekolah nanti.

 

"Argh!"

Aku pun mengacak-acak rambutku dan merapikannya kembali.

 

Kenapa harus hari ini? Pada saat guru killer masuk jam pertama, ya ampun. Kalau killer smile seperti Kak Nando si ketua OSIS itu mah bagus, ini malah guru yang galaknya minta ampun iyuh.

 

"Hey! Nona! Hari ini kau sangat sial kan. Bangun terlambat, terjatuh di kamar mandi dan rantai sepedamu putus. Apakah kau mau tau yang terjadi selanjutnya Yena? Aku akan meramalmu dengan gratis." Ucap sebuah suara yang berhasil membuyarkan lamunanku tentang Buk Susi.

 

Apa? Sekarang apalagi ini? Suara itu! Suara siapa itu? Aku merasakan bulu kudukku telah berdiri sempurna.  Aku memutar kepalaku  perlahan ke arah suara itu dan ternyata aku berada tepat di depan tenda peramal. Urgh sial! sejak kapan tenda peramal ini ada di sini?!

 

Oh tuhan! Apakah yang akan terjadi setelah ini? Eh! Tunggu dulu! peramal itu tau namaku dan hal sial yang aku alami tadi pagi? Ya iyalah namanya juga peramal dasar bodoh.

Akupun berdiri dari posisi jongkokku dan berjalan kearah peramal itu. Ku perhatikan dia dari ujung kepala sampai ujung kaki,

'aneh'  pikirku.

"Memangnya apa yang akan terjadi padaku? Apa yang harus kulakukan PE-RA-MAL?" Tanyaku pada peramal sok tau itu dengan nada kesal.

 

"Jangan panggil aku peramal, kita ini seumuran loh, panggil saja aku Nana, N-A-N-A. Namamu Yena kan?"

 

Aku hanya menganggukkan kepalaku mengiyakan pertanyaannya. Apa-apaan ini, peramal itu seumuran denganku? Ada-ada saja. Ah sudahlah! bukan itu masalahannya sekarang. Pertanyaanku? benar! ayo cepat jawab pertanyaanku! aku sudah tidak sabar. Awas saja peramal ini akan kuhancurkan tendanya kalau ia bicara macam-macam huh.

 

"Membuang-buang waktuku saja!" Aku pun mengambil ancang-ancang untuk pergi.

 

"Tenang saja pagi ini kau tidak akan dapat masalah. Kau hanya perlu hati-hati menjaga barang-barangmu, jangan sampai ada yang ketinggalan" Ucap peramal itu dengan wajah datar tanpa ekspresinya.

 

 

"Memangnya apa yang akan terjadi kalau aku tidak menjaga barang-barangku?" Tanyaku berniat mengujinya. Mumpung gratis, iya! Gratis! Itu yang membuat tambah aneh.

 

"Hmm... aku hanya akan memberitaukanmu sampai disini saja, karena aku tidak boleh ikut campur tangan secara keseluruhan dengan takdir manusia, karena itu akan berakibat buruk untuk ku sendiri... Hmm... Ya nanti kau akan tau sendiri. Jangan terlalu terkejut karena dia adalah takdirmu dan hanya kau yang mampu menolongnya." Ucap peramal itu dengan katanya yang sok bijak.

Tuh kan benar apa yang aku pikirkan, peramal ini hanya bicara hal yang tidak mungkin, sambil berfikir dengan lama dan memberi tahu hanya setengah-setengah saja, sebenarnya dia niat memberi tahu gak sih? Dia? Siapa lagi itu? Takdir? Apa-Apaan sih? Lagi pula aku tidak yakin apa yang dikatakannya itu benar adanya.

 "Bengkel ada di belokan depan sana. Dekat kok dengan halte bus, nanti kau bisa meninggalkan sepedamu di sana dan naik bus ke sekolah, ayo cepat! Sebentar lagi busnya pergi" Peramal yang bernama Nana itu berkata dengan senyumnya yang mengembang. Jauh berbeda dengan wajah datar anehnya saat meramal tadi.

 

"Aku tidak melihat bengkel di belokan itu, aku sudah memperhatikannya dari tadi. Apa kau mau membohongiku? Atau jangan-jangan kau adalah perampok?" Selidikku.

Padahal aku baru saja bertemu dengannya, kenapa dia sudah sangat baik kepadaku? Ini adalah hal yang tidak wajar.

 

Berbagai prasangka buruk tentang si peramal telah bergelayut di pikiranku yang kacau dan semakin lama semakin kacau ini.

"Kau masih tidak percaya denganku? ayo aku antar. kau tidak mau ketinggalan bus itu kan? Aku jamin kau akan selamat sampai di sekolahmu." ha? Antar? Ada-ada saja perempuan yang satu ini. Bagaimana dengan tendanya? Apakah akan ia tinggalkan begitu saja di pinggir jalan ini?

 

"Tenang saja nanti adikku akan membereskannya." ucap peramal itu. Seolah-olah dia tau apa yang aku pikirkan. 

Sudahlah bingungnya nanti saja, memikirkan semua keanehan ini kutunda dulu karena ini bisa membuatku pusing tujuh keliling, ada yang jauh lebih penting dari ini. Ya benar! Aku hampir lupa kalu aku akan terlambat ke sekolah kalau berlama-lama lagi di sini. Ah, yang penting sekarang aku harus berangkat sekolah sebelum terlalu terlambat, mungkin saja kan Buk Susi hari ini sedang berbaik hati dan mengizinkin ku masuk kelas tanpa diberikan hukuman hihi.

Aku pun mengikuti peramal yang bernama Nana itu berjalan ke arah belokan yang dia sebutkan tadi, benar saja ternyata memang ada sebuah bengkel. Seperti kata Nana tadi aku pun meninggalkan sepedaku di bengkel ini untuk diperbaiki. Tidak jauh dari bengkel, dengan hanya beberapa langkah saja kami pun sampai di halte bus dan untung saja ada bus yang berisi anak sekolahan dan beberapa yang bukan anak sekolah yang sudah mau berangkat tapi masih sempat untuk kami naiki. Walaupun kami harus berdiri karena sudah penuh setidaknya aku berharap bus ini memang benar bisa membawaku ke sekolah. Apakah ini bus sekolah atau bus umum ya? Aku tidak tahu yang jelas kalau dilihat dari penumpangnya ada anak sekolah yang mempunyai seragam yang sama denganku, syukurlah.

'Hm, tapi ini aneh' pikirku lagi. Kenapa Nana mau repot-repot mengantarku menuju ke sekolah? Padahal kan aku baru saja mengenalnya. Aku menatap Nana yang berdiri di sampingku dengan ragu dan segera mengalihkan pandanganku saat dia terlihat seperti mengetahui kalau aku sedang menatapnya.

"Ada apa Yena? Ada yang mau kau tanyakan lagi?" Tanyanya dengan nada akrab kepadaku.

Sebenarnya banyak yang ingin kutanyakan padanya tetapi ini bukanlah tempat yang tepat, bisa-bisa orang lain mendengarkan percakapan kami dan mengira aku sudah gila karena percaya dengan hal-hal seperti itu, ditambah lagi dengan pakaian nana yang aneh ini.

Aku menggelengkan kepalaku dengan agak ragu untuk merespon pertanyaan Nana tersebut tanpa menatap kearahnya, tidak tahu apakah dia melihat gelengan kepalaku ini atau tidak. "Tidak, tidak ada." Ucapku memperjelas.

***

Akhirnya bus yang kami naiki pun sampai di depan sekolah dan aku pun segera turun dengan tergesa-gesa dan karena saking tergesa-gesanya aku sampai melupakan si Nana itu. Aku pun melihat ke dalam bus dan mencari diantara orang-orang yang ada maupun yang turun dari bus itu tetapi aku sama sekali tidak melihat sosok Nana dengan pakaiannya yang mencolok dan seharusnya mudah ditemukan di antara orang-orang itu. Ah! Kemana sih dia, apakah dia bisa menghilang? Ah sudahlah tidak ada waktu untuk hal konyol ini, aku sudah terlambat, aku harus segera berlari ke kelas.