webnovel

CHAPTER 1

Milan, Italia.

   Hangatnya sinar mentari mulai merambat memasuki kamar itu. Cahaya sang surya menyorot dan menembus horden, hal itu mampu menghilangkan gelap di dalam kamar wanita itu.

Dia mengerjap beberapa kali membiasakan matanya yang mendapat rangsangan cahaya. Tapi dia menyerah dan kembali menutup matanya sesaat menggunakan telapak tangan kanannya.

Tangan kiri wanita itu meraba-raba menuju nakas mencari benda pipih yang kalau tak salah dia letakan di sana.

Dia menyipitkan mata saat melihat layar smartphonenya, dan detik berikutnya dia mengerutkan kening dan menutup matanya seperti berpikir keras.

"Aku pikir saat aku membuka mata semua akan kembali seperti dulu lagi." ucapnya lirih.

Wanita itu beranjak dari ranjang menuju jendela untuk membuka horden. Dia berdiam diri sejenak lalu pergi menuju kamar mandi meninggalkan kamar yang di biarkan berantakan.

Sekuat apa pun dia berharap 'tak seperti ini' tapi nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah terjadi harus tetap dia terima, dan terus melangkah dan terlihat seperti baik-baik saja. Meski tidak seperti keadannya sekarang.

Beberapa menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dan menggunakan bathrobe yang melilit tubuhnya. Dia berjalan ke arah walk in closet yang di dalamnya terdapat kaca besar.

Dia berdiri di depan kaca sambil terseyum, mengelus dadanya yang berdegub kencang entah kenapa.

"Setiap orang punya luka, dan cara menyembuhkannya adalah merelakan." ucapnya mantap.

Begitulah sarapannya setiap pagi, selalu meyakinkan dirinya. Satu hal yang paling dia takuti adalah terlihat lemah di hadapan orang lain, dan sekarang dia hanya berusaha untuk berdiri dengan kedua kakinya tanpa topangan orang lain.

~ ♡ ~

Pria itu menekan salah satu pelipisnya kuat, kepalanya sakit melihat laporan yang di buat sekertarisnya. Begitu berantakan.

Mungkin dia harus mempertimbangkan usulan untuk memecat sekertaris yang tidak becus sperti Lany itu.

Dia meneguk air yang tidak jauh dari jangkauan tangannya, guna menghilangkan rasa kesal yang sangat ingin dia lampiaskan.

Tapi dia harus ingat batasan, bahwa sekarang masih di kantor dan bodoh halnya jika dia ingin menghancurkan seisi kantor hanya untuk melampiasakan kekesalannya.

Dia menekan tombol intercrome yang berada diatas mejanya yang sudah terhubung langsung dengan meja sekertarisnya.

"Nn. Lany, tolong keruangan ku." ucapnya formal.

Beberapa detik tak ada jawaban atau pun tanda-tanda sekertarinya itu akan masuk. Padahal meja sekertarisnya itu hanya berjarak beberapa langkah dari ruanganya.

Apa berjalan keruangan ku membutuhkan waktu berjam-jam?, batinnya.

Dia kembali menekan inteecrome itu lagi, percobaan pertama masih belum ada jawaban begitu pula percobaan ke dua. Dia menghembuskan nafasnya gusar lalu bangkit dari kursi kebesarannya dan membenarkan sedikit jasnya yang agak berantakan.

Dia berjalan seperti biasanya, dengan tampang dingin dan tatapan mengintimidasi. Tapi hal itu tak bisa sedikit pun mengurangi kadar ketampanan wajahnya. Rahangnya yang kokoh, hidung mancung, bibir seksi, serta mata elang yang seakan memang di pahat khusus untuk menyempurnakan fisiknya.

Tapi mungkin itulah kata pepatah 'Dibalik kesempurnaan pasti ada saja kekurangan'

Mungkin jika kalian tidak mengenal dia, kalian akan sangat mengagung-agungkannya. Tapi siapa yang menyangka bahwa dia adalah seorang gay?

What?

Ya, memang terkadang realita memang sekejam itu. Kita dipaksa untuk menelan fakta yang enggan untuk kita ketahui.

Pria itu keluar dari ruangannya dan langsung menampakan meja sekertarisnya yang kosong. Dia berjalan menghampiri salah satu office boy di sekitar tempat dia berdiri.

Office boy itu terkejut saat atasan tertingginya sudah ada di hadapnnya, sedangkan pria itu menatap aneh kepada office boy itu lalu kembali memasang tampang dingin yang membuat office boy itu brigidik ngeri.

"Apa kau tau dimana Nn. Lany?" ucapnya to the point.

Office boy itu menjawab dengan gelengan, lidahnya terasa kelu hanya untuk sekedar mengucapkan kata 'tidak'. Pesona dan aura dinginnya memang sangat mampu membius seluruh kaum baik itu kaum adam apa lagi kaum hawa.

Pria itu memutar matanya malas, lalu melewati office boy itu begitu saja. Dia berjalan menuju ruang tempat para karyawan berada. Hal itu cukup mengejutkan penghuninya dan salah satu dari mereka memberanikan diri untuk menghampirinya dan menanyakan apa yang ingin dia cari di sini.

"Apa kau melihat Nn. Lany?"

"Saya melihatnya Tn. Keylone, beberapa menit lalu Nn. Lany pergi menuju lift tapi saya tidak tau dia ingin pergi kemana." ucap karyawan wanita itu sambil menunduk.

"Tolong cari dia, dan beritau dia agar segera keruangan ku."

"Okey, sir."

Key melangkah kembali menuju ruangannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan karyawan itu pergi melaksanakan ucapan atasanya sambil meneteralkan degub jantungnya.

~ ♡ ~

Lany keluar dari ruangan bossnya, dia mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Dia mengutuk dirinya sendiri karena memiliki boss semenyebalkan itu. Dia akui memang salah berada di cafe saat jam kerja dan memang salahnya juga karena mengerjakan laporan keuangan yang padahal bukan tugasnya dan berakhir dengan mengacaukan laporannya. Tapi setiap manusia tak pernah luput dari kesalahankan?

Dan apa harus sampai seperti itu memarahi bawahan?

Sungguh menyebalkan, tidak manusiawi, boss sialan, umpatnya dalam hati.

Lany mengambil napas dan menghembuskannya, dia melakukan hal itu beberapa kali lalu membenahi rambutnya yang berantakan karena hasil karya tangannya.

"It's okey Lany, kau jangan terlalu memusingkan boss mu yang menyebalkan itu. Lebih baik kau segera melaksanakan perintahnya dan finised!"

"Laporan apa yang kau berikan pada ku? Apa kau tak bisa membuat data keuangan dengan benar? Jika kau memang tidak bisa, jangan sok bisa dan mengatakan 'Oh, pak tenang saja biar aku yang

mengerjakannya.' Cihh, membuat hal sederhana seperti ini saja kau tidak becus sama sekali. Kau ingin aku mengerjakannya semua pekerjaan sendiri begitu? Lalu jika aku mengerjakan semua tugas sendiri, apa gunanya aku memiliki karyawan, umm?"

Uhh, Lany brigidik mengingat ucapan Key yang begitu menusuk hati, mungkin jika Key bukan atasannya maka Lany akan memberinya satu bogem mentah.

Huh, mentang-mentang atasan, pekerjaannya hanya marah-marah saja, batin Lany kesal.

~ ♡ ~

Key mendengar pintu ruangannya yang di ketuk lalu perlahan pintu kebesaran itu terbuka, membuat Key melirik sesaat lalu menyuruh wanita itu masuk.

"Kau boleh duduk." ucapnya dingin.

Wanita itu meneguk savilanya dengan susah payah, membayangkan bahwa orang yang ada di hadapannya sekarang adalah atasan barunya.

"Jadi nama mu adalah Rinzzel Christaly, benar?"

"Yes, sir."

"Okey, menurut catatan pegawai mu kau adalah orang yang teliti, disiplin dan pekerja keras. Apa kau bisa membuktikan itu saat telah bergabung dengan perusahaan ini?"

"Aku rasa aku bisa, sir."

"Tidak! Aku tidak butuh kata 'aku rasa' aku ingin kau memberi kepastian dengan mengatakan 'pasti pak,' mengerti?" ucapnya tegas.

"Ba-ba-ik pak." ucapnya terbata-bata.

"Sekarang cepatlah keluar, sekertaris ku akan menunjukan ruangan mu." ucap Key dingin.

"Baik, pak." wanita itu beranjak dari ruangan pria yang sekarang sudah menjadi atasanya itu.

Dia berdiri di depan pintu CEO itu sambil berpikir sejenak. "Mengapa tuhan menciptakan figur yang sangat sempurna dalam bongkahan es?"

Seseorang memanggil namanya membuat dia mau tak mau harus membuyarkan pemikirannya, dan bersikap profesional lalu memilih mengikuti wanita itu yang sepertinya adalah sekertaris CEO itu.

~ ♡ ~

Mereka berdiri di depan ruangan yang ditutupi kaca bening, lalu salah satu dari mereka mulai membuka suara.

"Nn. Christal di sini ruangan anda, silahkan masuk dan anda boleh mendekor ruangan ini sesuai dengan selera anda tapi ingat jangan melupakan pekerjaan, saya permisi jika anda butuh bantuan anda bisa menghubungi saya." ucap Lany formal sambil menyunggingkan seutas senyuman.

"Baik terimakasih, eumm.. "

"Anda bisa memanggil saya Lany."

"Baik terimakasih, Lany."

"Sama-sama dan satu hal lagi anda boleh bekerja mulai besok. "

Christal mengangguk patuh, "Tapi tidak masalahkan jika aku melihat-lihat sebentar?."

"Tentu, maaf saya permisi." ucap Lany pamit sebelum meninggalkan Christal di depan ruangannya.

Christal mendorong pelan pintu kaca itu, sebenarnya dari luar pun dia sudah bisa melihat tatanan ruangan ini. Ruangan itu rapi bersih dan juga terkesan feminim namun masih terlihat berkelas.

Di dalam ruangan itu terdapat horder berwarna peach yang cukup memberi kesan manis tapi tidak berlebihan.

Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ukurannya tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, "Lumayan, aku rasa orang yang menempati ruangn ini sebelumnya memiliki selera yang tinggi. " gumamnya pelan.

Christal duduk dikursi General Manager yang sekarang posisi itu adalah miliknya mengikat bahwa beberapa jam yang lalu ia sungguh tidak yakin bahwa dia bisa melakukan interview dengan baik.

Christal mengingat bagaimana dia mendapat posisi ini dan sungguh hal itu sungguh membuatnya senang. Dia beranjak menutup horden di ruangannya sehingga sekarang tidak ada yang bisa melihat apa yang sedang terjadi di ruangan itu.

Detik berikutnya dia menari-nari tidak jelas sambil berputar-putar mengelilingi ruangannya.

Saking bahagianya dia sampai meloncat-loncat ke girangan di atas sofa.

"Uhuuu i'm happy. Yess." racaunya tak jelas sambil menari-nari tak jelas pula dasar wanita konyol.

Padahal umurnya sudah cukup dewasa untuk bertinggah seperti anak kecil. Tapi mungkin itulah definisi bahwa 'bahagia itu sederhana.'

Di lain tempat, tanpa Christal sadari bahwa Key tengah memperhatikannya lewat layar cctv di ruanggannya yang telah terhubung langsung dengan ruangan Christal.

Tak ada senyuman saat melihat gadis itu menari-nari bahkan Key berfikir bahwa apakah wanita itu pasien rumah sakit jiwa yang berhasil kabur?.

"Apa wanita itu waras? Dia terlihat gila dan aneh sungguh wanita tidak jelas, menari-nari seperti kangguru kepanasan saja, lihat saja gayanya melompat sambil menari-nari. Mungkin aku harus memeriksa catatan medis seseorang sebelum menerima seseorang bekerja di perusahan ku lagi." ucap Key lalu mematikan layar cctvnya.

"Ahh, aku tak akan ingin lagi melihat tingkah gilanya. Besok aku akan melepas cctv itu, untuk apa aku pasang? Aku tak ada waktu untuk mengawasi wanita gila itu." ucap Key lalu menggelengkan kepalanya.

"Huff... aku lelah. Lebih baik aku pulang lalu tidur, itu lebih baik dari pada aku menari-nari tidak jelas seperti ini." ucap Christal lalu melenggang pergi dari ruangannya.