"kamu tidak percaya om sama tante? "
Narra dikejutkan oleh suara laki-laki yang muncul dari arah belakangnya.
Dia yang sengaja mampir terlebih dulu ke kantor milik orang tuanya untuk memastikan bahwa hasil kerja keras orang tuanya ketika masih hidup dulu terurus dengan baik.
Ujung bibir narra tertarik ke atas.
"Bukan nggak percaya, om " ucap narra.
Dia lalu duduk di sofa yang berada di kantor yang di tempati pamannya.
"Narra sekalian belajar juga " sambungnyaa, "kan nggak boleh nyusahin om sama tante selamanya "
"Kenapa bicara seperti itu " sanggah pamannya.
"Kamu sama lean itu satu-satunya yang harus dijaga setelah kehilangan seorang kakak "
"Nanti om ajarin kamu semuanya "
Narra tersenyum lebar, "makasih, om "
Laki-laki yang sudah narra anggap sebagai pengganti orang tuanya itu tersenyum bersamaan dengan anggukan kepalanya.
"Tapi ada syaratnya "
Kedua alis narra terangkat seiiring hilangnya senyuman dari wajahnya.
"Syarat? "
"Iya "
"Apa? "
"Om dan tante tidak suka kamu masih dekat dengan laki-laki teman kulian kamu yang badannya penuh sama tato "
Narra tertegun, pamannya menyinggung persahabatannya dengan befriel yang memang memiliki kegemaran membuat tato di seluruh tubuhnya. Tapi hanya narra yang tahu arti dari tato yang tergambar di tubuh sahabatnya itu.
"Efriel maksud om? "
Narra mempunyai nama panggilan untuk sahabatnya itu.
"Kenapa? "
"Om sama tante tidak suka saja, dia sama sekali tidak punya sopan santun. Pasti dia cuma alasan buruk mau jadi sahabat kamu "
"Kamu cuma akan dimanfaatkan saja "
Narra tersenyum kecil, "efriel nggak seperti itu "
"Kamu lihat saja gayanya yang urakan " jelas sang paman, "kita tidak tahu dia tinggal dimana dan dengan siapa "
"Tidak ada yang bisa menjamin kalau dia tidak memakai narkoba "
"Maafkan om dan tante, tapi kami berharap kamu tidak membenci karena larangan ini "
"Karena kamu dan lean sekarang adalah anak kami "
"Kecuali kalian yang masih menganggap kami orang lain "
"Iya, om " sela narra, "mulai sekarang apa yang om dan tante katakan akan narra lakuin "
"Tapi mungkin sedikit- sedikit kalau sama efriel, om tahu kan dia sahabat narra dari sekolah dulu "
"Jadi nggak akan bisa langsung jauh, apalagi sekarang kita satu kampus walaupun beda jurusan "
"Jadi anak itu kuliah " tawa renyah keluar dari bibir pamannya.
Dia sepertinya tidak percaya anak yang berpenampilan urakan seperti efriel serius kuliah.
"Kamu harusnya sering kasih dia hadiah buku gambar "
Narra mengerutkan dahinya, "kenapa? "
"Supaya dia tidak menggambar sesuatu yang disukainyadi seluruh tubuhnya "
"Om, kita nggak boleh menghina orang " ucap narra.
Dulu dia selalu diingatkan oleh ibunya untuk tidak pernah berkata buruk tentang orang yang dikenal, karena menurut ibunya apa yang keluar dari bibir seseorang itu seperti menunjukan seperti apa perilaku seseorang.
"Iya om minta maaf "
"Kamu tahu kan semua itu karena om dan tante khawatir "
Narra menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, dia tahu sekali kecemasan pamannya pada semua orang yang dekat dengannya.
Dia merasa beruntung sekali memiliki banyak orang-orang yang menyayanginya dan lean walaupun telah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.
"Narra "
Ada suara seorang laki-laki memanggilnya ketika dia baru saja keluar dari mobilnya.
Narra berbalik menuju ke arah suara untuk melihat seseorang yang memanggilnya kali ini. Senyumannya muncul melihat sosok tinggi dengan rambut ikal tergerai di bawah telinganya seperti seorang anak perempuan padahal dia laki-laki.
"Efriel, ini kampus! " cetus narra menanggapi penampilan sahabatnya itu.
"Kamu mau di usir dosen lagi dari kelas? "
Narra melototinya untuk beberapa detik dengan kedua tangannya yang bertolak pinggang.
"Belum mulai juga kuliahnya " jawabnya.
"Mulai jam berapa? " tanya narra.
"Lima belas menit lagi "
Satu tangan narra beralih ke jam tangan miliknya.
"Oke "
Lalu menarik satu tangan efriel untuk ikut dengannya, membuat sahabatnya itu jalan terseret-seret.
"Mau kemana? "
"Berisik "
Narra memutarkan pandangannya untuk mencari sebuah kursi kosong di area taman kampus. Setelah menemukannya, dia memaksa efriel duduk di bawah dan dia di kursi.
"Kamu nggak sopan pegang kepala orang! " celetuk efriel ketika kesepuluh jari narra sudah memegang kepalanya.
"Bawel " jawab narra.
Dia mengeluarkan karet gelang yang selalu ada di tas miliknya. Merapikan rambut efriel yang ikal dengan jari-jarinya.
"Riel, bawa emak nih ke kampus!!! "
Teriakan satu orang di sudut lain dengan diikuti tawa-tawa yang lain mendengar perkataan itu.
"Tau nih emak, kerjaannya bikin malu anak paling ganteng sekampus! "
Efriel seolah tidak pernah sakit hati dengan ucapan teman satu kelasnya itu hanya membalasnya lagi dengan candaan.
"Mak, kamu nggak takut susah dapat pacar kalau kayak gini terus? "
Narra tertawa kecil mendengar pertanyaan aneh efriel yang selalu memanggilnya dengan sebutan emak.
"Untung kamu ganteng, penampilan kayak orang nggak keramas sebulan aja masih banyak yang suka "
"Kalo aku sih udah masuk kategori imitasi " sambungnya, "udah di murahin jiga tetep nggak ada yang mau, soalnya palsu. Ada yang beli juga kebanyakan penipu juga "
"Sembarangan nih kalo ngomong! "
Efriel menjitak kecil kepala narra yang bicara aneh.
"Jangan beneran juga jitaknya! "
Narra mengusap kepalanya yang sakit.
"Abis ngomongnya nyebelin " jawab efriel.
"Sini aku belum selesai! " narra menarik rambut efriel dan memaksanya untuk duduk supaya dia bisa mengikat rambut sahabatnya itu.
"Kenapa, mak? "
"Nggak kenapa-kenapa " jawab narra.
Lalu kemudian terdiam untuk serius mengikat rambut efriel.
"Berantem sama lean? "
"Nggak "
"Terus? "
"Nggak ada terusannya "
"Selesai " narra lalu memaksa efriel untuk melihat ke arahnya dan tersenyum menilai penampilan sahabatnya itu.
"Begini oke "
Efriel mengerutkan keningnya sambil memngawasi gerak-gerik narra.
"Bohong, dikutuk tambah jelek nih " ucap efriel.
Narra tertawa kecil, "biarin udah jelek ini "
"Soal aku kan? " efriel memicingkan matanya.
Narra tertunduk seketika karena efriel sudah tahu jika om dan tantenya tidak suka narra memiliki teman dengan penampilan aneh sepertinya.
"Maaf " ucap narra pelan.
Beberapa detik suasana hening tidak ada suara baik dari narra maupun efriel.
"Santai aja lagi " lalu efriel tertawa dan menyikut tangan narra.
"Kayak yang baru pertama aja " sambungnya, "udah sering kan, mak "
"Kamu nggak kena marah kan? "
Narra menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
"Bagus deh "
"Kita bisa ngobrol di kampus aja, aku nggak akan kerumah kamu lagi "
Narra merasa sedih sekarang, "maaf "
"Kamu tahu kan om dan tante sekarang orang tua aku sama lean "
"Iya "
Efriel mengacak-acak rambut narra.
"Aku masuk kelas dulu ya "
Narra menganggukkan kepalanya dan melambaikan satu tangannya ke arah efriel yang bergegas pergi untuk masuk ke kelasnya.
Dia memiliki perasaan bersalah karena sudah mengatakan sesuatu yang ppasti membuat sahabatnya itu kecewa.
Perlahan sosok efriel menghilang dari pandangannya