webnovel

Bab 1 Tak Terkendali

Pria tampan itu mengacak rambutnya berulang kali diselingi mengoceh tak jelas di mana tangan satunya menggenggam sebuah botol minuman yang membuat kesadarannya kacau. Sudah satu jam dia berada di sana dan merupakan sebuah club ternama serta selalu ramai. Dari kejauhan ada seorang pria sedang berbincang dengan wanita sambil menatap ke arahnya.

"Dari kapan dia seperti itu, Lit?"

"Sejak satu jam yang lalu dan sudah banyak minum. Selain itu dia terus mengoceh dengan memanggil nama kekasihnya." Lita menerangkan apa yang dia lihat sejak kedatangan pria tersebut dan saat ini sudah mabuk.

Dia adalah Zed Nelson. Seorang pria tampan dan kaya dengan karir cemerlang karena mengelola perusahaan milik keluarga di man dia adalah pewarisnya serta memiliki adik perempuan yang masih kuliah di luar negeri.

"Dia sangat payah. Itulah akibat terlalu percaya pada satu wanita dan berakhir dikhianati. Padahal dia bisa dengan mudah mencari wanita lain yang jauh lebih cantik dan seksi!" terang Franda setelah memutar matanya malas seolah lelah dengan keadaan Zed yang demikian.

"Wanita itu benar-benar hebat karena sudah membuat Zed putus asa macam tak ada wanita lagi di dunia ini dan aku kesal melihatnya seperti itu!" oceh Franda dengan rahang mengeras karena rasa kesal pada Lena yang membuatnya patah hati.

Kesalnya Franda sangat masuk akal karena dia adalah sahabat baik Zed sejak kecil serta tahu betul mengenai perjalanan cintanya sejak lima tahun lalu. Lita juga tahu siapa Lena karena beberapa kali datang ke tempat itu, meski sekadar menyapa saja.

"Lebih baik kau temani dia atau akan datang wanita penggoda yang melihat kesempatan. Bukankah Zed adalah tambang emas Len selama ini? Sana cepat!" papar Lita memberi saran agar tak membiarkan Zed yang sudah mabuk dan sangat kacau.

Segera Franda beranjak untuk menghampiri Zed dan berhasil menghalangi seorang wanita cantik yang coba mendekat. Wanita itu segera berlalu ke tempat lain setelah beradu pandang dengan Franda yang memasang wajah tak ramah. Segera dia duduk di samping Zed yang tertunduk sambil memegang sebotol minuman. Franda menghela nafas setelah menatap meja yang berantakan dengan botol kosong juga rokok berserakan.

"Kau benar-benar kacau, Zed. Hatimu sangat sempit sampai harus seperti ini hanya karena seorang wanita seperti Lena," gumam Franda menatap iba di mana Zed masih menunduk hingga botol dalam genggaman terlepas dan jatuh ke lantai. Seketika itu pula Zed mengangkat wajah dan segera mengambil botol tersebut di mana isinya sudah berceceran. Dia mengangkat botol itu dan coba menikmati isinya, lalu mengoceh.

"Minum! Tambah lagi minumnya. Cepat!" teriak Zed yang terdengar samar karena suara musik cukup kencang. Dari kejauhan Lita menatap ke arah mereka dan menghela nafas berulang kali.

"Cukup, Zed! Kau sudah mabuk. Ayo pulang!" sahut Franda coba mengalihkan perhatian. Zed menoleh ke sebelah kiri di mana Franda menatap datar dan ucapan barusan masih bisa dicerna dengan baik.

"Aku belum ingin pulang, Fran. Aku masih kuat untuk minum sampai pagi dan lebih baik cepat kau minta agar mereka segera antar minuman lagi. Kering sekali tenggorokanku!" cicit Zed menolak dan justru menyentuh lengan Franda sekadar meminta untuk memesankan minuman lagi.

"Cukup, Zed! Sebaiknya kau pulang karena Tante pasti sangat mencemaskanmu saat ini. Lagipula sekarang sudah malam. Tepatnya tengah malam. Ayo aku antar!" ucap Franda lagi dan kali ini menarik tangan kiri Zed, tapi segera ditepis.

"Lepaskan! Kenapa kau berisik sekali? Aku tak mau pulang karena mau minum sampai pagi. Kepalaku pusing dan butuh hiburan. Kalau kau masih ingin di sini, cukup diam dan ikut minum!" oceh Zed tegas dengan mata menatap tajam pada Franda yang tak kaget atau sakit hati. Justru Franda semakin yakin untuk membawa Zed pulang sebelum kondisinya kian kacau. Franda menarik sadar seakan bersiap jika bentakan kembali dilakukan Zed.

"Dengar, Zed! Aku tahu apa yang membuatmu seperti ini dan kaupikir Lena akan kembali melihat keadaanmu yang kacau? Tentu tidak karena tandanya kau hanya pria lemah yang mudah dihancurkan!" Amat tegas Franda berkata demikian sekadar menyadarkan Zed yang keras kepala karena nasehat sudah banyak diberikan, tapi justru semakin kacau. Bahkan, dia tahu persis kalau Zed mendadak abai pada pekerjaan di kantor dan datang setelah jam makan siang. Bahkan, selama keadaan Zed yang seperti itu, maka pekerjaan harus diambil alih oleh adik dari ayahnya bernama Maher.

"Diam kau, Franda! Aku tak butuh ceramah jelekmu dan lebih baik kaupergi sebelum aku menyeret kau keluar!" balas Zed dengan suara kencang berupa teriakan. Bahkan, tak segan Zed memukul meja hingga botol kosong terjatuh dan berserakan di lantai. Namun, Franda bergeming dan menatap berani pada sepasang mata yang melotot dan kemerahan. Dalam hati Franda bisa menemukan kalau sorot itu berasal dari hati yang terluka. Mendadak Franda menghela nafas kasar dan menyandarkan punggung ke sofa, lalu menatap ke langit-langit di mana ada pantulan lampu kerlap-kerlip. Tak ada yang bicara dan perlahan Zed membuang pandangan ke arah lain untuk mencari pelayan sekadar meminta tambahan minuman. Namun, sebelum Zed angkat tangan sebagai kode memanggil pelayan, suara Franda terdengar lebih dulu.

"Lupakan Lena karena dia hanya seorang penipu!" ucap Franda dengan suara datar, tapi membuat Zed melotot disertai dua tangan mengepal. Tak ayal sebuah tinju melayang dan mendarat tepat di pipi kanan Franda yang sontak tersungkur.

Kegaduhan terjadi karena Zed langsung memukul Franda dan mendorongnya ke sofa. Bahkan, Zed berada di atas tubuhnya di mana Franda seakan pasrah diperlakukan demikian.

"Berani sekali kaukatakan hal itu pada wanita yang kucinta. Cari mati kau, Franda!" oceh Zed dan tak terima seraya melayangkan pukulan.

"Jangan menutup mata karena kau sudah melihatnya langsung kalau dia menginginkan uangmu saja dan pergi karena sedang hamil. Anak dari kekasihnya!" beber Franda di sela rasa sakit yang ada di pipi. Namun, ujaran barusan justru membuat Zed melayangkan pukulan amat keras sebelum akhirnya berhenti.

"Tidak. Itu tidak benar. Lena mencintaiku dan sangat setia. Dia tak mungkin hamil karena dia masih perawan dan tak pernah kusentuh. Semua itu dusta dan aku tak percaya! Pasti dia punya alasan lain sehingga meninggalkanku. Benar, aku yakin itu!" cicit Zed keras kepala dan justru menganggap hal itu tidak benar, meskipun alasan tersebut diucapkan Lena secara langsung. Adapun Franda sudah tahu hal itu sejak lama dan hanya memantau karena cinta Zed terlampau besar untuk seorang penipu seperti Lena.

Sambil meringis Franda bangun dari sofa sambil menyentuh ujung bibir dan menemukan darah akibat pukulan keras Zed. Namun, luka di wajahnya seakan tak lebih sakit dari hancurnya Zed karena kehilangan Lena. Buntu dirasakan Franda untuk menyadarkan Zed bahwa Lena tidak baik. Lelah dan sakit dirasakan Franda yang segera bangun dari duduknya di mana luka di wajah harus segera diobati. Namun, dia berdiri sejenak sebelum pergi dengan mengatakan sesuatu dan disimak dalam dia oleh Zed.

"Terserah kaubilang apa, Zed. Dengan begini kau hanya menyakiti diri sendiri dan Ayahmu akan menyesal punya anak lemah sepertimu."