webnovel

Kuntilanak di Pojokan Dapur

Lana berjalan ke arah dapur dengan membawa mug kotor yang tadi dipakai oleh dirinya dan Hardy. Langkahnya terhenti karena ternyata kuntilanak yang dilihatnya sebelumnya masih berdiri mematung disitu.

Lana memutar bola matanya dengan kesal, "kamu mau apa?" Lana bertanya dengan ketus dan kemudian berjalan ke arah tempat cuci piring. Seakan-akan kuntilanak itu tidak dapat mengganggunya, dengan tidak peduli Lana mencuci piring sambil bersenandung.

Kuntilanak tersebut bergerak mendekati Lana dan menggerakkan jemarinya yang pucat dan kurus ke punggung Lana. Lana menghentikan kegiatannya mencuci mug dan menahan nafasnya. Ia dapat merasakan bulu kuduknya merinding dan tubuhnya terasa membeku.

"Sayang?" Panggil Hardy dengan hangat. Pria muda itu muncul dengan tiba-tiba di belakang Lana. "Kamu kenapa?" Tanya Hardy yang kebingungan karena melihat Lana membeku di depan tempat cuci piring. Hardy berjalan ke arah Lana dan mematikan keran air.

Wajah Lana terlihat pucat tetapi Lana memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Enggak apa-apa. Aku lagi cuci gelas ini. Malah dimatiin keran airnya." Protes Lana.

Hardy menatap Lana dengan penuh perhatian, ia menyentuh dagu Lana sehingga wajah wanita muda itu mendongak ke dan dapat menatap mata Hardy.

Lana selalu takjub melihat wajah tampan Hardy. Dia adalah musisi yang masih berjuang untuk mendapatkan perusahaan rekaman yang akan mengontraknya. Hal ini membuat Hardy lebih banyak bekerja di rumah dengan studio rekaman sederhana miliknya.

Lana bekerja sebagai penulis novel. Dua novel romansa yang diterbitkannya menjadi best seller dan menghasilkan banyak uang dalam tiga tahun belakangan.

Hardy tersenyum, "kamu, lihat mahluk gaib lagi?" Tanya Hardy lembut.

Lana memutar bola matanya dengan kesal. Ia tahu kalau Hardy tidak mempercayainya. Ia sudah memberitahukan Hardy bahwa energi gaib di rumah ini cukup kuat tetapi Hardy tidak percaya.

Hardy adalah pria yang tidak percaya dengan hal gaib. Baginya, hantu dan arwah gentayangan itu tidak ada. Hardy berpendapat bahwa belakangan ini Lana sering melihat mahluk gaib karena Lana sedang membuat riset untuk novel terbarunya yang bertema horor.

Lana tahu, bercerita pada Hardy akan menjadi hal yang sia-sia. Lagipula bagi Lana, para mahluk gaib itu sudah tidak terlalu mengganggu dan Lana mulai terbiasa dengan keberadaan mereka. Walau begitu ia masih sedikit khawatir dengan mahluk gaib yang ada di rumah ini.

Lana menatap pojokan dapur tempat kuntilanak yang menganggunya berdiri, ia sudah menghilang.

"Enggak," Lana berbohong kepada Hardy.

Hardy tersenyum, ia tahu Lana berbohong. "Kamu lihat apa? Kuntilanak? Sundel bolong? Mereka, enggak lebih cantik dari kamu kan?" Goda Hardy dengan santai.

Lana tersenyum dan berpura-pura kesal. Ia kemudian menempelkan tangannya yang basah ke kaos yang dipakai Hardy. Lana terkikik geli dan berlari ke ruang tamu.

"Ih! Nyebelin banget! Emangnya aku lap tangan apa!" Protes Hardy kesal dan berlari mengejar Lana.

Hardy berhasil menangkap tubuh Lana dan kemudian mencium bibir Lana dengan lembut. Lana membalas ciuman Hardy. Bibir keduanya saling melumat. Lana dapat merasakan manis kopi susu dari lidah Hardy.

Hardy mengangkat tubuh Lana ke sofa yang hanya berjarak beberapa senti dari tempat mereka bercumbu. Kamar mereka yang berada di lantai dua terlalu jauh untuk dicapai bagi mereka berdua.

Lana terkekeh geli, "Dy, kita belum bongkar semua kardus." Ia mengingat Hardy yang sekarang menciumi leher Lana.

"Biarin aja, bisa kita kerjain nanti," ujar Hardy, ia melanjutkan ciumannya menuju dada Lana. Tangannya melepas kancing piyama Lana satu per satu dan ia selalu meninggalkan kecupan pada kulit ya terekspos.

Tidak sampai semenit, Hardy sudah berhasil melucuti kemeja piyama Lana. Ia tersenyum nakal sambil meremas kedua gunug kembar Lana. Lana mendesah karena perlakuan Hardy pada kedua bukit kembarnya.

Hardy tampak semakin bersemangat dan menarik celana pendek yang dikenakan oleh Lana. Tetapi kemudia ia berhenti dan menatap paha Lana.

Lana menatap Hardy dengan kebingungan, "Yang, kenapa berhenti?"

Hardy menatap paha kanan Lana yang kemerahan dengan bekas tangan yang sangat jelas. Ia berusaha mengingat hal-hal yang ia lakukan pada Lana tadi malam. 'Apakah ia mencengkeram Lana terlalu keras tadi malam?'

Hardy menatap wajah Lana, "tadi malam, apa aku bermain terlalu keras?" Tanya Hardy bingung. Ia tidak mau melukai Lana. Ia terlalu mencintai Lana dan tidak akan membiarkan Lana terluka sedikitpun.

Lana menggelengkan kepalanya, "Enggak kok. Tadi malam, semuanya pas. Kan kita berdua sama-sama puas dan senang." Ujar Lana dengan jujur.

"Tapi ini?" Tanya Hardy bingung dengan bekas kemerahan di paha Lana.

Lana memindahkan posisi tubuhnya ke posisi duduk sehingga ia dapat melihat bekas kemerahan yang membuat Hardy gusar.

Lana dapat melihat bekas tangan yang sangat jelas di kulitnya. Ia memperhatikan dengan seksama dan yakin itu bukanlah karena Hardy. Tampaknya salah satu mahluk gaib berusaha melukainya.

Lana tersenyum dan mengelus pipi Hardy dengan lembut, "Sayang, aku enggak apa-apa kok. Ini bukan karena kamu." Lana tersenyum lembut berusaha menenangkan Hardy. "Tenang saja, kamu enggak mencengkeram aku terlalu keras kok."

Hardy masih tampak kecewa dengan dirinya dan berpikir bahwa ia sudah tanpa sengaja melukai Lana.

"Dy, kamu kan sudah sering bikin kulit aku merah-merah." Lana berusaha mencairkan suasana dan duduk di pangkuan Hardy. Ia mencium bibir Hardy, tetapi Hardy tidak menciumnya kembali.

Lana mendorong tubuh Hardy dan sekarang berada di atas Hardy. Ia kembali menciumi Hardy, berusaha membuatnya kembali bersemangat untuk bercinta dengannya.

Hardy akhirnya mencair, ia tersenyum kepada Lana. "Kita bongkar semua kardus dan rapihkan rumah baru kita dulu ya. Biar rumah ini enggak terasa angker, dan aku bisa buktiin ke kamu kalau rumah ini enggak ada energi gaibnya."

Lana cemberut dan mengistirahatkan kepalanya di dada Hardy, "gairah kamu buat aku mendadak gaib." Ujar Lana dengan nada kecewa.

Hardy terkekeh geli, "enggak kok, Sayang. Aku cuma kepikiran, rumah kita masih terlalu berantakan. Ayo kita rapihin dulu." Ujar Hardy berusaha mendorong Lana dengan lembut agar istrinya tidak tersinggung.

Lana duduk di sebelah Hardy, masih tampak senewen, "oke, aku akan membongkar kardus-kardus ini, dengan pakai celana dalam saja." Lana terkikik geli.

Hardy memutar bola matanya, "jangan dong, Yang. Aku kan enggak bisa konsentrasi kalau dada kamu terekspose gitu. Pikiran aku jalan-jalan kemana-mana nih!" Protes Hardy.

Lana duduk di lantai dan mengambil sebuah kardus, "baguslah kalau begitu. Siapa tahu kamu berubah pikiran." Lana mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Hardy.

Hardy tersenyum melihat tingkah istrinya yang kini sedang membongkar sebuah kardus berisi piring-piring makan.

"Terserah kamu saja deh," ujar Hardy santai dan membuka kardus lainnya.