webnovel

Saat surat itu datang..

Aldrian Grissham -Jihan Roselie

Jihan berlarian menyusuri anak tangga menuju kamarnya yang berada diujung lorong, langkahnya besar seiring dengan bibirnya yang terbuka lebar mengutuk suaminya karena meletakan kamar di sudut rumah. Jihan kesal sekali, Ia jadi harus bersusah payah hanya untuk pergi ke kamar, memang sih itu tempat terbaik dirumah ini, karena tepat saat membuka mata di pagi hari, ia langsung disuguhkan dengan pemandangan taman dan air terjun mini yang bisa dilihat secara langsung dari atas ranjang. Tapi tetap saja rasanya masih menjengkelkan. Meskipun begitu ia tetap bangga pada suaminya. Sebagai arsitek terkenal , Aldrian mendesainnya begitu apik dan menjadikan rumahnya sebagai salah satu desain terbaik di dunia, sungguh jika Jihan boleh menilai, rumahnya sangat indah dengan nilai 8 dari 10. Jihan sih inginnya memberi nilai 10 tapi karena keegoisan pria itu, ia harus mengurangi nilainya.

Aldrian itu black color addict, jadi bisa dibayangkan dong? bagaimana rumah besar miliknya hanya berwarna hitam dan putih. Sebagai pink addict Jihan merasakan diskriminasi besar dalam hidupnya, tapi sekali lagi ia harus mengingatkan dirinya sendiri, ia hanya bisa pasrah mengikuti tuan besar daripada namanya di coret dari kartu keluarga sebagai istri Aldrian Grissham. Kan tidak lucu masih muda sudah menjanda.

Jihan membuka pintu kamarnya dengan kencang, suaranya nyaring terdengar. Ia tidak khawatir suaminya akan terganggu, karena memang selain tujuan awalnya untuk membangunkan suaminya, pria itu juga tidak akan mudah terbangun kalau sudah tidur pulas. Ia loncat ke atas ranjang, dan mulai membangunkan Aldrian.

" Al bangun Al…" Jihan menggoyangkan tubuh Aldrian namun pria itu tidak mengindahkannya malah semakin mempererat pelukannya pada guling. Hingga beberapa menit kedepan Jihan masih berusaha membangunkan suaminya namun pria itu masih tetap mempertahankan posisi nyamannya. Maka dengan kesal Jihan menutup saluran udara Aldrian, hidung, mulut ia tutup rapat-rapat. Tak lama kemudian akhirnya Aldrian membuka mata, ia membeliak sembari tangannya menepuk-nepuk tangan Jihan agar wanita itu melepaskannya, Jihan hanya menatapnya tanpa ekspresi. Biar saja biar tahu rasa batin Jihan.

Aldrian hampir saja kehabisan okigen jika tidak dengan cepat merotasi tubuhnya mengubah dirinya kini diatas tubuh Jihan, bersamaan dengan itu tangan Jihan-pun terlepas, nafas Aldrian tersengal karena akhirnya mendapat pasokan udara.

"Kamu ngapain sih? Mau bunuh aku?"

"Cuma mau bangunin kamu aja kok" jawabnya.

"Astaga Jihan, mana ada bangunin orang kaya gitu, kalau aku mati gimana?." Jihan mendorong tubuh suaminya yang berada di atas tubuhnya lalu keduanya terduduk berhadapan. Aldrian masih tampak sangat mengantuk, beberapa kali ia menguap bahkan sekarang sudah membaringkan tubuhnya lagi.

"Ya jangan mati dong kalau begitu! habisnya dibangunin susah banget sih… Al astaga jangan tidur lagi, ini ada surat dari nenek."

"Jangan bercanda ah, memangnya ini jaman apa pakai surat-suratan segala?" gumamnya sembari memejamkan mata, percayalah hanya sesaat karena sedetik kemudian ia terbangun lagi setelah mendapatkan tepukan keras di pahanya dari Jihan.

"Aduh Jihan" Al meringis sembari mengusap pahanya yang nyeri, pedes ya ampun…

"Benar-benar surat dari nenek Al, nih kamu baca dulu deh" Jihan menyerahkan surat yang sedari tadi ia pegang kepada Aldrian. Kening Aldrian mengerut melihat gulungan kertas seperti kertas sayembara jaman dahulu. Dibolak baliknya gulungan kertas itu agar ia bisa mengamatinya dengan seksama.

"Kamu yakin ini dari nenek?" tanya Aldrian sekali lagi. Jihan mengangguk dengan semangat, senyumnya merekah di wajahnya.

"Kenapa? Lucu ya? Nenek kamu niat banget loh buat itu. Asal kamu tahu, surat itu dimasukan kedalam peti, persis peti harta karun, lihat nih petinya.. haduh lucu sekali bukan? Cepat baca Al, aku jadi penasaran juga dengan isinya" Jelas Jihan, Aldrian hanya bisa menggelengkan kepalanya karena melihat tingkah laku nenek dan Jihan, Aldrian jadi heran dilihat dari sisi manapun ia masih tidak mengerti, dari sisi mana lucunya? Lalu Ia mulai membaca isi surat tersebut yang merupakan sebuah surat undangan bertaraf ancaman. Iya ancaman!! sampai-sampai mengancam pakaian dalam, Aldrian jadi bingung memangnya dosa apa yang telah diperbuat pakaian dalam? Setelah membaca, ia menghela nafas kemudian memberikan surat itu pada jihan, kembali membaringkan tubuhnya, ia berniat melanjutkan tidur indahnya yang terganggu.

"Kok tidur lagi? Jadi apa isinya?" tanya Jihan

"Semua cucu nenek harus tinggal dirumah nenek selama dua tahun"

"Hah??????? Dua tahun?? Gila!!" Jihan berteriak membuat Aldrian terlonjak kaget. Ya Tuhan ia baru saja tidur dini hari karena deadline gambar, susah sekali sih untuk mendapatkan tidur cukup. Setelah berteriak tak jelas begitu, Jihan menghela nafasnya Nampak lega.

"Oh tunggu deh, cucu-cucu nenek ajakan ya? Akukan cuman cucu mantu kan ya? Huh… syukurlah kalau begitu, tidak apa-apa Al, aku akan rajin mengunjungimu kok. Atau kalau kamu ingin datang, rumah ini selalu terbuka untukmu. Aku akan merawatnya dengan baik. Suwer" Telinga Aldrian terasa gatal mendengar kalimat panjang dari Jihan, dan….

TAK

"Aw sakit Al, kekerasan dalam rumah tangga nih kamu!!" Jihan mengusap-usap keningnya yang baru saja di sentil Aldrian. Tidak sakit tapi perih…

"Enak saja, kamu juga ikut pulang kerumah nenek. Aku juga ada project di sana jadi tidak akan ada masalah dengan pekerjaanku, lagipula mana ada Jihan, suami istri pisah rumah sampai dua tahun."

"Ada kok ada, abdi Negara juga LDR-an. Nanti tiap malam video call deh, khusus buat Aldrian boleh video plus-plus kok" Bujuk Jihan kepada Aldrian, bukannya apa-apa tinggal sama nenek itu menyeramkan, nenek terlalu cerewet dan banyak aturan. Sebagai seniman jiwa bebas Jihan meronta-ronta, masih membayangkannya saja sudah membuat merinding.

"Tidak bisa!!"

"Ayolah Tuan Aldrian yang tampan sejagat raya. Tolong izinkan hamba yang seperti butiran debu ini untuk tetap tinggal disini.. please Al... please..!!"

Aldrian memandang geli istrinya yang mulai kumat, lalu dicubit pipi tebal milik Jihan.

"Yasudah kamu mau jadi istri durhaka karena tidak mau mengikuti perintah suami nih? Aku tidak masalah kok tapi memangnya kamu mau digoreng bulat-bulat kayak tahu di NE-RA-KA?" Tanya Aldrian dengan menekankan tiap ejaan pada kata terakhir, Jihan memucat mulutnya menganga, merasa disumpahi suami sendiri. Lalu ia menelungkupkan tubuhnya seperti bersujud pada bantal.

"Huhuhu Aldrian kejam!! Istri sendiri di sumpahi, sudah tidak sayang lagi ya?" gumamnya tidak jelas, dan untuk kesekian kalinya Aldrian menghela nafasnya, membenarkan tubuh istrinya agar telentang dan menghadapnya, ia kembali menindih tubuh Jihan yang kedua sikunya dijadikan sebagi penompang agar tubuhnya tidak sepenuhnya menindih tubuh kecil Jihan. Ia mengamati seluruh wajah Jihan, padahal istrinya garang bukan main, tapi bisa sampai berkaca-kaca begini karena ucapannya tadi. Aldrian jadi ingin tertawa tapi tidak tega juga. Ia mengecup kening Jihan.

"Tidak disumpahi Jihan, memangnya tidak berasa ya?"

"Hmm?" Jihan tidak mengerti maksud Aldrian sampai ia merasakan sesuatu menyentuh pangkal pahanya, keras dan siap. Aldrian menyeringai melihat Jihan yang membelalak, wajahnya merona merah.

"Kamu tahu sendiri bagaimana besarnya gairahku padamu. Tidak mungkin aku harus bolak-balik rumah nenek ke norwegia hanya untuk menyetubuhimu. Atau aku jajan saja ya?" lanjut Aldrian bercanda tapi sepertinya Jihan tidak sedang dalam mood yang baik, Karena kini Jihan memandangnya dengan tatapan tajam yang menyeramkan seolah ingin mencincangnya membuat Aldrian meneguk kasar salivanya.

"Mau kupotong habis ya Aldrian Juniornya?"