webnovel

Chapter 02 : Collei

"Collei."

"Collei kah... Humu! Nama yang bagus."

Déndro hanya membalasnya dengan nada ringan saja, saat dirinya terlihat menganggukkan kepalanya dengan ringan, sebelum dia mulai menatap sekelilingnya dengan alis berkerut.

"Untuk sekarang, mari kita pergi dari tempat ini, Collei. Karena, beberapa orang yang tidak menyenangkan sepertinya mulai ingin sampai di sini."

Tanpa menunggu jawaban dari gadis berambut hijau itu, Déndro segera menjentikan jarinya sekali, sebelum sekumpulan kupu-kupu bersayap pelangi muncul dan berterbangan di sekitar mereka.

"Ayahanda, mohon pinjamkan aku kekuatanmu..."

Cahaya dari permata berbentuk bintang yang ada di bagian paling atas dari tombak yang tengah di pegang oleh dirinya itu, terlihat mulai menyala, yang dalam hitungan detik, mulai menjadi semakin terang, hingga...

"<<Áfxisi : Travel Star>>"

Bertepatan dengan kata-kata itu keluar dari mulut Déndro, keduanya segera menghilang dari tempat itu, tanpa meninggalkan jejak apapun, kecuali mayat dari beberapa orang yang tercabik-cabik dengan cara yang cukup tidak manusiawi.

Nantinya, hal itu akan menjadi misteri paling mengerikan, yang orang-orang setempat akan gunakan untuk menakuti anak-anak mereka yang nakal.

.....

....

...

Setelah melakukan teleportasi, Déndro terlihat segera bersandar di pohon terdekat, dengan wajahnya yang terlihat menjadi agak pucat.

"Sialan... Seperti yang sudah aku duga, jika itu dalam hal magecraft, Sister masih jauh lebih baik dariku."

Meskipun senyum kecut tumbuh di wajahnya, namun hal itu dengan cepat segera lenyap, pada saat dia secara tidak sengaja menatap sesosok gadis yang dirinya selamatkan sebelumnya itu, di mana gadis tersebut tampak sedang menatapnya dengan penuh kerumitan.

Melihat hal itu, Déndro hanya memberinya senyum ringan saja, sebelum dia bangkit dan mengambil buah-buahan acak yang ada di sekitar, di mana setelahnya, pria itu mulai berjalan mendekati gadis bernama Collei ini, yang berhasil membuat gadis itu tersentak dan mencoba untuk menjauh darinya.

Kedutan dapat segera terlihat di mata aqua keemasan miliknya itu, pada saat Déndro melihat mata yang benar-benar tidak ingin dirinya lihat lagi, pada mata ungu yang dimiliki oleh gadis ini, dan itu mungkin juga yang menjadi salah satu alasan terbesar, dari mengapa dirinya memutuskan untuk menyelamatkan gadis tersebut.

"Jangan membenci dirimu sendiri, Collei. Meskipun aku tidak tahu hal apa yang sudah dirimu alami sebelum, dan mungkin itu sesuatu hal yang sangat buruk, tapi ayahandaku pernah berkata: Kalau kamu bisa tersenyum, bahkan ketika sedang melawati hal yang sangat menyakitkan itu, suatu hari nanti, kamu pasti akan dapat menemukan sesuatu hal yang berharga, untuk menutupi rasa sakitmu itu, dan mungkin juga, kamu akan menemukan kebahagiaan yang jauh lebih besar, ketimbang rasa sakit yang dirimu alami di masa lalu..."

Déndro menghentikan kalimatnya di tengah jalan, pada saat dia melempar beberapa buah-buahan yang dipetik oleh dirinya dari pohon terdekat, yang berhasil di tangkap oleh Collei dengan cukup mudah, sebelum pria itu terlihat mulai duduk bersandar pada salah satu pohon yang ada di dekatnya, di mana setelah menemukan posisi yang menurutnya enak, Déndro segera kembali melanjutkan kata-katanya.

"Intinya sih, aku tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu. Dan, yang terpenting, makanlah buah-buahan itu sebelum kamu mati akibat kelaparan. Juga, aku permisi dulu, untuk tidur sebentar. Karena..."

Bahkan, sebelum dirinya bisa menyelesaikan kalimatnya itu, Déndro sudah tertidur dengan sangat pulas, yang mana hal itu juga berhasil mengejutkan Collei.

Lagi pula, apa pria ini tidak takut kalau dirinya akan membunuhnya ketika pria itu sedang tertidur?

'Benar-benar orang yang sangat aneh.' Itu adalah kesimpulan yang bisa di ambil olehnya, setelah dirinya melihat perilaku dari pria itu hingga saat ini.

Kemudian, akibat dari rasa laparnya, dan hal aneh yang membuat dirinya entah mengapa merasa dapat mempercayai pria berambut hijau itu, Collei berakhir memutuskan untuk memakan habis buah-buahan yang diberikan kepada dirinya.

Dimana, setelah dirinya berhasil menghabiskan buah-buahan itu, entah mengapa rasa kantuk segera menyerangnya, sebelum dirinya tanpa sadar berjalan mendekati Déndro, yang berakhir dengan berbaring meringkuk kepada pria tersebut, tentunya hal itu tidak di sadari oleh dirinya.

Dan, pada malam yang dipenuhi oleh klap-klip bintang yang ada di langit, sepasang pria muda dan gadis muda itu dapat di lihat sedang tertidur dengan saling berpelukan, di dekat sebuah danau yang agak besar yang ada di tempat tersebut.

.....

....

...

Bangun dari tidurnya, Déndro segera merasa seperti ada seseorang yang sedang memeluknya dengan sangat erat, yang ketika dirinya mencoba untuk mencari tahu siapa orang itu, dirinya berakhir dengan helaan nafas dan senyum kecut yang segera tumbuh di wajahnya, setelah dia menyadari kalau itu adalah gadis yang kemarin malam dirinya selamatkan.

Memisahkan diri dari gadis itu, sekaligus memberinya mantel miliknya untuk dijadikan sebagai sebuah selimut, kini Déndro mulai berjalan menuju ke danau yang ada di dekatnya, dengan suasana hati yang bisa di bilang cukup campur aduk, dan pada saat dirinya sampai di dekat sana, Déndro segera melakukan peregangan singkat, sebelum dirinya mencuci muka di air dari danau tersebut, hanya untuk menjernihkan pikirannya.

"Huhh... Sekarang, apa aku perlu menunggunya bangun dan bertanya di mana kita sekarang? Atau meninggalkannya dan cari tahu saja sendiri?"

Meskipun membuat dua pilihan itu, namun Déndro sebenarnya sudah memutuskan jawaban di antara keduanya, terutama setelah dirinya teringat dengan mata yang tidak menyenangkan itu, yang dimiliki oleh gadis semuda itu.

Jadi, akibat dari dirinya yang tidak dapat meninggalkan gadis itu sendirian, Déndro berakhir memutuskan untuk berlatih dengan tombaknya saja, sekalian ingin mencari tahu, apakah dirinya ini kehilangan kemampuan fisik yang dimiliki olehnya atau tidak, mengingat tempat tersebut yang benar-benar terasa sangat berbeda sekali, ketimbang tanah kelahirannya, plus ada juga hal aneh yang terasa mulai menyelimuti dirinya, setelah dia tiba di sana, menambah hal yang di atas menjadi semakin tidak menyenangkan sama sekali.

.....

....

...

"Urhm!" Collei segera terbangun dari tidurnya, setelah suara tebasan dari sebuah benda tajam yang menabrak air bergema di tempat itu.

Dan, pada saat dirinya membuka matanya, hal pertama yang di lihat oleh gadis itu adalah, pemandangan dari seorang pria yang menyelamatkannya, yang mana pria tersebut terlihat sedang mengayunkan tombaknya dengan sangat indah, tapi pada waktu yang bersamaan pula sangat mematikan, di mana hal itu benar-benar membuatnya menjadi sangat terpukau.

Bangkit dari tempat dirinya sedang berbaring, Collei kemudian segera menyadari, kalau mantel yang di kenakan oleh pria yang menyelamatkannya itu, hal tersebut sepertinya sedang digunakan olehnya sebagai sebuah selimut, yang semakin memperumit perasaannya tentang pria itu, karena...

'Kenapa dia begitu baik terhadap orang asing sepertiku?'

Itu benar sekali. Bahkan, sebelum tadi malam, mereka berdua belum pernah bertemu sama sekali, dan kini pria itu benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik, yang berbanding terbalik dengan apa yang dirinya rasakan selama ini, setelah penyakit yang di derita olehnya itu muncul.

Namun, seluruh pemikirannya itu segera menghilang dari dalam benaknya, setelah suara dari seseorang yang sedang dipikirkan olehnya, memanggilnya dari arah danau yang ada di depannya.

"Oh! Kamu akhirnya bangun juga, Collei! Bagaimana tubuhmu sekarang? Apa sudah baikkan?"

Collei hanya bisa membalasnya dengan anggukkan ringan saja, ketika dia bingung harus bereaksi seperti apa, karena ini adalah pertama kalinya ada orang yang begitu baik terhadapnya, sejak dirinya menderita penyakitnya itu, hingga membuatnya bingung harus bereaksi seperti apa.

Meski begitu, dia masih memberanikan dirinya, untuk menanyai tentang alasan mengapa pria itu begitu baik kepadanya, setelah pria itu sampai di dekatnya.

...

"Kenapa kamu begitu baik kepadaku?" Collei menanyakan hal itu dengan penuh antisipasi, pada saat dia memakan beberapa tumbuhan panggang yang di buat oleh pria berambut hijau itu, dengan wajah penuh kerumitan.

Dimana, ketika matanya melirik ke arah pria tersebut, hanya untuk melihat reaksinya seperti apa, Collei menjadi cukup terkejut, pada saat melihat pria itu yang sedang menatapnya dengan penuh kelembutan.

Ketika tatapan mereka saling bersilangan, Collei segera mengalihkan pandangannga menuju ke arah api unggun yang ada di depannya dengan cukup tergesa-gesa, dengan Déndro sendiri yang memutuskan untuk menatap langit cerah yang ada di atasnya.

"Entahlah." Pada awalnya, Déndro hanya memberikan jawaban yang samar saja, yang mana hal itu berhasil membuat perasaan milik Collei menjadi semakin rumit, namun sebelum gadis itu bisa mengatakan sesuatu, Déndro sudah kembali berbicara terlebih dahulu, tapi kali ini menggunakan nada ceria yang di penuhi oleh optimisme yang sangat tinggi.

"Aku juga tidak tahu mengapa aku memutuskan untuk menyelamatkan orang asing sepertimu. Tapi, ayahandaku pernah berkata: Jika kamu ingin menyelamatkan seseorang, maka jangan pilih-pilih dalam hal itu. Baik itu monster, iblis, dewa, ataupun manusia, anggaplah mereka sebagai makhluk hidup yang sama rata, yang mana sama-sama memiliki suatu masalah yang perlu kamu bantu. Dan, yang terpenting itu, jangan pernah mengharapkan imbalan atas perbuatan baikmu itu terhadap orang tersebut."

Déndro memakan tusuk sate berisikan buah-buahan panggangnya itu dalam satu gigitan, di mana setelah berhasil mengunyah dan menelannya, dirinya segera melanjutkan kembali kata-katanya itu.

"Jadi, mungkin itu adalah satu-satunya alasan yang bisa aku berikan kepadamu."

"Kamu benar-benar sangat menghormati ayahmu, ya..."

Mendengar gumaman dari Collei, yang bisa dilakukan oleh Déndro hanyalah tertawa terbahak-bahak saja, sebelum dengan cepat dia menghentikan dirinya sendiri dan memasang senyum penuh percaya diri di wajahnya, dengan mata aqua keemasan miliknya yang terlihat agak berkabung.

"Yup, itu benar sekali. Ayahandaku itu adalah seseorang yang sangat aku kagumi, yang menjadi panutanku dan tujuan dari hidupku ini."

Setelah itu, tidak ada yang berbicara sama sekali, di mana masing-masing dari mereka terlihat memutuskan untuk menyantap makanan mereka dalam diam, tentunya dengan pemikiran yang berbeda satu sama lain yang ada di dalam benak mereka.