webnovel

Apartemen

Shafa melihat jam weker di atas nakas menunjukkan pukul setengah lima pagi. Ia memang selalu bangun di waktu tersebut, karena sekalipun ia bergadang, ia akan tetap bangun di jam-jam seperti ini. Mungkin kebiasaan atau karena matanya memang sudah berkompromi agar bangun di jam tersebut.

Ia melirik tangan yang melingkar erat di pinggangnya, lalu sedikit mendongak ke samping melihat wajah damai Garra yang sedang tidur. Semua kebiasaan laki-laki itu ketika sedang tidur bersamanya sedikitpun tidak pernah berubah. Selalu menjadikannya guling. Dari kecil hingga beranjak remaja, Shafa memang tidak asing lagi dengan kerekatan Garra kepadanya yang terlihat sedikit intim Di mata orang lain.

Dengan hati-hati Shafa menyingkirkan tangan Garra dan duduk di tepi kasur memandangi Wajah Garra sekali lagi. Perlahan tangannya naik menyentuh kening laki-laki itu yang semalam hangat. Setelah merasa Panasnya berkurang, Shafa memutuskan untuk ke kamar mandi dulu untuk membersihkan diri.

Keluar dari kamar mandi, ia menemukan Garra yang sudah terbangun duduk bersandar di kepala ranjang.

"Kepala kamu udah gak terlalu pusing, Ga?" Tanya Shafa lalu ikut duduk di samping laki-laki itu.

Garra tersenyum lalu menarik Shafa lebih dekat dengannya. Ia menggeleng.

"Udah enggak, aku udah bilang kalo ada kamu, aku bakal cepat sembuh!" ujar Garra, memainkan rambut coklat Shafa. Ia tidak tau saja jika Shafa menganggap Perkataan Garra barusan seperti gombalan Fakboy kelas kakap yang receh.

"Kamu mau makan apa? Aku siapin" tanya Shafa, sebenernya ia ingin membuat bubur, namun karena Garra tidak menyukainya, ia akan memasak yang lain.

"Delevery aja"

"Makanan kaya gitu tuh gak sehat buat kesehatan, Ga"

"Terserah kamu aja sayang, asal jangan bubur"

Shafa geli sendiri saat Garra memanggilnya dengan embel-embel 'sayang' dengan wajah datar dan kaku.

Saat Shafa hendak beranjak dari kasur, Garra lagi-lagi menahan tangannya.

"Aku bolehin kamu masak bukan berarti kamu juga boleh masak sendiri" ucap Garra datar, Shafa mengerjab bingung.

"Aku ikut"

Dan yah, Garra ikut menemani Shafa memasak. Niat membantu, tapi malah merecoki Shafa dengan Gombalannya yang receh hasil kutipan dari Facebook.

Shafa tiba-tiba tersentak kenyataan, ketika menyadari ada yang berbeda dari sikap Garra.

****

Shafa menatap malas Garra yang sedang berbaring dan menjadikan pahanya sebagai bantalan. Laki-laki ini meskipun minim ekspresi, tapi ternyata juga memiliki sifat yang sangat manja kepadanya.

"Aku mau pulang, Ga" ucap Shafa setengah merengek. Ia bisa mati kebosanan jika menuruti keinginan Garra yang hanya ingin malas-malasan seperti ini.

"Aku masih sakit, Fa, kepalaku masih sering pusing" ujar Garra malas, menenggelamkan wajahnya di perut Shafa. Itu alasan ke seribu yang di terima Shafa.

Memang Garra ini! memanfaatkan kondisinya yang sedang sakit untuk mencari perhatiannya. Padahal sebenarnya laki-laki itu sudah lebih baik, tapi Garra terus menahan Shafa dengan alasan yang sama.

"Kalau gitu, aku pengen nonton, Ga!"

"Nonton apa?" Tanya Garra mengangkat wajahnya menatap Shafa.

"Nonton Drakor"

"Oh gak gak, gak boleh! Aku gak suka kamu nonton plastik berjalan begituan, kamu tau aku itu cemburuan banget kan, sayang?" Ujar Garra lalu duduk dan mencium pipi kanan Shafa sekilas.

Cihhh, Dasar posesif!

Shafa benar-benar jengah, sahabat yang bertranformasi menjadi pacarnya ini sungguh menyebalkan.

"Terus gunanya aku di sini apa, Garra!" Seru Shafa frustasi.

"Kamu itu segalanya buat aku, Shafa" ujar Garra, lagi-lagi tanpa ekspresi.

Shafa kembali mendesis malas, yang ini benar-benar terdengar seperti fakboy.

"Ga?" Panggil Shafa

"Apa sayang?"

"Kamu belajar gombal dari mana?"

"Aku gak gombal Shafa!" Ujar Garra menggeram kesal, padahal kata itu keluar dari kata hatinya.

Mereka akhirnya menghabiskan waktu dengan menonton film komedi yang sama sekali tidak di lirik mereka berdua. Terbukti dengan suasana garing yang tercipta, tak ada yang ketawa.

Shafa di antar pulang oleh Garra ketika nyaris Maghrib. Garra memang tukang PHP karena ia berjanji memulangkan Gadis itu siang namun ternyata kebablasan hingga nyaris malam.