"Di mana aku?"
Kedua mata indah seorang gadis muda berhasil terbuka ketika cahaya berpendar di sekitarnya.
Tubuhnya masih terasa lemah. Lama kelamaan ia berhasil menggeliatkan tubuhnya.
Gadis itu merasa kedinginan. Entah pakaian jenis apa yang ia kenakan saat ini. Angin berpenyejuk di ruangan ini terasa seolah-olah membekukan tulang-tulang dalam tubuhnya.
"Hahahaha," tawa sumbang seseorang di sampingnya.
Seorang pria tua dengan kepala pelontos di mana saat ini perutnya tampak menyembul bak seorang ibu hamil besar yang siap mengeluarkan janinnya, tengah tertawa kasar padanya.
Pria tua itu tertawa senang. Suaranya terdengar sangat memuakkan. Matanya terus tertuju pada tubuh molek gadis di atas ranjang yang membangkitkan gairah liar di dalam dirinya. Bagian primitifnya menagih janji yang belum terpuaskan.
"Akhirnya kamu bangun juga, Sayang. Satu jam lebih aku menunggumu bangun dari mimpi indahmu. Akhirnya kita bersenang-senang," ucapnya senang.
Rinjani terkejut.
Apa maksud dari ucapan tua bangka sialan ini? Bersenang-senang apanya?
"Apa yang kamu katakan, Pak? Aku bukan gadis murahan seperti yang ada di pikiranmu," tegas Rinjani di tengah keputusasaannya. Ia mencoba bangun dari posisinya. Selimut tebal masih sudi menutupi tubuhnya yang terasa dingin.
Gadis dua puluh tahun itu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Meina, sahabat sekaligus teman satu indekos dengannya.
Setelah berhasil merubah posisi, ia menyingkap selimut tebal itu dan baru menyadari bahwa ia hanya mengenakan selembar gaun malam tipis menyelimuti tubuh moleknya.
Ya Tuhan!
Di mana baju seragam yang ia pakai beberapa saat lalu?
Baju seragam khas penjaga toko telah berganti menjadi gaun malam berwarna merah yang amat seksi di… malam ini?
Apakah ini sudah malam?
Rinjani mencoba mengucek kedua kelopak matanya. Meyakinkan diri bahwa ini benar-benar sudah malam. Saatnya ia bekerja. Ini jadwal kerjanya. Ia harus masuk shift malam.
Bagaimana ini?
Rinjani mulai gugup. Ia merasakan seseorang menatapnya lapar. Amat lapar seolah-olah tatapan itu bisa menelanjangi tubuhnya yang tampak tak berpakaian dengan sebagaimana mestinya.
"Ada apa, Sayang? Kenapa kamu terlihat gugup? Apakah ini pengalaman pertamamu? Kalau aku yang pertama bagimu, maka aku akan memperlakukanmu bak seorang ratu. Tenanglah Sayang, aku akan pelan-pelan memasukimu," katanya begitu tenang. Begitu santai. Begitu bergairah. Pria tua itu tak sadar diri berapa usianya sekarang.
"Pergi! Jangan sentuh aku! Aku bukan perempuan yang kamu pikirkan. Cari perempuan lain yang bisa kamu tiduri, Pak!" teriak Rinjani memberanikan diri. Ia tidak tahu dengan cara apa lagi menakuti pihak lawan. Ia berusaha menyilangkan tangan guna menutupi sepasang gundukan kenyal miliknya.
Lawannya saat ini adalah seorang pria tua. Pria tua yang mungkin sepantaran dengan kakek sebelah rumah yang hidup berdua saja dengan istrinya. Dia benar-benar tidak sadar diri.
Gila!
"Pergi? Tidak akan! Asal kamu tahu, aku sudah membayarmu mahal. Bagaimana aku bisa pergi jika belum menikmati tubuh molekmu itu?" balasnya dengan tatapan yang terus tertuju pada setiap inci bagian tubuhnya.
Merasa ditelanjangi dari cara tatap pria tua itu, Rinjani menarik selimut guna menutupi tubuhnya.
Belum sempat selimut itu melakukan tugasnya, pria itu menarik paksa selimut yang ia cengkeram dengan kedua tangannya.
Blagg
Selimut tebal itu terjatuh di karpet yang berada tepat di bawah ranjang tempatnya berbaring.
Pria tua itu tertawa. Tawa yang terdengar menakutkan. Menjijikkan.
"Pergi kamu! Jangan sentuh aku! Aku bukan jalang!" teriak Rinjani sekuat tenaga.
"Ck, ck, ck, kamu bicara apa sih, Sayang? Siapa yang menganggapmu sebagai jalang? Kamu adalah calon istri kelima-ku. Bagaimana bisa kamu menyebut dirimu sebagai jalang? Jangan bercanda, Sayang!" ucapnya dengan entengnya.
Apa yang pria tua itu katakan?
Istri kelima?
Jangan gila!
"Aku tidak sudi menjadi istri kelimamu! Dan apa yang kamu katakan tadi, Pak? Kamu membayarku mahal? Asal Bapak tahu, aku bukan budak, Pak, yang bisa dibeli atau ditawar. Aku punya harga diri, Pak," balas Rinjani meluapkan apa yang ada di dalam benaknya. Ia tak akan membiarkan pria tua itu mengambil kesempatan darinya sedikit pun.
Pria berkepala pelontos itu terkekeh geli mendengar kata-kata Rinjani padanya. Sepertinya pria itu tak waras.
"Aku sudah membayarmu pada Meina, aku membelimu dua ratus juta," tegas pria tua itu dengan tatapan meremehkan.
Dua ratus juta?
Untuk membeli dirinya?
Meina? Nggak mungkin!
"Anda jangan bercanda, Pak! Tidak mungkin sahabat saya tega melakukan itu," elak Rinjani padanya.
"Kalau aku bercanda, bagaimana bisa kamu berada di sini, Sayang? Kamu pikir aku rela menunggumu sampai kamu bangun gara-gara apa? Kalau tidak karena permintaan sahabatmu itu dan juga kamu masih perawan, memangnya ada alasan lain?
Meina berkata kepadaku, kamu masih perawan dan aku harus sabar menunggumu bangun agar kita bisa sama-sama saling menikmati percintaan panas ini.
Dan sekarang kamu sudah bangun. Ayo Sayang, tunggu apa lagi? Aku sudah tidak sabar menyantap tubuhmu itu!" jelasnya dengan mata yang terus menatap lapar.
Wajah Rinjani semakin memucat. Selimut tebal yang menutupi tubuhnya telah tersingkap. Dan tubuhnya kini berada tak jauh dari tubuh pria tua itu.
Pria itu menanggalkan setiap helai pakaian yang membalut tubuh gempalnya. Bulu-bulu lebat di dadanya terlihat menggelikan di mata Rinjani. Baru kali ini ia melihat hutan rimbun yang berada di dada seseorang. Lebat sekali. Seperti memang sengaja ditumbuhkembangkan di sana.
Rinjani mendapatkan ide dadakan.
Gadis itu harus memutar otak. Ia harus bisa mendapatkan kesempatan untuk kabur dari sini.
Entah keberanian dari mana, ia pun berpura-pura tersenyum pada pria tua itu.
Pria itu awalnya memicingkan mata. Menatap tak percaya lalu menerima dengan senang hati senyuman gadis di hadapannya.
"Biar aku saja yang melepaskan pakaianmu, Pak!" kata Rinjani menawarkan, ia mulai bersandiwara.
'Ayo, Rinjani kamu harus bisa mencari cara agar bisa keluar dari penjara ini!'
Kepalanya berdengung menyentakkan dirinya agar mendapatkan ide untuk keluar dari tempat ini.
Di saat pria tua itu lengah dan menerima tawaran dari Rinjani, gadis itu mendorong tubuh tua si bapak ke atas ranjang dan berlari menuju pintu keluar.
Pintu keluar ada di sana.
"Hei kurang ajar! Beraninya kamu bermain-main denganku! Akan kutangkap kamu!" ancamnya yang terdengar tak main-main.
Rinjani terus berlari tak peduli apa yang akan terjadi.
Ia berhasil menggapai gagang pintu, ternyata dikunci. Ia harus segera memutar arah kunci agar pintu bisa terbuka.
Happ
Pria tua itu mencengkeram salah satu bahu Rinjani.
Rinjani merasakan sport jantung. Deru napasnya memburu. Matanya membelalak sempurna.
Ya Tuhan! Tolong aku!
"Mau kabur ke mana kamu, Sayang? Kamu kira kamu bisa kabur dariku? Tentu saja tidak, Sayangku yang cantik jelita!" ucapnya terdengar menggema di kamar hotel tersebut. "Bersiaplah untuk menjadi istri kelima-ku! Ranjang hangat di belakang kita telah siap menunggu permainan panas kita, Sayang," lanjutnya yang semakin membuat degub jantung Rinjani memacu hebat.
To be continue…
***
Hai kakak semuanya..
Mari dukung ceritaku, masukkan ke dalam rak kalian yaa.. terima kasih..
12.06.2022