webnovel

Enam Belas

Siapa sangka setelah beberapa bulan aku berada di Tangerang. Bekerja sebagai buruh pabrik, tepatnya di Mayora, bang Ilham kembali menghubungiku. Perasaan senang bercampur rindu pastinya saat menerima telepon darinya. Tetapi, jelas saja aku bersikap cuek karena setahun lamanya aku meninggalkan Minang, ia baru menghubungiku lagi. Tidakkah ia tahu bagaimana rasa rindu yang aku tahan selama ini? Tidakkah ia memahami bagaimana diri ini gengsi untuk memulai percakapan? Tidakkah ia rindu terhadapku? Jarak memang menjadi pengahalang kami saat itu. Namun, sejak perkembangan smartphone semakin merajalela, jarak tak lagi menjadi penghalang komunikasi kami.

Saat itu aku baru saja pulang dari shift malam. Pukul delapan pagi ia meneleponku, tepat aku akan absen di finger print. Ia menanyakan kabarku. Aku tak menyangka, ia masih menyimpan nomorku. Sebal bercampur bahagia. Saat setelah berpisah darinya, juga dari Minang, aku tak pernah mudah untuk jatuh cinta lagi kepada lelaki manapun. Entah mengapa aku sangat menginginkan sosok seperti bang Ilham. Tetapi, mana mungkin ada di sini?

Setelah hari itu. Kami menjadi sering berkomunikasi. Aku tak peduli ia sudah memiliki pacar atau belum. Setiap di telepon, percakapan kami hanya seputar membicarakan masa lalu. Masa-masa bercanda, tertawa bersama, tempat-tempat indah yang pernah kami kunjungi, dan semua kenangan yang terlalu indah untuk dilupakan.

***

Entah mengapa suatu ketika, temanku yang juga merupakan tetanggaku di kampung, Andri, memberi informasi bahwa bang Ilham sudah memiliki pacar melalui BBM. Ia mengatakan bahwa cewek bang Ilham, yang merupakan teman BBM-nya, pernah memajang foto berdua dengan bang Ilham di foto profil BBM milik cewek tersebut. Namun, ketika aku meminta buktinya, ia mengatakan bahwa fotonya sudah berganti.

Saat itu, aku antara percaya dan tidak percaya. Namun, aku berusaha untuk menggunakan logikaku. Wajar. Hanya itu pikirku. Namun, logika tak pernah sejalan dengan perasaan. Hingga teramat sakit yang aku rasakan.

***

Aku tak pernah ingin tahu lebih jauh tentang siapa pacar bang Ilham. Aku pun hanya sekedar bertanya apakah benar ia sudah memiliki penggantiku atau belum. Ya, benar. Ia menjawab bahwa ia sudah memiliki pacar. Tetapi, sudah putus.

Sejak aku mengetahuinya. Aku berpikir bahwa itulah perbedaan antara lelaki dan perempuan. Aku pun kembali melihat sosok papa. Papa tak sanggup bertahan hidup seorang diri tanpa sosok wanita. Mungkin seperti itu juga dengan bang Ilham. Sedangkan perempuan, seperti layaknya ibu dari temanku, Hesti. Sang ibunda sudah sekian lama ditinggal oleh sang suami karena juga telah dipanggil Tuhan. Sampai saat ini pun, ia tetap seorang diri merawat anak-anaknya dan setia hanya untuk satu hati.

Maka, saat itu aku bukan malah membenci bang Ilham karena ia sudah memiliki penggantiku. Entah apa yang membuatku selalu memaafkan semua kesakitan yang telah ia berikan padaku. Bahkan hingga jarak yang tak lagi memihak padaku seperti saat ini. Aku sudah dibutakan oleh cinta semu sepertinya. Pikirku.

***

Andri adalah tetanggaku di kampung. Ia adalah mahasiswa di salah satu STKIP jurusan Bimbingan dan Konseling di Padangpanjang. Ia lebih tua setahun dariku. Sedangkan, bang Ilham berusia tiga tahun di atasku.

Andri sempat menyukaiku. Karena dari gelagatnya pun, aku bisa tahu. Ia pernah memberiku coklat Silver Queen Chunky Bar saat hari valentine. Ya, walaupun sebenarnya tidak ada yang namanya hari valentine di ajaran agama kami.

Saking polosnya aku. Aku yang saat itu menjadi pacar bang Ilham, menceritakan semua yang Andri berikan, bahkan perlakuannya terhadapku. Sebenarnya aku hanya ingin melihat bagaimana reaksi bang Ilham ketika mendengar ceritaku tentang lelaki lain. Aku tak menyangka bahwa bang Ilham akan semarah itu kepadaku. Hingga suatu saat pertengkaran itu terjadi di depan mataku.

Aku sedang duduk berdua di depan warung nenekku yang kebetulan sedang tutup. Selepas aku dan bang Ilham berjalan-jalan sore kala itu. Seketika Andri lewat di depan kami, entah darimana. Aku pun memberi tahu dengan polosnya bahwa itu adalah Andri kepada bang Ilham. Sontak ia berdiri dan menantang Andri di depanku.

"Lu yang namanya Andri?" panggil bang Ilham yang membuat Andri berhenti.

"Iya. Kenapa memang?" tanya Andri dengan berani.

"Lu tau kan Nanad ini cewek gua?!" sambil menunjuk dengan jarinya kepadaku yang berdiri di sampingnya.

"Iya tau. Ada apa memangnya? Gua juga tau lu cowoknya Nanad!" tukas Andri yang merasa tak memiliki salah.

"Bagus kalo lu tau! Terus kenapa lu deketin cewek gua sampe ngasih coklat segala? Lu suka sama dia? Kalo lu suka silahkan ambil!" teriak bang Ilham dengan nada tertahan karena takut terdengar orang-orang sekitar.

Aku yang saat mendengar ucapan bang Ilham seperti itu, seketika kecewa karena seolah aku amat tak berharga lagi di matanya. Namun, saat itu Andri masih berusaha membela diri.

"Tenang, kawan! Gua sama Nanad cuma teman. Emang salah kalo gua ngasih dia coklat? Gua lihat , dia juga senang tuh gua kasih coklat." bela Andri yang aku tau itu semakin membuat kemarahan bang Ilham memuncak.

"Mikir dong, lu! Pake tuh otak, kalo lu memang punya otak! Kalo lu memang suka, silahkan sekarang juga gua saksiin lu nembak dia. Biar jelas semuanya!" bang Ilham semakin melayangkan jari telunjuknya ke depan muka Andri dan kepadaku.

"Ngapain? Gua sama Nanad cuma teman. Udah jelas, kan? Sekarang gini aja deh. Daripada masalah ini jadi panjang, gua minta maaf, kawan! Sorry, kalo gua mengganggu hubungan kalian. Gua ga bakal deketin Nanad lagi." tukas Andri yang ingin menyelesaikan masalah kesalahpahaman ini.

Aku pun yang hanya mampu menarik tangan bang Ilham agar tak terlalu dekat dengan Andri, selalu dimarahi dan diteriaki,

"Diam, Nad!"

Aku hanya bersyukur Andri bisa lebih dewasa mengahadapi situasi yang semakin memanas itu. Sehingga, bang Ilham pun yang sebenarnya masih dalam keadaan marahpun, mau tidak mau merendamnya karena ia telah mendengar sendiri penjelasan dari Andri bahwa kita hanya sebatas teman. Andri pun memberikan tangannya untuk bersalaman. Namun, bang Ilham tak menyambut salamnya. Hingga Andri pun pamit dan meninggalkan kami.

Bang Ilham tetap tidak mempercayai perkataan Andri begitu saja. Hingga ia pun berkata padaku,

"Lihat aja Nad, kalo seandainya kamu masih berhubungan sama dia. Kita gak usah sama-sama lagi!" tegas bang Ilham disela-sela emosinya yang masih bergejolak.

"Iya bang. Nad gak akan berhubungan sama dia lagi. Lagipula kita cuma teman kok, bang. Abang dengarkan penjelasan dia tadi?" belaku yang antara tak ingin berpisah dengan bang Ilham, juga tak ingin menjaga jarak pertemanan dengan Andri.

"Nad! Laki-laki kalo udah berani ngasih coklat, itu udah pertanda kalo dia itu suka sama Nanad! Abang gak suka! Kalo gak, ya udah sana kamu sama dia aja!" tegas bang Ilham yang secara tak sadar mengisyaratkan kecemburuannya.

Aku yang saat itu hanya mencoba menenangkan emosinya, berusaha menuruti perkataannya. Bang Ilham amat menyeramkan jika sedang marah. Cukup bagiku mengetahui bagaimana perasaannya terhadapku dengan kecemburuannya tadi. Walaupun sebenarnya, aku tak ingin kehilangan sosok pacar dan teman sekaligus.

***

Aku akui keberadaan Andri sangat menolongku. Dia yang masih kuliah itu juga bekerja sebagai kuli bangunan dan tukang ojek untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Karena Andri pun juga merantau, sama sepertiku. Ia sebenarnya dari Ciamis, Jawa Barat. Ayahnya adalah orang asli Padangpanjang sedangkan ibunya, asli Ciamis.

Mungkin karena kesamaan nasib itulah kami menjadi dekat. Ketika tidak ada ojek di kampungku, terkadang aku menghubungi Andri untuk diantar ke kampus yang jaraknya hanya sekitar sepuluh menit. Bahkan, Andri terkadang tak ingin upah ojeknya dibayar setelah mengantarku ke kampus. Hal itu terjadi, saat bang Ilham tak bisa mengantarku karena bekerja. Maka, posisi Andri saat itu sangat menolongku.

Aku hanya menganggap Andri sebagai sahabat. Aku sama sekali tak percaya ucapan bang Ilham yang mengatakan bahwa Andri menyukaiku. Karena memang aku sama sekali tak memiliki perasaan khusus kepadanya, selain sahabat. Maka, aku keberatan sebenarnya jika bang Ilham menyuruhku untuk tak lagi berhubungan dengan Andri.

***