Perbatasan Jamujunu dan Gaharunu, Tahun 1345
Tiba-tiba "ssssrrrrtttt", kaki kiri Pen yang penuh lumpur menginjak batu yang licin. Pen terpeleset, kakinya kehilangan pijakan. Pen panik! Tangan kanannya terlepas secara naluriah. Tangan kirinya tak kuat menahan beban dan akhirnya.
"Ne… ne.. NEEEEIIIN…!" teriak Pen dengan bahasa Gaharunu.
"PENNN… !!!" teriak Dhafi dan Jenderal Calvin bersamaan.
Pen terjun bebas dari atas tebing. Semuanya berjalan sangat cepat. Bagi Pen semua itu terjadi dalam sepersekian detik. Semua orang melihat Pen yang terjatuh. Semua orang kaget. Pen pun pasrah, dia merasa ajalnya sudah datang. Dia teringat ayahnya yang ada di Eldamanu. Tiba-tiba "BUKKK!!!"
Tak disangka Ren menangkap Pen dari bawah. Entah kesurupan apa dia. Akibatnya Pen dan Ren sama-sama tak sadarkan diri. Pen jatuh dari posisi yang cukup tinggi. Terlalu tinggi untuk melompat. Kalau tidak ada yang menangkap, tubuh Pen langsung hancur setelah menghantam tanah. Untungnya, Ren berhasil menangkap Pen. Jadi, Pen masih bisa hidup walau cidera. Semua orang yang ada di bawah langsung mengerumuni Pen dan Ren.
"Ren… Pen… kalian baik-baik saja?" tanya Ghazi sambil menepuk pipi Ren dan Pen bergantian.
Anggota Araukaria yang lain bergegas mengangkat dan memindahkan Pen dan Ren ke tempat aman. Darsh langsung memeriksa kondisi mereka berdua. Tak berselang lama, Darsh mengambil buntalan kain kecil dari kain gendongnya. Buntalan itu digunakan untuk mengompres bagian tubuh yang memar.
"Dhafi, bantu mereka sekarang!" perintah Jenderal Calvin.
"Baik, Jenderal!", kata Dhafi.
Dhafi memeriksa tali. Setelah dirasa aman, Dhafi langsung meluncur turun ke bawah. Dalam sekejap, Dhafi sudah berada di bawah tebing dan langsung menyusul teman-temannya.
"Bagaimana keadaan Ren dan Pen?", tanya Dhafi.
"Mereka berdua masih belum sadar. Tidak ada luka luar. Hanya memar saja. Aku sudah mengompres lukanya, napasnya bagus, aku sudah memberi mereka koyo dan minyak kayu putih. Jadi sekarang tinggal menunggu mereka sadar saja", jawab Darsh.
Sekarang giliran Jenderal Calvin yang turun. Dia melepas tali di pohon. Ujung tali itu segera diikatkan pada alat seperti perpaduan kapak dan palu, seperti ice axe yang digunakan untuk memanjat gunung es. Dia melemparkan ujung tali yang diikat alat kebawah. Untungnya kapal itu menancap bagus di tebing dalam satu kali lemparan.
Kemiringan tebing itu sebenarnya bukan 90 derajat, tapi hanya sekitar 75 derajat saja. Tebing itu juga bukan tebing berbatu, tapi tebing berlumpur. Ada banyak tanah yang menempel di dinding tebing dan ditumbuhi pohon. Kapal es yang dilempar Jenderal Calvin, menancap bagus pada bagian tanah di tengah tebing. Sekarang, Jenderal Calvin mengikatkan ujung tali lainnya pada perutnya.
Jenderal Calvin memeriksa tali. Setelah dirasa aman, dia memegang akar pohon dan berlari mundur ke bawah dengan cepat. Di awal dia berjalan, lama kelamaan dia hanya meluncur turun dengan cepat dan menabrak banyak tanaman. Untungnya, dia meluncur dengan posisi kaki di bawah.
Beberapa detik kemudian dia berhenti dan bergelantungan di tebing. Sekarang ujung tali yang ada kapak esnya di atas. Jenderal Calvin mengambil kapak es lainnya dari balik bajunya dan langsung ditancapkan di tanah tebing untuk berpegangan. Sekarang, dia menarik kapak es di ujung tali atas. Rasanya sulit sekali untuk menariknya. Kapak es yang atas benar-benar menancap dengan sempurna. Jenderal Calvin terus menarik tali agar kapak es lepas.
Beberapa saat kemudian, kapaknya berhasil lepas dan langsung jatuh ke bawah. Jenderal masih bergelantungan dengan satu kapak di atas tebing. Dia menarik tali dan menggulungnya di leher. Sekarang, dia bisa menggenggam kapak es yang ada di tali. Jadi, dia memegang dua kapak es.
Ternyata, asisten pesulap yang kemarin masih mengikuti Jenderal Calvin dan rombongannya. Dia melihat Jenderal Calvin yang kuwalahan dengan tali. Perempuan itu melihatnya dari balik pohon. Dia malah mendekati tebing dan mengintip Jenderal Calvin dari atas yang sedang berjuang mengambil tali dan kapak es. Namun dia tidak ikut terjun ke bawah seperti tim Araukaria. Dia memilih berjalan lurus menyusuri tepi tebing dan mencari turunan yang nyaman dengan santai.
Setelah dua kapak es digenggamnya, Jenderal Calvin langsung meluncur bebas ke bawah seperti bermain seluncuran. Kapak es yang dipegangnya menjadi alat untuk mengerem. Dalam sekejap, Jenderal Calvin sudah tiba dibawah dengan selamat, tali yang utuh, dan tentu saja baju kotor penuh lumpur. Dia langsung menghampiri Pen dan Ren. Ternyata Pen dan Ren sudah sadar.
"Bagaimana kondisi kalian?", tanya Jenderal Calvin.
"Baik", jawab Pen dan Ren.
"Coba kalian berdiri!", perintah Jenderal Calvin.
Pen dan Ren mencoba berdiri sambil berpegangan pada teman-temannya. Ketika hampir berhasil, lutut mereka langsung meleyot dan mereka terjatuh lagi. Ternyata, mereka memang masih belum siap untuk berdiri.
"Baiklah, kitab istirahat dulu di sini. Kita bangun tenda di bawah pohon itu. Sebentar lagi malam, besok pagi kita melanjutkan perjalanan lagi", perintah Jenderal Calvin.
Anggota Araukaria selain Ren langsung bergegas untuk membangun tenda. Setelah jadi, Pen dan Ren langsung dipindahkan ke dalam tenda. Ada tiga tenda yang dibangun. Masing-masing diisi 3 orang agar tidak terlalu sesak. Darsh juga langsung meracik ramuan herbal untuk diminum Pen dan Ren.
Keesokan harinya, Pen dan Ren sudah sembuh. Mereka berdua sudah bisa berdiri dan berjalan. Kini mereka duduk di tepi mata air tak jauh dari tenda mereka.
"Kenapa kakak menangkapku kemarin?", tanya Pen.
"Tidak tahu, badanku tiba-tiba bergerak sendiri", jawab Ren.
"Terima kasih", ucap Pen malu-malu.
Setelah mengatakan terima kasih singkat, Pen langsung tertunduk malu dan diam saja. Ren juga diam saja. Ren hanya memandangi Pen yang sedang tertunduk. Mereka cukup lama berdiam-diaman.
"Maaf. Maaf karena aku banyak menuduhmu", ucap Ren.
"Apakah aku se-mencurigakan itu?" Pen akhirnya membuka suara.
"Kau tahu? Saat kau marah, kau jadi aneh. Kau memakai bahasa campuran. Ada yang aku tahu artinya, ada yang tidak", kata Ren.
"Benarkah. Waah… aku benar-benar kehilangan kewarasan waktu itu. Bagaimana kondisi kakak sekarang?" tanya Pen.
"Sudah jauh lebih baik dibanding kemarin", jawab Ren.
Lalu Ren dan Pen diam. Mereka saling berpandangan. Dalam sekejap, mereka berdua tertawa "Hahahahaha...". Menertawakan tragedi yang terjadi antara mereka berdua. Sekarang, Pen dan Ren sudah berbaikan.
Tenda sudah selesai dibongkar. Perbekalan sudah dikemas rapi. Semua anggota Araukaria dan Pen juga sudah sarapan. Sekarang mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
"Masih jauh?" tanya Jenderal Calvin.
"Sudah dekat. Sekarang kita menuju rumah lamaku. Ada pintu rahasia di sana", jawab Pen.
Rombongan Araukaria mulai berjalan. Perempuan asisten pesulap ternyata masih mengikuti mereka. Rombongan Araukaria berjalan melewati tanah tandus yang sangat luas. Di sana jarang ada pohon. Kalaupun ada, pohon itu kebanyakan sudah mati gosong. Walau terlihat kecil, sekarang mereka bisa melihat tembok putih yang berdiri kokoh dari kejauhan.
"Itu tembok putihnya?" tanya Ghazi.
"Benar. Kita tidak berjalan ke arah tembok putih tapi ke reruntuhan kayu di dekatnya", jawab Pen.
Berjalan, berjalan, dan berjalan. Sekarang rombongan Araukaria sudah tiba di reruntuhan kayu. Ternyata jarak antara reruntuhan kayu ke tembok sangat jauh. Tentu saja, tidak ada yang berjaga di reruntuhan kayu.
"Tunggu di sini saja!", pinta Pen pada tim Araukaria.
Pen berputar-putar mengelilingi kompleks reruntuhan kayu. Terkadang dia mengangkat kayu-kayu di sana sendirian. Ren ingin membantunya tapi Pen memberi isyarat dari kejauhan untuk tidak menolongnya. Dia seperti sedang mencari sesuatu yang hilang, tertimbun di reruntuhan.
"KETEMU!" teriak Pen tiba-tiba sambil melambaikan tangan.
Tim Araukaria langsung mendekati Pen. Sesampainya di sana, mereka membantu Pen untuk menyingkirkan kayu-kayu yang ada di sana. Beberapa saat kemudian, muncul sebuah lubang yang tertutup oleh tanaman rambat.
"Bagaimana bisa ada tanaman rambat muncul di sini?" tanya Hoshi.
"Mungkin karena sudah 10 tahun", jawab Pen.
"Ini bekas rumahmu?", tanya Jiru.
"Ya, ini bekas rumahku dulu", jawab Pen.
"Kau yakin?" tanya Jenderal Calvin.
"Lubang ini dikelilingi baru andesit. Hanya rumahku yang lubang basemennya dikelilingi baru andesit. Ini baru yang mewah tapi ayahku dapat gratis karena nemu di suatu tempat yang aku tidak tahu di mana", jawab Pen.
"Baiklah, kita pasang talinya! Kalau sudah, Dhafi dan Hoshi turun duluan", perintah Jenderal Calvin.
Tali segera dipasang. Dhafi segera menuruni lubang basemen. Ternyata baunya parah, bau gosong, bau rumah tua, bau udara yang pengap bercampur jadi satu. Rasanya Dhafi seperti sesak napas di bawah. Dia segera mengambil kain untuk dipakai sebagai masker.
Setelah Dhafi turun, Hoshi juga turun. Kemudian disusul Pen dan Ren. Anggota Araukaria yang lainnya juga menyusul ke bawah. Terakhir Jenderal Calvin yang turun. Kemudian, dia menarik tali agar jatuh ke bawah semua.
Dari luar, sebuah rok mendekat ke lubang yang dimasuki tim Araukaria. Ternyata itu perempuan asisten pesulap yang mengikuti mereka dari tadi. Dia menarik beberapa kayu dan menutupi lubang itu. Terakhir, dia menimpanya dengan beberapa batu andesit. Lubang itu terkunci sempurna. Begitu tertutup, perempuan itu berdiri. Dia melepas topi capingnya yang ditutupi kain hitam. Ternyata dia adalah HELENA.